14. Syarat Dari Banyu

3.5K 364 26
                                    

"Eum ... Pak Banyu sudah dapat toko yang dicari?" Rasa tidak percaya membuat Panji mengulang omongan Banyu.

Banyu mengangguk pelan. "Iya,  yang lalu anak buah saya menemukan sebuah ruko yang sesuai dengan keinginan saya. Ketika saya cek ke lokasi. Saya sangat tertarik."

"Tapi ... waktu itu Anda bilang kalo saya harus berpikir matang-matang dulu. Kalo tiba-tiba saya berubah pikiran, Pak Banyu siap menerima," ujar Panji sedikit memprotes.

Banyu menatap pria di hadapannya. "Betul, tapi waktu itu saya juga berpesan agar jangan lama-lama berpikirnya bukan?"

"Iya saya ingat, tapi satu bulan yang lalu saya dan istri baru saja terkena musibah, Pak. Mobil kami serempetan, beruntung kami selamat. Makanya saya telat menghubungi Pak Banyu," tutur Panji membuat alasan.

Banyu menipiskan bibir. "Saya turut prihatin mendengarnya, tapi mohon maaf ... saya sudah dapat. Sekarang saja sedang proses balik nama."

Panji menggigit bibir. Sebenarnya dia malu jika harus mengemis. Namun, ia sudah terlanjur datang menghadap Banyu. Tekadnya pantang mundur. Tidak akan pulang dengan tangan kosong.

"Begini saja, Pak Banyu ... bagaimana kalo saya turunkan harganya? Sepuluh persen lebih murah dari harga yang saya tawarkan kemarin," bujuk Panji terus berusaha.

"Sekali lagi Anda terlambat, Pak Panji." Banyu sedikit menekan kata saat berbicara, "saat ini saya hanya butuh satu tempat usaha dulu. Jadi mohon maaf ... saya tidak bisa menerima penawaran Anda," ucapnya sembari menangkupkan kedua tangan.

Panji membasahi bibirnya guna membuang malu. "Walau pun sudah saya turunkan harga, Pak Banyu tetap menolak?"

Banyu mengiyakan dengan anggukan. 
"Kebetulan ruko yang saya beli terletak di daerah strategis. Dan beruntungnya harga yang ditawarkan pemilik juga tidak semahal yang saya kira."

Paparan panjang dari Banyu membuat Panji kian tidak ada harapan. Pria itu mendesah kecewa.

"Baiklah ... sepertinya Pak Banyu sudah tidak bisa diajak negosiasi," ujar Panji mulai terdengar kaku, "kalo begitu saya permisi."

Tanpa menunggu tanggapan dari Banyu, Panji bangkit berdiri. Pria menggapai pintu dengan gerakan cepat.

"Sial! Udah gue belain datang-datang ke sini, malah zonk!" gerutu Panji seraya menderap langkah, "gimana ini?" Dia pun mengeluh bingung.

Panji terus mengayunkan kaki. Ketika akan menuju pintu keluar, samar-samar dia melihat sosok yang familiar. Seorang wanita yang pernah menjadi teman hidupnya selama sepuluh tahun.

Layla datang bersama Seli. Wanita itu terlihat begitu anggun dengan pasmina hitam polosnya. Wajahnya juga tampak begitu bening. Serasa Panji bertemu dengan sosok Layla saat perawan dulu.

Bibir tipis Layla terlihat menyunggingkan senyum untuk Seli. Panji meneguk ludah. Dia merindukan bibir itu.

Bibir yang selalu melontarkan kata-kata lembut setiap harinya. Bibir yang selalu menyematkan namanya di setiap wanita itu berdoa. Dan bibir itu pula yang mampu menenangkan jika dirinya tengah dilanda kekalutan.

Langkah Layla dan Seli kian mendekat. Panji terus menatap wanita itu baik-baik. Menurutnya penampilan Layla kini terlihat begitu elegan. Sangat pantas jika disandingkan dengan Banyu.

BEDA ISTRI BEDA REZEKITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang