3. Rencana Panji

4.6K 378 10
                                    

"Memang kenapa dibatalkan?" cecar Hani gemas. 

Panji yang malas menjawab memilih melengos.

Hani kian gemas dibuatnya. Wanita yang malam ini mengenakan gaun tidur berwarna hitam itu terpaksa memutar arah agar bisa menghadap suaminya.

"Jawab, Mas!" tuntut Hani geregetan.

"Layla." Panji berujar lirih.

"Layla?" Mata Hani langsung memincing, "dia yang mau membeli toko kita? Bukannya kemarin kamu bilang kalo yang mau beli itu seorang pria?" cecarnya sangat penasaran.

Panji mengangguk pelan. "Iya, temannya Layla."

"Hanya teman?" Bibir Hani mulai mencebik sinis.

Kali ini Panji menggeleng. "Teman dekat."

Wajah Hani tampak terkejut. Ada perasaan tidak suka menyelinap ke hati. 

"Memang kenapa kalo yang beli toko kita teman dekatnya Layla?" pancing Hani dengan sedikit rasa cemburu. Suaranya pun mulai melunak.

"Kamu mau kita dipermalukan sama Layla?" balas Panji sambil menatap sengit ke arah Hani.

"Tapi kita lagi butuh banget duit, Mas." Hani mulai merengek. Wanita itu menghempaskan tubuhnya di samping Panji. "Debt kolektor udah bolak-balik ke rumah. Pusing ngadepinnya."

"Yang pake kartu kredit itu siapa? Kamu kan?" Panji menukas telak perkataan Hani,  "ya sudah terima konsekuensinya."

"Ya makanya itu, Mas, sudah jual saja toko itu sama temannya Layla. Toh bukan pada Laylanya sendiri." Hani mencoba membujuk.

"Masalahnya toko itu mau dihadiahkan untuk Layla."

Hani terdiam. Di dasar hatinya yang terdalam, timbul rasa iri. Batinnya bercakap beruntung sekali Layla itu.

"Terus kalo dibatalkan bagaimana bayar tagihan kartu kredit itu, Mas?" Hani yang risau menghembus napas. "Mana Zea sudah dua kali pertemuan absen terus. Kasihan Zea, Maaas."

Panji spontan menatap istrinya. "Kamu itu kerja cuma bisa nuntut! Beda sama Layla yang bisa cari jalan keluar sendiri. Pinter cari duit juga."

Hani tercekat mendengarnya. "Oh ... mulai banding-bandingkan kami lagi?" sergahnya geram.

"Memang kenyataannya begitu," sahut Panji tanpa ragu, "Layla selain pinter nyari duit sendiri, dia juga memahami keadaan suami. Gak kayak kamu yang tahunya cuma nuntut-nuntuuut aja."

PRANK!

Sontak Panji dan Hani menengok ke sumber suara. Ketika terdengar suara tangisan Zea, keduanya langsung bergegas menghampiri putri bungsu mereka. Apalagi teriakan Zea kian melengking. Suara itu berasal dari dapur.

"Ya ampun, Zeaaa!" seru Hani panik melihat pecahan beling ada di sekitar bocah berambut panjang itu.

"Aaa ... aaa!" Bocah lima tahun penyandang autis itu terus saja berteriak-teriak. 

Kakinya terus menghentak-hentakan lantai. Alhasil telapaknya tertusuk beling. Darah pun merembes.

"Zea diam dulu jangan bergerak!" suruh Hani meringis. Dia merasa ngilu melihat kaki anaknya berdarah-darah.

BEDA ISTRI BEDA REZEKITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang