Janu pamit terlebih dahulu pada temannya, Dewi. Sejak tadi dia hanya mampu menjawab pertanyaan seadanya. Mereka pun mengerjakan tugas itu dengan cepat karena tidak ada hal yang mau dibicarakan lagi.Sedangkan Dewi, gadis itu seperti menahan sesuatu yang ingin dibicarakannya. Dia menoleh pada punggung Janu di depan pintu masuk cafe.
"Janu!"
Pemuda itu lantas balik menatapnya. "Ya?"
"A—–aku boleh minta nomor kamu gak?" tanya Dewi ragu.
Janu sedikit mengernyit. "Bukannya kita udah selesai tugasnya? Buat apa kamu minta emangnya?"
"Yah, aku cuma ingin dekat sama kamu. Kalau boleh," ucap Dewi pelan.
"Maaf lain kali aja ya, aku pergi dulu." Cowok itu langsung menolaknya. Meninggalkan Dewi sendiri.
Ada yang tidak beres dengan Janu semenjak dia datang bersama gadis itu. Entah kenapa pikirannya langsung teringat sosok Lava di sekolah tadi. Janu merasa bersalah karena telah bersikap kasar padanya.
"Kenapa aku jadi peduli sama dia."
Janu menghela napas seraya menaiki motornya. Dia pun segera menjalankannya keluar dari area parkiran cafe tersebut.
***
Lava terdiam memandangi jalanan dari jendela mobil milik Leo. Tadi saat pulang, cowok itu hendak mengajaknya untuk mengerjakan tugas secepatnya.
"Lo kalau gitu terus kaca mobilnya bisa ikutan sedih juga," sahut Leo yang tadi sempat meliriknya.
Lava menarik napas dan menghembuskannya perlahan. "Janu kenapa ya jadi cuekin gue."
"Gak ada ucapan selain Janu apa ya lo dari tadi?"
"Gue kenapa suka sama dia sih."
"Mulai lagi," pasrah Leo setelah mendengar gadis itu kembali bergumam tidak jelas.
Lava pun tidak menghiraukan ucapannya. Dia mengecek ponselnya yang sama sekali tidak ada balasan. Lagi-lagi, Lava cemberut karena itu.
"Gue boleh tanya sesuatu sama lo gak sih?"
Gadis itu menoleh. "Apa?" tanyanya balik.
"Sejak kapan lo mulai suka sama Janu? Perasaan ya, lo itu ketemu dia gak lama. Masa sih ada orang yang langsung kena jatuh cinta pada pandangan pertama," kilah Leo sambil melirik ke arahnya.
Namun yang dia lihat dari tatapan gadis itu, mungkin kenyataannya memang benar ada.
"Jadi, cinta pertama nih?"
Lava mengangguk. "Lo tahu, semenjak ada cowok yang kerja di supermarket deket rumah gue. Awalnya gue gak penasaran, tapi waktu itu Mama bilang ada cowok baik di sana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Takut Mencintai
Fanfiction"Kamu gak punya malu, ya?" Laki-laki berbadan tinggi itu menatap risih pada seorang perempuan di hadapannya. Sedangkan sang empu, dia semakin menampilkan lesung pipinya, tersenyum manis pada si Janu-nama laki-laki tersebut. "Tapi gue suka gangguin...