Clarisaa duduk di bangku ayunan yang terbuat dari rotan di halaman depan rumah. Di samping ayunan itu ada meja yang juga terbuat dari rotan dan di atasnya tersimpan secangkir teh bunga mewar, kue kering, majalah dan ponsel.
Clarisaa tak membaca majalah, ia sedang memperhatikan sang anak yang diam di depan gerbang dengan wajah yang menempel pada gerbang hitam yang tertutup rapat itu.
Anak itu— Hazel sedang menunggu Yugi yang katanya akan menjemputnya untuk bermain. Sekarang jam 3 sore, Hazel sudah mandi dan tentunya wangi minyak telon. Clarisaa memperhatikan dengan intens, anaknya ia pakaikan baju putih polos lengan panjang yang hampir menutupi jari-jarinya, celana training yang juga menutupi mata kaki dan sendal selop hitam.
Clarisaa terkekeh karena Hazel terlihat mengharapkan Yugi datang. Ia lalu menghampiri sang anak dan mengusap lembut bahunya.
"Kalo bang Yugi nya gak datang, main di dalam aja sama bunda, heum?"
Hazel menatap Clarisaa lalu menggeleng, baru ia akan menjawab tapi bunyi lonceng sepeda menghentikannya. Keduanya menatap arah luar gerbang, ada remaja laki-laki dengan kulit seputih air tajin seperti yang Satria bilang.
"Bang Yugi?"
Orang itu tersenyum kecil lalu mengangguk, Hazel dengan semangat membuka gerbang dan berlari ke luar.
"Tunggu, sayang." Clarisaa mengejar sang anak, ia melihat ada boncengan di belakang sepeda yang Yugi bawa.
"Halo tante." sapa Yugi.
Clarisaa tersenyum. "Halo, Yugi mau bonceng Hazel di belakang?"
"Iya, tante jangan takut. Saya udah pro." jawab Yugi membuat Clarisaa tersenyum, Yugi lalu menyuruh Hazel duduk di belakang dan berpegangan pada pinggangnya.
"Hati-hati ya, jangan kebut-kabutan." ucap Clarisaa, ia sebenarnya ragu— tapi sudah lah. Sekali-sekali, karena semenjak pindah ke komplek ini, Hazel selalu ia kurung di rumah.
"Siap, kita berangkat ya tante."
"Hazel main dulu, bunda."
"Iya, senang-senang ya, sayang."
Ternyata tempat main Yugi and the genk berada di taman yang sudah tak terpakai. Mereka merombak tempat itu dan menjadikan tongkrongan pribadi, mereka juga membangun rumah pohon yang kokok dan besar. Tentu saja mendapat suntikan dana dari orang tua masing-masing.
"Wah~"
Sedari masuk rumah pohon Hazel berdecak kagum, tak bisa di bohongi ia juga takut ketinggian. Mereka lalu mengeluarkan berbagai jenis makanan yang mereka bawa. Clarisaa memasukan beberapa ciki, coklat dan minuman soft drink ke totebag yang Hazel bawa. Tapi ia berpesan pada Yugi untuk tidak mengizinkan Hazel memakannya. Jadi snack tadi Clarisaa suruh bagi-bagi saja dan ia membuat nasi kotak bento untuk sang anak.
"Prasmanan!" pekik Satria senang.
Yugi menyimpan kotak bento di depan Hazel, tapi tatapan Hazel memandang minat spicy chicken wings yang Jin bawa.
Omong-omong di sini aja 7 orang. Jin selaku yang tertua, Yugi si manusia es, Namu yang paling pintar, Hobi orang yang paling ceria, Satria yang tidak terlalu tinggi, Sam yang termuda dan Hazel yang utama.
Jin terkekeh lalu menaruh chicken wings yang tidak pedas di kotak bento Hazel. "Hazel gak boleh makan pedes kan? Jadi makannya yang original aja ya."
Hazel tersenyum lalu mengangguk. "Makasih, abang." jawabnya membuat Jin mengusap surai anak itu.
Jin dan yang lain adalah siswa kelas 12, berbeda beberapa tahun dengan Hazel, Satria dan Sam yang masih JHS. Mereka satu sekolah karena Andromeda School mempunyai tingkatan dari Sekolah Dasar sampai akhir.
"Woey! Gwe mwu mie nya dung!"
Jin memukul tangan Sam yang hendak mencomot spageti yang masih utuh. "Makan dulu makanan lo, Sam."
Sam langsung menghabiskan makanan yang ada didepannya lalu mulai memakan spagetti. "Mie carebonara emang the best." ucapnya sebelum melahan besar-besar mie dengan susu dan lelehan keju itu.
Hobi menggelengkan kepala. "Nggak bisa estetik apa makannya? Liat gue nih—"
"Halah, estetik estetik. Yang penting makan." timpal Namu.
"Bener tuh kata bang Namu." ucap Satria membuat Hobi mendengus pelan.
Beberapa waktu setelah mereka makan, yang mereka lakukan hanya diam sambil bermain ponsel. Beda dengan Namu yang sedang membaca komik superhero. Jika yang lain sedang bermain ponsel, tidak dengan Hazel yang sedang memperhatikan game yang sedang Sam dan Satria mainkan. Melihat itu Yugi menghampiri Hazel dan bertanya.
"Nggak bawa handphone?"
Hazel menggeleng.
"Kenapa?"
"Hazel gak punya handphone."
Oke,
Mereka menghentikan kegiatan mereka dan menatap tak percaya sang empu. Zaman sekarang tidak punya ponsel? Mungkin terdengar seperti tidak mungkin anak-anak milenial seperti Hazel tidak mempunyai ponsel.
"Jangan bercanda." ucap Sam.
"Hazel gak punya handphone. Kata bunda nanti aja kalo udah 18 tahun, hihi."
Mereka melongo.
"Uhm." dehem Jin. "Terus Hazel di rumah nggak main game? Atau yang lain gitu?"
"Main, Hazel punya tab sama overwatch." jawabnya, melihat wajah penasaran mereka Hazel kembali melanjutkan.
"Boleh main game satu jam satu hari. Kalo Hazel mau main overwatch sama game lain, bunda izinin kalo Hazel udah kerjain pr. Kata bunda jangan kebanyakan liat handphone, nanti matanya rusak. Jadi bunda sering ajak Hazel main ke taman."
Mereka mengangguk mengerti, pantas saja kehidupan Hazel terlihat sangat tertata rapi. Orang tuanya sangat memperhatikan anak mereka.
Namu tersenyum lalu mengusap surai anak itu. "Bagus, jangan pegang hp dulu. Hazel tau kan hp bakal jadi candu kalo kita mainin sekali. Dan lagi, lo masih kecil. Nanti dampak negatif yang didapet."
Hazel tersenyum, sedangkan Yugi berdecih. "Bilang itu sama diri lo sendiri yang suka nonton b*kep di hp." ucapnya membuat mereka tertawa sedangkan Namu mencabik kesal.
"Apa salahnya memberi pengertian?" gumamnya.
.
.
.
To be continued
a/n : update malam-malam yang aku yakini kalian sudah bobo. But it's okay, good night and happy nice dream 💖
KAMU SEDANG MEMBACA
Keluarga Bahagia
FanfictionA family Journey, Artur dan Clarisaa beserta Hazel, anak tunggal mereka. Daily Life Mini series Fluffy without konflik! Park couple ft. Taehyung 8th Book; Completed.