Plak!
Bugh!
Cry menampar dan memukul wajah Eston dengan brutal, emosi menyelimuti dirinya, napas gadis itu terengah-engah. Dia ingat betul bagaimana Eston selalu ikut andil mengikuti Clator untuk mem-bully Ed.
Ditarik keras atasan seragam Eston, mata Cry menatapnya tajam. "Bangsat!"
Bugh!
Cry menendangnya. Aiden dan Sky yang melihat tidak menghentikan Cry.
Mereka berdua memang sengaja, supaya gadis itu dapat melampiaskan emosinya, sekaligus memberi pelajaran pada Eston.
Eston tidak dapat melawan karena ke dua dan kakinya diikat, dan dia duduk di bangku. Saat ini mereka berada di gudang belakang sekolah.
Cry menarik kuat rambut Eston, sampai pria itu meringis kesakitan. "Tebus dosa-dosa dan kesalahan lo sama ade gue, ngaku ke polisi kalo selama ini lo ikut nge-bully Ed, dan lo juga salah satu penyebab ade gue bunuh diri!"
"Ngerti nggak lo, Anjing?!" bentak Cry semakin menguatkan tarikannya pada rambut Eston.
Pria itu sebenarnya kesal, namun sekarang tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti permintaan Cry.
Sky melipat tangannya di dada, melihat Cry yang begitu puas mengeluarkan emosinya pada salah satu orang yang pantas mendapatkan hal tersebut. "Mending dia luapin emosinya kayak begini, daripada nyakitin dirinya."
"Your mean?" tanya Aiden, yang tadinya sedang menyaksikan Cry menghantam Eston, kini mengalihkannya pada Sky.
Sky mengembuskan napasnya kasar. "Menurut lo selama ini dia suka silet-silet tangan itu karena apa?" Aiden hanya diam, karena sejujurnya dia tidak tahu mengapa Cry sering melakukan itu, "Nggak tau, kan? Sama. Tadinya gue juga nggak tau kenapa dia silet-silet tangannya sendiri."
"Dia begitu karen tertekan. Hidup yang Cry jalanin jujur kalo dibilang kita berdua jauh lebih enak. Orang tuanya toxic, kasar sama dia, nuntut Cry harus pinter," jelas Sky setelah menjeda perkataannya sebentar.
Aiden mendengar itu merasa sesak di dada. "Gue baru tau," cicitnya.
Sky mengangguk kecil. "Me too. Itu kenapa gue jadi kayak gini sekarang, gue ngerasa bersalah karena ternyata gue nambahin luka di hidupnya Cry."
"Bukan lo doang, Sky. Gue juga... malah gue sering nyakitin orang yang dia sayang." Terdengar nada menyesal yang keluar dari mulut Aiden.
Sky menatap Aiden sekilas, kemudian kembali menatap Cry. "Kita berdua masih bisa perbaiki kesalahan yang udah kita buat. Gue mau bawa Cry ketemu sama tante gue yang dokter psikolog."
Aiden pun menaikan satu alisnya. "Harus banget ke psikolog?"
Mengangguk, Sky menatap Aiden. "Harus. Self harm-nya Cry nggak cuma cutting, tapi banyak. Itu nggak bisa dibiarin, gue takut mentalnya makin rusak, dia harus konsul sama berobat sebelum nambah parah."
KAMU SEDANG MEMBACA
HELP! (END).
Teen FictionBUKAN KISAH PERCINTAAN REMAJA. (FOLLOW SEBELUM MEMBACA). (Fiksi remaja, Mental health). {PART MASIH LENGKAP}. Kenapa harus dianggap gila dan aneh? Orang-orang menganggapnya gila dan aneh. Karena tubuhnya tidak bersih seperti kebanyakan manusia pada...