1. Kesulitan Ekonomi

9.3K 551 21
                                    

"Yah, sepatu futsal aku udah butut nih. Gak enak banget dipakainya." Anak laki-laki berumur lima belas tahun itu mendekati ayahnya di meja makan.

"Uangnya lagi dipake buat kepentingan lain dulu, Zi," sahut Panji pada anak kandungnya. Pria itu tengah menyiduk nasi dari wadah.

Kenzi berdecak kesal. Anak itu duduk di samping Ziel adik kandungnya. Saat perceraian enam tahun lalu, Panji memang membawa kedua anaknya untuk tinggal bersama.

"Kemarin janji awal bulan ini, tapi sampai tanggal tua begini aku belum dibeliin juga," protes Kenzi sambil membuang muka.

"Nanti kalo ada duitnya juga dibeliin kok, Zi." Ibu tiri Kenzi ikut berujar.

"Iya, duit ayahku habis dipake Tante buat belanja ini itu sama biayain dia," tukas Kenzi sambil melirik sengit ke arah adik tirinya yang berkebutuhan khusus.

"Zi, sudah dong! Pagi-pagi sudah mau buat ribut!" tegur Panji menaikan suara.

"Iya, suka banget menghina Zea." Istri Panji menimpali, "gini-gini dia itu adik kamu," imbuhnya sambil mengelap bibir putrinya yang belepotan nasi.

"Memang kenyataannya begitu kok, Yah," balas Azriel kian berani. "Tante Hani ngrengek kukunya lecet langsung dikasih duit buat pergi ke salon."

"Kamu kalo masih banyak ngomong, ayah gak akan ragu lagi buat bungkam mulut kamu." Akhirnya Panji mengancam dengan serius.

Kenzi langsung berdiri. Dia mengurungkan niat untuk sarapan bersama. "Kalo begini mending aku pulang saja ke rumah Bunda," ancamnya sambil berlalu.

"Zi, kamu mau kemana!" Panji berseru melihat kepergian anaknya, "sarapan dulu!"

Namun, remaja kelas sepuluh SMA itu tidak menggubris seruan ayah kandungnya. Anak itu terus mengayun pergi. Hingga bertabrakan dengan saudara tirinya, Kenzi hanya menyeringai sinis.

"Kenapa Kenzi, Mah?" tanya anak sambung Panji sambil menarik kursi meja makan.

"Biasalah minta duit," sahut istri Panji enteng. Wanita itu menyuapi anak perempuannya yang baru berusia lima tahun.

"Eum ... Om, aku juga mau minta uang jajan dong," tutur anak Hani sedikit meringis.

"Ini baru tanggal sebelas lho, Ta, masa sudah minta uang saku lagi," sahut Panji datar. Dia mengunyah sarapannya dengan malas.

"Kan kebutuhan Atha terus bertambah, Mas." Hani segera membela anak kandungnya, "kamu ngasih duit jajan segitu-gitu saja."

"Uang jajan Atha dan Kenzi sama lho." Mata Panji menatap istrinya dengan tajam.

"Ya, sama tapi kebetulan mereka berbeda."

"Berbeda gimana? Mereka sama-sama kelas sepuluh kok," sanggah Panji tidak mau kalah. Sekarang pria empat puluh tahun itu beralih menghadap putra sambungnya. "Makanya kalo belum bisa cari duit sendiri, jangan pacaran dulu. Sok-sokan suka traktir cewek segala."

"Mas Panji kalo gak mau kasih Atha duit gak usah ngomong nylekit gitu dong!" sergah Hani tidak terima.

Wanita itu berlalu menuju kamar. Dia membuka tasnya. Sebuah dompet dengan brand ternama Hani keluarkan. Dirinya mengambil dua lembar uang kertas pecahan seratus ribuan. Hani pun kembali menemui anak dan suaminya.

BEDA ISTRI BEDA REZEKITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang