Bab 6 Perjuangan Layla

3.9K 310 11
                                    

"Poligami?" Banyu menyela cerita Seli saking terkejutnya.

Seli mengangguk. "Iya, jadi si Panji menawarkan pilihan itu ke Layla, tapi sama Layla ditolak mentah-mentah," terangnya tenang, "dulu itu sebenarnya Panji gak mau nyeraiin Layla lho."

"Oh ya? Kok bisa?" kejar Banyu kian penasaran.

"Namanya orang serakah." Seli menjeda penuturannya untuk mengambil napas, "jadi mentang-mentang lagi banyak duit ketemu janda langsung ngiler."

Banyu tersenyum tipis mendengar seloroh kakak iparnya. "Mbak kita mampir di depan yuk! Aku agak laper nih," ajaknya sembari menunjuk gerai bakmi.

"Ayolah!" Seli setuju.

Mobil Banyu pun berhenti di depan gerai bakmi. Keduanya masuk ke tempat tersebut. Kebetulan suasana sedang tidak begitu sepi. Mereka sengaja memilih tempat duduk di dekat jendela.

Banyu lantas berlalu untuk memesan makanan. Lima menit kemudian dia kembali lagi ke meja. Keduanya berbincang lagi.

Sekitar sepuluh menit orderan keduanya datang. Banyu memesan dua porsi mie ayam bakso, dua botol teh, dan satu porsi pangsit. Keduanya menikmati penganan masing-masing dengan nikmat.

"Terus gimana Layla bisa lepas dari Panji, kalo Panji gak mau nyeraiin dia?" Banyu mulai membahas Layla lagi.

"Butuh dua tahun perjuangan bagi Layla untuk bisa bebas, Nyu," tutur Seli usai menyedot teh botolnya.

Angan Seli melayang lagi.


*

Sudah tiga hari Layla menginap di rumah Seli. Dia sangat merindukan anak-anaknya. Namun, dirinya tidak punya kekuatan.

Layla diusir dari rumah tanpa boleh membawa uang, ponsel, dan barang lainnya. Baju pun hanya yang melekat di badan.

"Seli." Layla menyambut kepulangan Seli. Kawanannya itu habis menjemput sang putri. "Gimana kabar Kenzi, Sel?" tanya Layla antusias.

Tiga hari tidak bisa bertemu dengan buah hatinya, Layla dilanda rindu yang mendalam. Bahkan sekedar untuk menelepon pun tidak bisa karena ponselnya disita Panji. Sementara jika Seli yang menghubungi, Panji juga tidak mengizinkan.

Seli menggeleng lesu. "Kenzi masih belum berangkat sekolah juga," jawabnya iba.

"Ya Allah ... sebenarnya apa yang terjadi?" Layla mulai bersedih kembali. Hari-hari Layla hanya dipenuhi tangis. "Kayaknya aku gak bisa berdiam diri terus, Sel. Aku harus pulang buat temuin anak-anak," tekadnya bulat.

"Kamu yakin, La?" tanya Seli serius.

"Apapun yang terjadi aku harus bawa anak-anak pergi dari rumah itu, Sel." Layla menatap Seli dengan yakin, "aku gak mau anak-anak diasuh oleh wanita jalang itu," imbuhnya terdengar geram.

Bagaimana Layla tidak geram pada Hani. Dia tidak menyangka jika pegawai suaminya yang ia kasihi justru menikamnya dari belakang. 

Layla menghormati Hani sebagai teman lama Panji. Apalagi saat mendengar kesusahan hidup janda satu anak itu, hati Layla tergugah ingin selalu menolong Hani dan anaknya. Ternyata kebaikannya justru dimanfaatkan oleh Hani dan Panji.

BEDA ISTRI BEDA REZEKITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang