Hari ini Hazel akan kembali sekolah setelah izin selama seminggu lebih. Sepulangnya dari Surabaya, ia kembali demam karena terlalu banyak terkena angin malam.
"Bunda, kaos kaki Hazel hilang satu!"
"Kalo ngomong sama orang tuanya turun Sky. Jangan teriak-teriak, suara kamu udah serak gitu masih aja teriak-teriak?!"
Clarisaa menyahut dari dapur. Hazel lalu berlari menuruni tangga membuat Clarisaa yang akan menghampiri anaknya memekik.
"Hazel! Jalannya biasa aja bisa kan? Kamu pake kaos kaki, licin. Kalo kepeleset gimana? Mau bikin bundanya serangan jantung?"
Di tiga anak tangga terakhir Hazel memelankan pacuannya. Clarisaa menatap anak semata wayangnya marah, jantungnya dibuat hampir melompat dari tempat melihat bagaimana anak itu menuruni tangga. Apalagi tangga mereka terbuat dari lantai marmer yang cukup licin, di tambah Hazel sedang memakai kaos kaki.
"Maaf buna." cicitnya.
Clarisaa menggelengkan kepala, ia lalu membawa sang anak untuk duduk disofa dan menyamakan tubuhnya lalu memakaikan kaos kaki satunya.
"Hari ini bunda kasih uang jajan, uang yang minggu kemarin masih ada apa udah habis?"
Hazel tersenyum lalu mengambil tempat pensil ditas sekolahnya, ia memperlihatkan uang 300 ribu.
"Masih ada."
Clarisaa tersenyum, ia merogoh kantung celananya lalu memberikan beberapa lembar rupiah berwarna merah.
"Ini dari bunda sama ayah. Inget, jajan yang sehat dan beli yang perlu. Bunda harus tau Hazel beli sama jajan apa, ngerti?"
Hazel mengangguk, ia mengambil uang cas dengan nominal satu juta dua ratus itu dan memasukannya ke dalam kotak pensil. "Ngerti."
Clarisaa tersenyum lalu mencium pucuk kepala dan pipi sang anak.
"Jagoan, ayo jagoan. Ayah udah mau berangkat, udah telat nanti kantornya ditutup."
Hazel terkekeh mendengar suara sang ayah, kantor ditutup katanya. Orang gedung perusahaan itu milik Artur. Keduanya lalu keluar dan menghampiri mobil yang sudah terparkir rapi. Clarisaa memperhatikan dengan cermat jika suami dan anaknya sudah memakai sabuk pengaman dengan benar.
"Inget ayah, kecepatan rata-rata dijalan 60 Km/Jam. Jangan melebihi batas, ngerti?"
"Siap, ngerti ndoro."
Hazel terkekeh geli sedangkan Clarisaa mendelik tak suka, Artur seakan meledeknya. Ia lalu membiarkan mobil yang suami dan anaknya tumpangi melaju meninggalkan kawasan rumah.
Tak lama pembantunya datang memberi tau kalau orang dari salon sudah datang. Clarisaa hampir lupa kalau hari ini ia ada janji akan home service kecantikan untuk melakukan menicure dan pedicure.
•••
Kelas bahasa Jerman,
Sekarang Hazel sedang berada dikelas bahasa Jerman. Ia duduk disebelah Satria yang asik mengobrol dengan Sam, dibelakang. Entah apa yang dua pemuda itu obrolkan tapi Hazel tidak mau nimbrung. Karena kata bunda, kalau kelas sedang berlangsung ia harus duduk tenang mendengarkan guru. Itu adalah ciri murid yang baik, katanya.
"Also, Satria und Sam.. Kannst du nochmal eklaren, was ich gerade eklart habe? (Jadi, Satria dan Sam.. Bisa kembali jelaskan apa yang saya bicarakan?)"
Hening, sepertinya Satria dan Sam belum menyadari kalau Mr. Hall berbicara pada mereka. Melihat itu Hazel mengangkat tangannya.
