***"Lava?"
Janu memastikan bahwa gadis yang kini di depannya adalah Lavanya Juli. Dia sedikit mengangkat alis ketika gadis itu maju selangkah ke arahnya.
"Kenapa kaget gitu lihat gue?"
"Jadi beneran kamu ya."
"Terus kenapa?" ulang Lava. Mungkin saat ini Janu heran dengan sosoknya yang berada di rumah sakit.
Pemuda itu hanya mengedikkan bahunya. "Gak ada apa-apa, aku cuma gak nyangka aja kamu bisa di sini."
"Kalau gitu lo ngapain ke sini? Jenguk orang?" tebak Lava membuat sang empu mengangguk.
Baru saja mulut Janu ingin terbuka, seseorang keluar dari pintu yang berada di belakang Lava. Keduanya pun lantas mengalihkan tatapan ke arah sana.
"Lava, kamu jangan sering absen lagi ya. Inget kalau sekarang kamu harus lebih rajin buat terapi," ungkap dokter di sampingnya seraya menyentil pelan dahi gadis itu hingga meringis. Janu hanya terdiam memerhatikan aksinya.
"I-iya, Dok. Aku tahu."
"Awas ya! Kalau gak dateng lagi aku telpon orang tua kamu!" sentak dokter itu.
Lava mendengus karena sekarang dia harus dihadapkan dengan pernyataan tersebut. Ditambah lagi, Janu pasti akan penasaran apa maksud perkataannya. Lava tidak suka jika ada orang yang melihat dirinya di sini hingga menimbulkan rasa penasaran.
Tapi ternyata, Janu orang pertama yang bertemu dengannya. Lava hanya berharap dia bukan cowok yang ingin tahu urusan orang lain.
"Kak Sisil, Jangan ngomong di depan temenku dong. Aku nanti bingung harus jawab apa kalau dia tanya. Kan Kakak tahu sendiri aku ini gak suka ada orang yang tahu," bisik Lava berbalik pada wanita bernama Sisil itu.
Lalu kemudian, Sisil melirik pemuda yang dimaksud Lava tadi. Dia melihat dengan pandangan dari bawah sampai ke atas, membuat Janu yang ditatap seperti itu sedikit risih.
"Ah, maaf. Saya ganggu pembicaraan kalian ya?"
Janu lantas menggeleng cepat. "Gak, dok. Saya kebetulan cuma gak sengaja ketemu Lava di sini. Jadi tadi kita saling sapa."
"Hahaha, iya dok. Kita itu cuma gak sengaja ketemu," timpal Lava dengan senyum paksa.
Melihat isyarat dari Lava membuat wanita itu tersenyum seraya menggeleng kepala tidak percaya. Lava sangat ingin mengusirnya karena laki-laki di depannya ini.
"Yaudah, kalau gitu saya duluan. Kalian jangan macem-macem di sini ya," titah Sisil segera berbalik meninggalkan kedua remaja itu. Lava dibuat melotot mendengarnya.
"Ka---Dok! Saya sama dia cuma temen doang!" Lava berseru dan hampir saja meneriaki nama asli kakak tersebut.
"Iya tahu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Takut Mencintai
Fanfiction"Kamu gak punya malu, ya?" Laki-laki berbadan tinggi itu menatap risih pada seorang perempuan di hadapannya. Sedangkan sang empu, dia semakin menampilkan lesung pipinya, tersenyum manis pada si Janu-nama laki-laki tersebut. "Tapi gue suka gangguin...