Bab 8 Rencana Seli

2.9K 257 8
                                    

Satpam itu terus menggeret Layla hingga keluar pintu gerbang.

"Sudah, Pak, sudah!" Seli memperingatkan.

"Ibu Layla kalo masih ngotot minta masuk, saya gak segan bawa Ibu ke kantor. Biar nanti diproses oleh polisi." Satpam tambun itu mengancam.

"La, udah ... sebaiknya kita pulang aja dulu, yuk!" Seli kembali mengajak, "kita cari solusinya di rumah dengan kepala dingin, okey?" bujuknya halus.

Layla yang masih tersedu hanya bisa mengangguk pasrah.

Seli lekas membimbing Layla pergi. Wanita itu membukakan pintu mobil untuk Layla. Setelah Layla masuk, Seli menutupnya.

Kaki Seli menderap cepat memutari mobil. Wanita itu masuk dan duduk di belakang setir. Setelah memakai safety belt, dia menjalankan mobilnya.

Sementara itu di teras, Panji memandang kepergian mobil Seli. Matanya terus mengawasi hingga kendaraan tersebut mulai tidak terlihat lagi. Pria itu menarik napas perlahan.

Kini tangannya merogoh kantong celana. Benda persegi berwarna hitam itu ambil. Jempol Panji mencari nomor kontak seseorang. Begitu dapat, dia langsung memencet nomor tersebut.

"Ya ... Nji," sahut suara pria di seberang begitu Panji menempatkan ponselnya pada telinga.

"Layla ternyata kabur ke rumahnya Seli," lapor Panji datar.

"Seli? Okey ... terus?"

"Ya lu awasi gerak-gerik bini gue." Panji menyahut cepat, "laporkan tiap detail apa yang ia lakukan. Gue butuh bahan buat ngalahin dia di pengadilan nanti, kalo dia jadi gugat gue."

"Siap! Tapi gue sekarang lagi butuh suntikan, Nji."

"Gampang ... abis ini gue transfer." Panji berjanji dengan serius, "yang penting elu kerja dengan baik."

"SiapBos."

"Yodah ... cepetan elu buntuti Layla!" titah Panji segera, "paling dia baru keluar dari kompleks rumah gue."

"Okey, Bos."

Panji memencet tombol merah pada layar ponselnya. Bibirnya berkedut miring.

"Aku akan bikin kamu menderita, La," tekad Panji dingin, "kamu udah berani melawan aku. Aku akan menggantung kamu, biar gak ada pria yang bisa dekatin kamu." Bibir Panji berkedut lagi.

*

Sementara itu di dalam mobil, Layla terus terisak. Bayangan Kenzi yang meronta dari dekapan sang ayah terus saja menari di maniknya. Belum lagi dia membayangkan betapa menderitanya Azriel.

Dari bayi Azriel tidak akan pernah bisa tidur, jika tidak dikeloni oleh Layla. Azriel tipe anak yang susah makan dan pemalu. Bahkan sama Bik Ijah saja, bocah itu tidak terlalu dekat. Hari-harinya harus terus menempel pada Layla.

"Sudah ... La. Sabar, ya," ujar Seli halus. Tangan kirinya menepuk pundak sang sahabat, sedangkan kanan fokus memegang setir.

"Aku gak bisa bayangin bagaimana menderitanya Ziel, Sel," isak Layla terus terguguk. "Anak itu baru berumur empat tahun. Masih terlalu kecil. Masih butuh kasih sayang seorang ibu."

BEDA ISTRI BEDA REZEKITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang