Vote dulu sebelum baca, ya😃
Petra nyari-nyari Vano karna anak itu udah gak keliatan lagi pas abis kenalan sama orang-orang terdekat Petra.
"Pada liat Vano, gak?"
"Gak liat, om. Kita dari tadi di sini cuma berempat," sahut Yoga.
"Duh, kemana, ya tu anak."
"Mungkin lagi istirahat, yah. Coba cari-cari aja dipojokan. Siapa tau dia lagi ngitungin debu," saran Tilaar gak berguna tapi tetap dilakuin Petra. Setelah keliling rumah dan nyari sampai ke pojok-pojok, akhirnya ketemu Vano di teras belakang duduk sendirian.
"Van, kok kamu di sini? Gak suka sama acaranya?" Petra nyamperin Vano. Dia juga ngusap punggung anak itu.
Vano menggeleng tipis. "Aku cuma lagi capek aja dikit jadi duduk dulu di sini."
"Ke dalam, yuk? Saya ada yang harus diomongin sama kamu." Jari Petra mengusap pipi Vano, dingin.
"Gak bisa di sini aja, om?"
"Gak bisa, semua orang juga harus denger apa yang bakal saya omongin nanti."
"Yaudah, deh." Dengan gontai Vano ngintilin si Petra masuk lagi ke dalam rumah. Mereka terus jalan sampai ke tengah-tengah ruangan. Petra dari tadi gak ada absen-absennya ngegenggam tangan Vano.
"Perhatian~" ucap Petra dengan suara lantang serta senyuman lebar. Atensi para tamu langsung tertuju pada Petra dan Vano. Beberapa tamu juga melipir buat ngasih ruang. Vano agak malu jadinya diliatin semua orang begini. Si Jaya juga natap tajam ke arah sahabat dan doinya itu, nunggu-nunggu apa yang bakal dilakuin Petra.
"Sebenernya acara kali ini bertujuan bukan cuma karna kesembuhan saya tapi sekalian juga buat nyatain sesuatu ke orang yang ada di samping saya ini." Petra berhadapan-hadapan dulu dengan Vano. Kedua tangan Vano pun digenggam. "Saya rasa ini waktu yang tepat. Di hari yang berbahagia dengan suasana yang bahagia pula, saya ingin menyatakan sekali lagi kalo saya sangat mencintai kamu, Vano Pandeka. Dengan satunya rasa kita, saya juga mau kita satu dalam ikatan. Kamu mau, kan jadi pasangan saya?"
Vano shock. Dia emang nungguin banget saat-saat kaya gini, tapi dia masih gak yakin. Vano takut dia gak baik buat Petra. Level dia sama Petra beda jauh. Vano bingung banget mau jawab apa, kalo nolak pasti om Petra malu. Vano mau nangis aja rasanya.
"Terima, yok!" Teriak Lion. Ngebikin yang lain juga ikut-ikutan buat nyuruh Vano nerima.
"Kalo diterima malam ini langsung bikin anak," sahut Satria yang akhirnya kena pelototin sama Eweng.
"Terima, terima, terima..."
Pendengaran Vano dipenuhi dengan kata-kata itu. Tatapan dari Petra juga udah bisa keliatan jelas kalo om itu tulus. Vano beneran tertekan sama keadaan sekarang.
"Om, aku gak bisa jawab di sini."
Petra ngernyit. "Kenapa, van? Tinggal jawab iya atau gak."
"Om ... Aslian aku gak bisa jawab di sini. Please, ayo ke tempat lain dulu."
"Yaudah, kalo gitu." Petra ngebawa Vano. "Vano kayanya malu jawab di sini. Dia mau jawab 4 mata." Ucapan Petra justru mengundang sorakan heboh dari tamu. Di sisi lain Jaya cuma bisa menyeringai ngeliat kejadian di depannya. Petra sama Vano milih buat masuk ke kamar.
"Kita cuma berdua sekarang, kamu bisa jawab."
Vano nunduk. Dia gak mau natap mata Petra. "Aku gak bisa jadi pasangan, om."
"Kenapa? Ada yang kurang dari saya, ya? Saya janji gak bakal nyakitin kamu lagi, kok."
"Aku bukan orang yang pantes buat jadi pasangan om."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pepet {BXB} (Completed)
Teen Fiction[Sebelum baca ini disarankan baca book "Samar" dulu.] "Kenapa kamu lari dari saya? Hidup sama saya kurang enak, hm?" Suara Petra melembut. Itu malah kedengeran makin serem. Jari-jari Petra juga bergerak ngelus pipi cowo di depannya. "Tolong lepasin...