19. Tak Sesuai Ekspektasi

41 4 0
                                    

Sesuai perkataan Rose, belakangan ini Scorpius tak lagi memunculkan diri dihadapannya. Saat mereka tak sengaja bertemu, Scorpius akan memilih untuk menghindar. Seperti tadi pagi, ketika mereka akan ke aula besar, Rose melihat Scorpius yang kebetulan juga menatap ke arahnya, namun buru-buru berpaling dan menjauh.

Seharusnya Rose senang akan hal itu. Tapi entah kenapa dia merasa ada yang kurang. Ada bagian dari dirinya yang menginginkan Scorpius untuk tetap mengganggunya. Sial, Rose benar-benar labil.

Dia menggeleng rusuh, berkali-kali mengingatkan dirinya sendiri bahwa apa yang dia lakukan sudah benar. Bahwa dia tidak menyukai Scorpius Malfoy. Rose menyandarkan tubuhnya ke kursi dan menghela napas pelan. Dia memijat pangkal hidungnya merasa lelah dan frustasi.

Belakangan ini dia merasa aneh. Dia sering memikirkan Scorpius bahkan sampai memimpikannya. Dia tidak tau kenapa. Apakah itu semua karena perasaan bersalahnya? Bahkan saat dia memejamkan mata sebentar, bayangan Malfoy sudah melintas dikepalanya.

'Iya, jadi jangan pernah muncul lagi dihadapanku'

Rose kembali menghela napas berat, apakah dia sangat jahat kepada Scorpius? Harusnya dia tidak sekejam itu. Perasaan bersalah menelusup masuk ke dalam hatinya. Tidak hanya saat ini, tapi dari hari itu, hari dimana dia dengan kasarnya menolak Scorpius.

Memikirkan Scorpius membuatnya sakit hati sekaligus geli. Tiba-tiba terlintas dikepalanya, 'Apa yang sedang dilakukan bocah Malfoy itu saat ini', 'Apakah dia sedang berlatih quidditch?', atau pertanyaan lain seperti, 'Apakah dia memikirkanku seperti aku yang saat ini tengah memikirkannya?'

Pertanyaan terakhir membuatnya terkesiap. Dia menggelengkan kepalanya, beraninya dia mempertanyakan hal itu dikepalanya setelah dia mengecewakan perasaan laki-laki itu.

'Dasar tidak tahu diri!'

Dia segera merapikan alat tulisnya, mengembalikan buku-buku ke tempat semula, dan melangkah keluar dari perpustakaan. Dia tidak ingin memikirkan Scorpius Malfoy dan menjilat lagi ludahnya sendiri.

☆☆☆

Harusnya Rose sadar, saat Lorcan mengatakan tentang rambut merah, dia bukanlah satu-satunya orang yang memilikinya. Setidaknya Lily Potter juga punya rambut yang sama dengannya!

Dan lihatlah dia sekarang, hanya terdiam beku melihat pemandangan didepannya. Ketika Lorcan Scamander, laki-laki yang selama ini disukainya tengah mendekatkan bibirnya kepada Lily, sepupunya.

Harusnya dia berteriak, memaki Lorcan dan menarik rambut Lily. Tapi kemudian dia sadar, 'Aku memang bukan siapa-siapanya'.

Ini bukan salah Lorcan. Hanya Rose saja yang terlalu percaya diri. Bukan juga salah Lily, sepupunya itu tidak tau tentang perasaan Rose. Jadi yang bisa dia lakukan hanya diam berdiri melihat ke arah dua orang itu yang tengah berciuman, tanpa menyadari kehadirannya.

Rose tidak akan pernah membenci Lily. Karena Lily tidak bersalah, jadi mungkin setelah ini dia akan berpura-pura terkejut tentang hubungan mereka. Memaksakan diri untuk tertawa bahagia dan memberikan ucapan selamat terbaiknya.

Dia masih larut memikirkan segala hal yang berkecamuk dikepalanya, sebelum sebuah suara menyadarkan.

"Terkejut, Weasel?"

Itu adalah Malfoy. Orang yang selama ini dia hindari, sekaligus dia pikirkan. Scorpius menggeleng pelan, melipat kedua tangannya di depan dada. Dia menatap Rose datar.

"Kenapa tidak kau hampiri mereka dan ucapkan selamat?"

Dia tidak mampu membalas perkataan Scorpius. Tenggorokannya tercekat, dan akhirnya dia hanya diam. Sementara Scorpius berjalan semakin mendekatinya, memutarinya dengan perlahan, dan berakhir merangkulnya erat. Bukan rangkulan yang menyenangkan, tentunya.

Scorpius mendekatkan bibirnya ke telinga Rose, dan berbisik lirih, "Ah, tentu tidak bisa. Karena semuanya tidak berjalan sesuai keinginanmu"

Rose memejamkan matanya erat, air mata yang berusaha dia tahan mati-matian sedari tadi akhirnya luruh. Dia benci semuanya! Dia benci dirinya sendiri yang terlalu berharap lebih. Dia menyentak kasar tangan Scorpius dan tanpa kata berlari pergi meninggalkannya.

Kenapa disaat seperti ini, kehadiran laki-laki itu justru membuatnya semakin rapuh?

Your Love Isn't HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang