Vote dulu sebelum baca, kak~
Dalam 2 minggu terakhir pernikahan Petra disiapkan dengan baik. Tinggal hitungan hari mereka bakal nikah di Belanda. Hari ini mereka mau nganterin undangan. Setelah nganter ke rumah beberapa kerabat, saatnya nganter ke apartemen Jaya.
"Bagus, ya apartemennya om Jaya." Vano celingak-celinguk. Untung tangannya digenggam sama Petra. Kalo gak, bisa aja Vano malah lari-lari kesana-kemari atau justru lari ngeliatin kolam ikan kecil di tengah lobby. Btw, mereka udah gak canggung lagi pegangan tangan di depan umum. Biasalah, calon manten. Pasangan itu nyampe di depan pintu apartemen Jaya. Petra mencetin bel beberapa kali tapi ternyata yang keluar bukan Jaya. Itu cowo jangkung berkacamata, umurnya keliatan gak beda jauh dari Vano, bau-bau kenolepan, tapi cakep. Petra gak kenal.
"Loh, kok kamu yang keluar? Jayanya mana?"
"Om Jaya sibuk di dalam. Kenapa?"
Petra gak percaya sama anak ini. Mukanya nyebelin, sok dingin lagi. Petra coba buat ngintip-ngintip ke dalam tapi badan cowo tadi selalu bergeser buat nutupin pandangan Petra. Alhasil Petra nyerah aja.
"Saya mau kasih undangan ke Jaya. Bisa panggil Jayanya langsung, gak?"
"Gak bisa. Kasih ke saya aja."
"Emang kamu siapa? Kenapa saya harus percaya sama kamu?"
"Saya? Davian Allison. Pawangnya om Jaya." Kalimat terakhir diucapin penuh penekanan.
Petra terkekeh. "Pawang?"
"Iya, pawang. Bisa serahin undangannya sekarang? Anjing kesayangan saya udah nunggu di dalam, saya gak punya banyak waktu."
Petra nyerahin undangannya. "Maaf mengganggu waktu anda. Sekarang anda bisa segera bersenang-senang bareng si anjing." Pintu apartemen di tutup. Vano sama Petra saling liat-liatan.
"Akhirnya om Jaya punya uke juga."
Mereka lanjut jalan keluar dari apartemen. Petra jadi ketawa denger omongan Vano. "Yang tadi itu justru dominannya si Jaya bukan dia yang jadi uke."
"Kok kamu bisa tau?" Asek, Vano sekarang pake aku kamuan sama om Petra. Kadang juga manggilnya honey, bee, boo, atau apapun itu sesuai kehendak Vano.
"Si anjing yang dimaksud Davian tadi, itu Jaya."
"Wah, bisa gitu ya ternyata."
"Bisa. Kamu mau juga? Jadi kucing saya."
"Mau, ntar aku jilat-jilatin."
"Ck! Hus. Omongan jangan mancing gitu, ah." Mereka ketawa-ketawa. Balik lagi sejenak dalam ruangan apartemen milik Jaya. Davian menarik rantai yang tersambung ke kalung di leher Jaya. Pria itu telanjang bulat dan merangkak ke dekat kaki Davian yang duduk di sofa.
"Undangan." Davian ngelempar undangan gitu aja ke atas meja. Jaya dengan takut-takut ngelirik nama di atas undangan itu.
"Petra sama Vano?" Gumamnya.
"Sini." Davian menepuk-nepuk pahanya mengisyaratkan agar Jaya duduk di sana. Si om nurut, dia beranjak buat duduk ke paha sang dominan.
"Kamu kenal siapa pemilik undangan itu?"
"Kenal, master."
"Siapa itu Petra?"
"Teman lama."
Davian menyeringai. Jaya gak menyadari itu karna dia dari tadi sibuk nunduk. Gak punya hak buat natap dominannya tanpa perintah. "Oh ... Teman lama, ya." Davian mengarahkan jari-jarinya ke depan bibir Jaya. Si om paham sama kode dari Davian, dia segera mengulum dua jari milik yang lebih muda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pepet {BXB} (Completed)
Teen Fiction[Sebelum baca ini disarankan baca book "Samar" dulu.] "Kenapa kamu lari dari saya? Hidup sama saya kurang enak, hm?" Suara Petra melembut. Itu malah kedengeran makin serem. Jari-jari Petra juga bergerak ngelus pipi cowo di depannya. "Tolong lepasin...