"Kann ich einfach, Sir? (Bisakah saya saja, pak?)"
Mr. Hall tersenyum lalu menggeleng. Ia menghampiri bangku mereka lalu menjewer main-main kuping Satria dan Sam.
"Woruber redest du? Mein kurs ist in arbeit. (Apa yang kalian bicarakan? Kelas saya sedang berlangsung.)"
Satria dan Sam memekik kaget lalu setelahnya ciut.
"U-uh?! S-sorry, Mr."
"Germany language." koreksi Mr. Hall.
"Verzeihung, Mr. (Maaf, pak)"
Mr. Hall yang notabenya guru baik tersenyum dan mengangguk, ia menepuk lembut kepala Satria dan Sam lalu memerintahkan mereka untuk fokus pada kelasnya.
"Untung Mr. Hall baik, gimana kalo tadi kelasnya Mrs. Ann? Bisa ilang satu poin kita." desah Sam yang diangguki Satria.
"Kata bunda, kalo dikelas jangan ngobrol. Nanti ilmu nya masuk ke kuping kanan keluar kuping kiri." ucap Hazel menasehati.
Satria dan Sam menatap Hazel lalu mengusak gemas rambut fluffy itu. "Iya, lo kan good boy. Kalo kita bad boy."
Hazel terkekeh membuat mereka melanjutkan langkah, ini sudah waktunya pulang omong-omong.
"Eh, jadikan main sama bang Yugi?"
"Jadi, tadi bang Yugi bilang suruh kumpul ditempat biasa."
"Main kemana? Hazel boleh ikut?"
Keduanya menatap Hazel ragu, ragu apakah anak itu akan diizinkan oleh Clarisaa dan Artur. Tak lama mobil Audy hitam berhenti didepan gerbang sekolah, itu Clarisaa yang langsung menghampiri sang anak.
Satria dan Sam menatap Clarisaa, wajah itu lembut dan sangat cantik. Sam sedikit tak percaya kalau wanita ini sudah mempunyai anak, pasalnya wajahnya mirip seperti remaja berusia 20 tahun, sama seperti kakak perempuannya. Dan tidak ada unsur kegalakan sama sekali.
"Hai, sayang."
Hazel tersenyum lalu memeluk sang bunda, Clarisaa lantas mengecup dan mengusap rambut sang anak.
"Bunda, ini Sam sama Satria temennya Hazel."
Clarisaa melirik dua pemuda lainnya lalu tersenyum hangat. "Hai, nama tante Clarisaa, bundanya Hazel."
Sam dan Satria yang tadinya sedikit takut malah jadi semangat mengenalkan diri. Mungkin bang Yugi membual kalau Clarisaa itu galak.
"Saya Sam, tante. Anaknya mamah dan papah, cucunya kakek dan nenek." ucap Sam sambil tersenyum lebar.
"Kalau saya Satria, orang korea tapi jawa ne medok." timpal Satria.
Clarisaa terkekeh kecil, ia lalu mengajak Sam dan Satria pulang bersama tetapi mereka menolak karena akan main. Dan disini rengekan Hazel dimulai. Clarisaa tadinya berfikir terlebih dahulu, lalu ia mengizinkan tetapi Hazel harus pulang untuk ganti baju dan makan terlebih dahulu.
"Nanti bang Yugi jemput ke rumah lo. Dia laki-laki dengan kulit seputih air tajin dan sikap sedingin air hujan. Tapi tenang aja, aslinya dia sehangat air pipis!"
Satria sedikit berteriak karena Hazel sudah menaiki mobil. Hazel tertawa di dalam mobil sedangkan Clarisaa menggelengkan kepala. Sepertinya ia harus menjauhkan Hazel dari anak-anak itu?
.
.
.
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Keluarga Bahagia
FanfictionA family Journey, Artur dan Clarisaa beserta Hazel, anak tunggal mereka. Daily Life Mini series Fluffy without konflik! Park couple ft. Taehyung 8th Book; Completed.