4. Tanggapan Banyu

4.1K 406 8
                                    

"Jadi saya ini adalah teman dekatnya mantan suami Layla." Panji memulai kisah bohongnya. "Kebetulan kami punya kemiripan nama. Sama-sama bernama Panji." Panji menjeda omongannya. Lelaki itu mengulum senyum.

Banyu yang sedikit penasaran diam mendengarkan. Dua tahun mengenal Layla, wanita itu sangat tertutup. Tidak banyak yang tahu tentang masa lalu Layla. Terutama tentang keluarganya.

"Teman saya yang bernama Panji itu sering bercerita, jika Layla istrinya adalah tipe wanita yang sangat sulit diatur dan terlalu keras kepala," terang Panji mulai melakukan fitnah.

"Oh ya?" sahut Banyu sedikit tidak percaya, "tapi selama kami berteman, menurut saya sikap Layla lumayan baik. Orangnya juga santun. Pembawaannya cukup tenang. Rasanya adem saja kalo ngobrol sama dia," puji Banyu kekaguman.

Hati Panji berdenyut keras mendengar Banyu begitu memuja sang mantan.

"Saya pun terkecoh dengan penampilannya," balas Panji tetap memprovokasi.

"Maksudnya gimana?"

"Di hadapan teman-teman suaminya, Layla memang pandai bersikap manis seperti itu. Saya saja gak percaya kalo bukan mantan suaminya yang bercerita sendiri," beber Panji mempengaruhi Banyu.

"Kalo dia orang yang baik, kenapa anak-anaknya gak ada yang mau ikut dia?"

Banyu mulai tertarik mendengar penuturan Panji.

"Teman saya bilang Layla itu tidak becus mengurus anak." Panji kembali membuat kebohongan, "dia beralasan sibuk dengan toko rotinya. Apalagi setelah tokonya dulu sukses, Layla jadi besar kepala. Suami dan anaknya begitu terbengkalai. Bahkan pernah minggat dari rumah dan menelantarkan anaknya yang masih kecil-kecil," tutur Panji berapi-api.

"Makanya saat sidang perceraiannya, dia tidak mendapatkan hak asuh anak serta harta gono-gini," pungkas Panji mengakhiri cerita.

Dia cukup puas melihat Banyu terbengong seperti itu. Panji merasa jika Banyu mulai ragu. Dalam hati dia berdoa agar pendirian Banyu untuk mendekati Layla goyah.

Banyu sendiri tengah menimbang-nimbang omongan Panji. Dia tidak percaya seratus persen perkataan pria di hadapan ini. Karena biasanya orang yang suka menjelek-jelekan orang lain adalah seorang yang berhati busuk dan pendendam.

Banyu menatap Panji dengan saksama. Jika pria di hadapannya ini seorang yang berhati busuk, maka lebih baik menghindar darinya. Lalu jika dia seorang pendendam, berarti ada masalah khusus antara Panji dengan Layla.

Jika hanya sekedar mendengar kisah Layla dari temannya, kenapa Panji bisa se-frontal ini menjelekan Layla? Dia bahkan lebih memilih membatalkan transaksi jika toko ini diberikan untuk Layla. Padahal jelas-jelas toko ini sudah tidak beroperasi selama dua tahun.

"Eum ... saya boleh menanyakan sesuatu?" izin Banyu tetap bersikap formal.

"Oh tentu, silakan." Panji mengangguk dengan percaya diri.

"Ini Anda serius membatalkan transaksi kita hanya dengan alasan yang ... sedikit tidak masuk akal?"

"Tidak masuk akal bagaimana?" Panji menyergah cepat.

"Pak Panji tidak ada sangkut pautnya dengan Layla dan mantan suaminya. Kenapa tiba-tiba membatalkan transaksi hanya karena mendengar toko ini akan saya hadiahkan untuk dia?"

Wajah Panji sontak kecut mendengar pertanyaan serius dari Banyu.

"Setahu saya Anda ingin segera menjual toko ini," imbuh Banyu masih menatap Panji dengan intens.

Panji sedikit berdeham untuk menata hati. "Saya sangat menjunjung rasa persahabatan. Dan ini merupakan salah satu bentuk perwujudan rasa kesetiaan kawanan saya terhadap teman saya," dalih berusaha tenang.

BEDA ISTRI BEDA REZEKITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang