4

34.6K 4.9K 971
                                    

Vote dulu sebelum baca, kak:3

Rakha masuk ke dalam ruangan Petra. Sejenak ayah dan anak itu saling tatap. Rakha dengan tatapan penuh pertanyaan dan Petra dengan tatapan santainya kaya biasa.

"Kenapa, rak?"

"Kenapa ayah berenti ngejar Vano? Apa menurut ayah hukuman dia udah cukup?"

Petra tersenyum tipis. Tangannya tergerak buat mantik rokok yang baru aja keluar dari bungkusnya. "Belum."

"Terus kenapa ayah keliatan santai?"

"Kamu harus ngerti, rak kalo apa-apa itu butuh proses."

"Tapi biasanya ayah ngelakuin apa aja secepat kilat sampai gak keliatan prosesnya."

Petra ketawa, suaranya berat. Khas om-om banget. "Kali ini ayah mau main-main sama anak nakal itu."

"Maksudnya?"

Petra ngeluarin hp. Layarnya lagi nunjukin Vano yang lagi beraktivitas di luar rumah. Rakha shock. "Ayah mata-matain Vano?! Kok jatohnya kaya penguntit? Jangan bilang ayah malah suka sama tu cowo?"

Petra buang muka. Asap rokok dihembusin pelan-pelan. "Penjahat disatuin sama penjahat? Gak bakal berhasil, rak."

"Aneh." Rakha gak abis pikir sama kelakuan ayahnya. Dia cuma bisa diem aja dan ngikutin apa yang ayah mau.

Flashback off

Omongan mereka ini udah berlalu sampai 3 tahun lamanya. Petra sekarang ada di rumah Vano buat ngejemput si anak nakal. Vano perasaannya bercampur aduk. Antara seneng sama panik. Dia seneng karna sebenernya Vano kangen om Petra tapi dia juga panik karna tandanya dia harus balik ke tangan ayahnya Rakha itu.

"Om, aku mohon lepasin aku!" Vano berusaha keras narik pergelangan tangannya yang dicengkeram Petra. Dari tadi dia ditarik paksa buat ikut.

"Kamu kenapa gak pernah berubah, sih? Kalimatmu, gak jauh-jauh dari minta lepasin."

"Please, om."

"Halah!"

"Om Petra, tolong jangan bawa Vano. Dia harus hidup bahagia, saya juga butuh Vano. Saya rela nebus Vano pake uang sebesar apapun asal adek saya lepas dari jeratan." Vani berlutut, dia peluk kaki Petra sebagai bentuk permohonan.

Hati Vano bener-bener terluka ngeliat kakaknya sampai kaya gitu. "Kak, jangan."

"Saya gak butuh apapun dari anda, saya cuma butuh Vano." Petra melepas paksa kakinya. Dia juga agak nendang Vani sampai cewe itu menjauh.

"Om, kalo emosi sama saya jangan sakitin kak Vani!" Suara Vano meninggi. Emosinya memuncak seketika. Perasaan seneng pas liat muka Petra juga lenyap gitu aja.

"Diam kamu."

Petra gak peduli. Dia dorong paksa Vano masuk ke mobil. Setelah dirasa Vano udah bisa dibawa, mobil Petra beserta beberapa iring-iringannya melaju. Sepanjang jalan Vano cemberut. Dia kalo bisa pengen baku hantam aja sama Petra, mati gak papa.

Petra ngelirik Vano. Risih juga liat anak itu manyun. Yang lebih tua menarik dagu Vano dengan jari telunjuk dan jempolnya. Vano lagi-lagi dipaksa buat natap Petra. "Marah?"

"Lepas." Tangan Petra ditepis.

Petra agak shock. Bisa-bisanya Vano seberani ini. Satu tamparan di pipi, Vano dapatin buat balasan kelancangannya. "Siapa yang ngebolehin kamu nepis tangan saya?"

"Emang gak boleh kalo aku ngelawan? Om mau marah? Marah aja! Bunuh seka–"

Belum selesai omongan Vano, dia udah dipojokin ke pintu mobil. Lehernya dicekek oleh tangan besar milik Petra. "Beneran mau mati sekarang?"

Pepet {BXB} (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang