Hazel baru pulang dari rumah sakit beberapa jam lalu setelah 3 hari di opname. Sekarang anak itu hendak tidur tapi mau di gendong punggung oleh sang ayah.
"Nggak mau!"
Hazel menyembunyikan wajahnya di punggung Artur dengan tangan yang melingkar di leher sang ayah saat Clarisaa datang membawa obat yang sudah digerus.
"Ayo, sayang.. Minum obatnya."
"Nggak mau, Hazel udah sembuh bunda!"
"Badan kamu masih hangat, dokter juga nyuruh minum obatnya sampai habis. Ayo minum."
Hazel menggeleng, menggerakan kakinya brutal di gendongan Artur membuat Artur terombang-ambing.
"Leher ayah kamu cekek, nak." ucap Artur ketika merasakan pelukan Hazel di lehernya mengerat.
Hazel tenang, tapi ia semakin menyembunyikan wajahnya di punggung sang ayah. Clarisaa menghela nafas dengan tangan kiri yang berada di pinggang dan tangan kanan yang masih memegang sendok obat.
"Jangan bikin bunda marah, Sky. Mau liat bunda nya marah? Mau sekolahnya di rumah lagi?" ucapnya sambil menatap sang anak yang menciut di gendongan Artur.
"Obatnya pait." cicit Hazel.
"Pait, sayang. Namanya juga obat, minum obatnya nanti ayah beliin game baru. Mau?" ucap Artur.
"Mau, tapi—"
"Nggak ada." tegas Clarisaa, ia menatap Hazel lalu berucap. "Namanya sakit nggak enak karena harus minum obat, mau minum obat secara baik-baik apa mau bunda cekokin lagi?" ucapnya, ia beralih menatap tajam Artur. "Kamu juga, jangan biasain ngerayu Hazel pake barang supaya anaknya mau minum obatnya. Nggak baik, ayah."
"Matur suwun, ndoro." ucap pelan Artur sambil menundukan kepalanya, di gendongan nya, Hazel terlihat menahan tangis.
"Jangan buat bunda marah, minum obat abis itu tidur." Clarisaa memaksa Hazel membuka mulut lalu memasukan obat itu.
Ia sendiri tak tega, tapi Hazel tidak akan meminum obatnya kalau tidak di paksa. Setelah meminum obat, ia kembali mengecek berapa suhu tubuh sang anak. 37°, syukurlah sudah turun.
Setelah minum obat yang super pahit itu, Hazel akhirnya tertidur. Pipinya tertekan punggung Artur membuat mulutnya sedikit terbuka. Keduanya beranjak ke kamar Hazel dan Clarisaa membantu sang suami untuk menidurkan anaknya di kasur.
Kamar Hazel itu minimalis dengan cat berwarna putih pucat dan kamar mandi serta toilet di dalamnya. Ada juga TV led berukuran besar yang menempel di dinding, rak buku mini dan meja belajar serta dua lemari untuk baju yang di gantung dan tidak. Kasur yang juga berukuran besar dengan meja kecil di samping tempat menyimpan lampu tidur dan beberapa barang kecil lainnya.
Clarisaa dan Artur mencium kening Hazel bergantian lalu menatap anak mereka yang sedang tertidur, posisi Artur memeluk Clarisaa dari belakang.
"Anakmu, ayah. Nakalnya nggak ada lawan, udah cape nangis baru tidur."
Artur terkekeh, memang benar. Terkadang ia dan Clarisaa sangat kewalahan menjaga Hazel. Anak semata wayangnya itu nakal, tapi cengeng dan manja.
"Namanya anak-anak, bunda."
Clarisaa berdehem, ia dan Artur lalu ke luar kamar tak lupa mengganti lampu terang itu menggunakan lampu tidur- juga menghidupkan instrumen piano lembut dari kotak musik agar Hazel tidur dengan nyenyak.
3 hari kemudian suhu tubuh Hazel sudah kembali normal, sekarang jam 10 pagi dan anak itu baru bangun tidur. Tak lama Clarisaa datang dan sudah rapi dengan dress selutut dan tas selempang putih yang menggantung di bahunya.
Clarisaaa tersenyum melihat anak semata wayangnya sudah bangun dan sedang duduk di kasur, mengumpulkan nyawa. Ia lalu membantu Hazel bangun dan membawa nya ke ruang makan.
Di ruang makan sudah ada Artur, sepertinya mereka telat bangun hari ini. Clarisaa mendudukan Hazel lalu menaruh air putih hangat di depan sang anak.
"Sekarang dengerin bunda raja dan pangeran ku. Bunda ada arisan hari ini. Hazel sama ayah jangan kemana-mana, diam aja di rumah. Oke?"
Artur dan Hazel mengangguk, Clarisaa lalu kembali melanjutkan kalimatnya.
"Cemilan udah bunda siapan di meja ruang keluarga. Jangan ada yang makan ciki di kulkas. Ingat. Makan siang udah bunda siapin tinggal di panasin aja nanti, jangan lupa ayah."
Artur kembali mengangguk.
"Bunda juga udah siapin air hangat buat Hazel mandi, Hazel mandinya nggak boleh lebih dari sepuluh menit. Nggak ada acara main bebek-bebekan apalagi rendeman di bathup. Ngerti, Sky?"
Hazel mengangguk pelan dengan mata yang setengah terbuka.
"Ayah juga, awasin anaknya. Jangan kelamaan di air nanti dia demam lagi. Jangan ajak Hazel yang nggak-nggak, jangan lewatin makan siang dan jangan banyak makan ciki apalagi es. Bunda taruh coklat di kulkas, ayah boleh makan dua bungkus dan Hazel cuma boleh makan satu. Awas kalo langgar, bunda udah tau semuanya ada berapa termasuk ciki sama es yang ada di kulkas. Ngerti?"
Hazel kembali mengangguk sedangkan Artur mengajukan protes.
"Bun, kan bunda cuma pergi sebentar. Hazel emang nggak boleh makan ciki sama es, tapi ayah boleh kan?"
"Kalo Hazel nggak berati ayah juga nggak."
Artur memasang wajah lesu lalu menatap Hazel yang masih terkantuk-kantuk, ia membawa kepala sang anak untuk di peluk takut kepala itu menghantam kaca meja makan. Clarisaa dan Artur lalu saling kecup di kening, Clarisaa juga mengecup kening Hazel dan berjalan ke luar.
"Inget ayah, jagain Hazel."
"Iya, bunda. Anak beruang ayah udah jinak." kekeh Artur sambil memainkan pipi gemuk Hazel.
.
.
.
To be continued
a/n : tadinya nggak niat buat update, berhubung lagi gabut jadi ya update aja ehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Keluarga Bahagia
FanfictionA family Journey, Artur dan Clarisaa beserta Hazel, anak tunggal mereka. Daily Life Mini series Fluffy without konflik! Park couple ft. Taehyung 8th Book; Completed.