[Chapter 5] Tagihan.

59 16 25
                                    

"Kiluna, ayo pulang."

"Pulang kemana, hah?" Tanya yang dipanggil sembari merotasi mata, menepis ajakan putra.

"Ke rumah Kil, masa iya--"

"Guh! Gua gak akan pernah mau tinggal bareng sama orang yang haus harta kayak lu sama Ibu lu." Potongnya langsung, menunjuk wajah Teguh dari atas kepala.

Jam tenang pulang Sekolah di senja sabtu ini menjadi mendung gara-gara Teguh menghampirinya, Kiluna jadi murka.

"Kami gak haus harta, kami cuma ngikutin wasiatnya Ayah kita." Bela Teguh sendiri, menggeleng kepala yakin.

Mendengus kesal dibalik umpatan. Kiluna benci pada dia yang berlagak palamarta dibalik sikap egois.

Bahkan Kiluna juga jijik ketika wira mengakui Ayahnya menjadi Ayah mereka pula.

"TAPI LU ANAK TIRI GUH! Kalau Mamah gua masih hidup, Pramadita gak akan pernah ada dibelakang nama lu!"

Jeritnya mengundang tangis, Kiluna terisak sewaktu Teguh mengaitkan masalah harta waris.

Disana yang menjadi anak laki-laki bergeming, tak tau mau menenangi Kiluna atau menyalahi diri.

"PERSETAN! Lu emang gak pernah sadar diri, gua gak mau tinggal serumah sama orang brengsek!" Kata Kiluna, usai itu ia menaiki sepedanya.

"Jangan sampai lu ngikutin gua lagi, Guh."

Kiluna menggoes pedal kencang, mengabaikan panggilan putra dibelakangnya.






























>><<





























"Tiga bulan lho Kil, masa belum bayar?"

Di ambang pintu kamarnya, Kiluna berdiri berhadapan bersama Diva—anak dari pemilik kost Kiluna—yang juga masih menggunakan seragam, baru pulang Sekolah.

Kiluna menghela nafas, menunduk lemah lantaran tangisnya baru usai mereda.

"Duh, bulan depan deh."

"Halah, bulan depan terus?" Diva melipat dua tangannya di dada, tak acuh.

"Div." Kiluna masuk kedalam kamar, mengambil surat tagihan kost-an.

"Disini tertulis, pihak kost-an berhak mengambil kunci kamar ketika sudah terlambat lima bulan membayar sewaan..."

"...itu artinya, lu gak perlu takut gua gak bisa bayar..."

"...kalau gua telat bayar juga, gua yang menanggung resikonya. Paham, kan?..."

"...ngapain ada aturan ini kalau lu masih nagih Div? Kalau bisa juga, gua gak mau bayar kost-an telat."

Keduanya bersitatap usai Kiluna menjelaskan panjang lebar, tak lama Diva berkata.

"Oke, gua gak akan nagih lagi. Tapi lu jangan sampai lupa." Lekas dirinya pergi meninggalkan Kiluna.

Menutup pintu kamar rapat-rapat, Kiluna menyandari punggung lusuhnya pada pintu.

Isakan tangis samar tercipta dibawah langit yang mulai menggelap, Kiluna terduduk murung membasahi rok seragamnya.

Kalau diingat, ternyata seberat ini menyanggupi diri untuk melawan susahnya kehidupan.

Rumah yang disinggah Teguh, tagihan kost-an, uang dan hidup.

Semua mendorong Kiluna untuk terus maju, namun kenyataannya gadis manis itu belum begitu mampu.

Selalu di setiap minggu pagi, Kiluna mencari kerjaan tak resmi demi mendapat sedikitnya uang untuk kebutuhan.

Tapi belum cukup, malahan kurang. Kiluna sudah lelah hidup di kota yang keras.

Jakarta adalah kota surga bagi ia yang memiliki banyak harta. Namun, bisa jadi kota sengsara kalau hanya membawa tangan kosong.

Kiluna bangkit, jalan gontai menuju teras atas.

Kamar Kiluna terletak dilantai dua, kebetulan posisi kamarnya dipenghujung bangunan kost-an, karena itu, kamar Kiluna mempunyai teras luar.

Dua sikut Kiluna bertumpu pada pagar teras, memandangi kerlap-kerlip cahaya dari jejeran bangunan ibu kota.

Kiluna menengok ke sisi kanan, melihat bangunan Apartemen yang menyinggahi Yeonjun disana.

Salah satu deretan jendela dari lantai dua menyala dengan seorang pemuda yang tengah memandang langit pula.

Kiluna melambaikan tangan, menarik sudut bibir waktu sadar kalau empu disana adalah teman sebangkunya.

Yeonjun tersenyum membalas sapa, terlihat tidak begitu jelas tapi Kiluna paham.

Tak lama ponsel hitam diatas nakas Kiluna berdering, ia buru-buru mengambil.

"Halo Jun, tadi kemana aja? Aku gak lihat kamu waktu pulang Sekolah."

Kiluna mengangkat panggilan, kembali ke teras untuk melihat lawan bicara diujung sana.

"Aku gak kemana-mana Kil, kamu kayaknya habis nangis? Perasaan tadi di kelas kamu senang-senang aja, kamu kenapa?"

Sempat dijeda, Kiluna menggeleng dengan memberi seringai paksanya, tidak menjawab menggunakan lisan.

Wajah Yeonjun disana seakan memupuk perhatian dalam, khawatir ketika Kiluna nampak tidak baik-baik saja.

"Serius?"

"Iya Jun."

"Malam ini kita nongkrong yuk? Besok, kan Libur. Aku belum pernah jalan malam selama di sini."

Diam lagi, tak lama Kiluna mengangguk.

"Ayo, aku mandi dulu."



























Bersambung...

WAY HOME | YeonjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang