05 II LATER

17 0 0
                                    

- Rumah tidak selalu menjadi tempat ternyaman. Namun, rumah akan selalu menjadi tempat terbaik untuk pulang.

---------

------

Sesampai dirumah besar itu, Nara menghela napas nya pelan. Jantungnya berdesir kencang lebih cepat desiran ombak laut. Tidak dipungkiri sekarang Nara sangat gugup, Ia sangat yakin pasti Papa nya sudah menghadangnya didalam sana.

Nara menghembuskan nafasnya pelan, dan mengumpulkan keberanian untuk membuka gagang pintu didepan rumah itu. Kedua matanya menelisik keseluruh ruangan, dan disana tidak ada tanda-tanda bahwa ada orang di rumah itu.

Nara mengendap pelan untuk masuk kedalam rumahnya, dan perlahan menutup pintu besar itu. Hatinya merasa lega, jika Raffan tidak menunggunya di ruang tamu.

Nara segera menaiki anak tangga, namun suara berat dibelakangnya membuat seluruh tubuhnya kaku. Nara meringis pelan.

"Habis darimana?"

Nara menoleh ke belakang hati-hati, pasti Papanya itu selalu 'menangkapnya basah'. Nara menghela nafasnya, menetralisir rasa gugupnya saat ini. Terdapat seorang Pria didepannya dengan tangan yang terlipat didada, mata tajamnya terlihat seolah-olah menginterogasi.

Nara menyimpulkan Pria paruh baya didepannya ini sedang marah. Tidak lupa dengan Wanita cantik disamping Raffan dengan wajah sangat amat khawatir.

Rerin spontan memeluk Nara erat, melampiaskan kecemasannya ke anak angkat nya itu. Walaupun begitu, Nara tidak menganggapnya sebagai Ibu. Karena Rerin mengerti, Nara perlu waktu untuk menerimanya.

"Kamu darimana aja, sayang?" tanya Rerin lirih.

Nara yang merasa dipeluk oleh Mama tirinya itu sontak menghindarinya secara kasar.

"Jangan sentuh gue! Najis." bentak Nara keras. Kebiasaannya memberontak kepada kedua Orang tuanya sudah menjadi hal yang biasa bagi dirinya --- Nara.

"NARA !!! KAMU YANG SOPAN SAMA MAMA KAMU !!! Udah berkali-kali Papa bilangin kamu kenapa keras kepala?!" 

Nara mengalihkan pandangan nya dari sepasang orang itu. Toh, Nara berbicara soal itupun tidak akan merubah rasa bencinya kepada Rerin. 

Melihat tidak ada jawaban dari Anak sulungnya itu, Raffan memejamkan mata sambil menghela napas berat. Wajahnya seketika memerah dan rahangnya mengeras. Pria itu membuka perlahan matanya dan menatap kembali Nara dengan dahi yang mengerut semakin dalam.

"Satu hal lagi, kenapa kamu telat pulang?"

Nara tersenyum hambar, sejak kapan Papa nya peduli dengannya? Bahkan, untuk bertanya soal keadaan nya sekarang ini saja tidak pernah. 

"Apa peduli Papa?"

Terlihat Raffan mengepalkan tangannya kuat, "Kamu dibiarin makin ngelunjak, Nara!!! Siapa yang ngajarin kamu jadi suka ngelawan gini?!" Tanya Raffan emosi.

Lagi-lagi Nara tersenyum sinis, 

"Ngajarin? Papa yang bikin aku kayak gini!!! Papa terus bela-belain dia dibanding aku selaku anak Papa!!! Iya, Nara tau Pa... Nara kan anak sebutir debu doang, makan minum-makan minum, numpang minggat hidup dirumah ini! Kasih sayang aja Nara gabisa dapet dari Papa, karena cewek ini kan? karena cewek ini juga yang bikin Papa berubah!!! " Kata Nara pedas, seraya menunjuk Rerin.

"NARA!!! OMONGAN KAMU DIJAGA!!! PAPA NGGAK SUKA KAMU NGOMONG BEGITU!!!" Raffan tidak kalah emosional dari Nara sangat jelas dada nya mengembang-mengempis, dan wajahnya sangat merah. Bahkan kini di kedua pelipisnya timbul segaris urat yang sangat jelas.

Keadaan menjadi tegang dan menghening untuk sesaat.

Rerin mengusap punggung Raffan pelan, "Pa, udah..."

Tak Nara sadari, air matanya sudah jatuh sedari tadi dan menyeka air matanya kasar. Nara adalah Gadis yang kuat, Bahkan kekuatan membuatnya bertahan sampai saat ini. 

"PAPA NGGAK PERNAH NGERTI SAMA NARA!!! BAHKAN SEKALIPUN NGGAK PAHAM AKU!!! PAPA CUMAN SAYANG SAMA ANAK PERTAMA PAPA, KAPAN AKU JUGA BEGITU PA?!"

Nara melonjakkan kakinya dan pergi ke kamarnya, menghiraukan Raffan yang sedang memanggilnya keras dibawah sana.

Tanpa semua orang sadari, ada sepasang mata yang memerhatikan mereka sedari tadi diujung sana, Adel.

---------

Nara membanting pintu kamarnya keras. Dan melempar tas nya sembarangan secara kasar.

Nara duduk ditepi jendela kamarnya, Menatap langit malam yang bertabur bintang cantik yang sedang kerlap-kerlip diatas sana. 

Termasuk Mayara Andelline, Ibu kandung Nara yang sangat Nara sayangi. 

Nara yakin pasti Mamanya tahu keadaan nya sekarang ini, dan memperhatikannya setiap waktu.

Matanya pedih menatap langit diatas sana, Matanya tidak berbohong bawa ia sedang sangat merindukan sosok ibu yang telah membuatnya kuat sampai saat ini. Alasan Nara kuat sampai sekarang adalah Mamanya, hanya Mamanya seorang.

"Mama, Nara kangen..." 

Gadis cantik itu terisak sembari menekuk lutut nya, 

"Nara capek."

"Nara capek banget."

"Nara pengen hidup bahagia kayak orang lain, Ma..."

- Terkadang, ketika seseorang hilang, seluruh dunia seperti terpuruk. -

Begitulah gambaran perasaan Nara saat ini, ketika kehilangan sosok yang sangat berharga dan titik terkuatnya  dalam hidupnya selama ini. 

Hancur.


LATERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang