[Chapter 8] Way Home.

64 15 17
                                    

Bayangan tubuh Kiluna yang lagi bersepeda semakin terlihat memanjang seiring langit menjelang gelap.

Kiluna sempat pergi ke Minimarket, membeli kebutuhan seperti biasa. Walau masih runyam kepalang menghabisi Yeonjun dalam pikiran.

Masuk ke jalan dekat kost-an, Kiluna semakin melajui sepedanya agar sampai sebelum tepat hari malam.

Ia masuk kedalam halaman kost-an, turun sembari membawa kantung kecil belanjaannya.

"Lho? Div?" Kiluna terkejut heran, tibanya di depan kamar, pintu tersebut terkunci rapat dengan tas gendong miliknya di luar.

Semakin mericuh pikiran, cemas kelimpungan lagi tatkala Diva menyilangkan tangan didepan dada, memegang cadangan kunci kamar kost-annya.

"Udah lima bulan, nih." Sudut bibir Diva tertarik, ia mengingatkan, sementara Kiluna berdiri lemah.

Bersama raga yang lelah, ia takut untuk kehilangan satu-satunya tempat tinggal, apa iya harus sekarang juga membayar?

Kiluna lupa membayar, lagi pula tidak punya banyak uang, juga tak mau kembali ke rumahnya.

"Div, tolong. Sehari lagi aja." Kiluna menunduk, menyatukan dua telapak tangan didepan Diva.

Hembusan nafas kasar terdengar, Diva kali ini benar-benar marah, ia membentak.

"Gak Kil! Emang lu gak tau malu apa? Gua udah gak nagih lagi, ini udah lima bulan lu belum bayar."

Mencelos begitu saja, sakit luar biasa, tiada lagi kesempatan untuk Kiluna memiliki tempat beristirahat.

Daripada berdebat tanpa menghasili mufakat, Kiluna meraih kantung tasnya, ia rangkul lalu selangkah mundur.

Niatnya mau pamit namun bibir kelu untuk bicara, terlanjur menangis terdesak. Kiluna keluar dari bangunan kost-an.

Menaiki sepeda lagi, ia pergi kejalan yang sepi dengan harap ada satu bangunan berpenghuni yang menerimanya untuk singgah semalam.

Kalau Kiluna tau Yeonjun masih disini, ia akan pergi ke Apartemennya. Menumpang sebentar sampai dapat secuil uang untuk kembali ke kost-an.

Saking cemas, lelah dan pandangan yang mengelebur karena air mata, Kiluna jadi tak tentu arah akan berjalan ke jalan yang mana.

Belum jauh dari sekitar wilayah kost-an, ia sejenak berhenti menjalani pedal untuk beristirahat, mengambil nafas.

Kiluna menengadahkan kepala, langit malam ini gelap pekat tiada hiasan, bak telanjang tanpa ditaburi kerlap kerlip bintang.

Jenuh ia dengar suara berisik kendaraan yang terlewat dan suara orang-orang disekitar.

"KILUNA!"

Teriakan itu mengubris sang pemilik nama, begitu di tengok ternyata hadir seorang pemuda di belokan ujung jalan.

Belum dijawab, Kiluna tilik raga yang sepertinya ia kenal. Tak lama ia menggoes kembali pedal sepeda, mendekati puan yang memanggilnya.

Yeonjun yang ada disana, berjalan lambat seiring sepeda Kiluna mendekat, berakhir pada satu titik keduanya berdekatan.

Menuruni sepeda, Kiluna memeluk Yeonjun erat dibuahi tangis yang lebih memecah dari yang sebelumnya.

"Kamu kenapa Kiluna?" Yeonjun mengelus punggung Kiluna, memeluk layaknya pelindung tubuh yang butuh sandaran.

Yang ditanya melepas rengkuhan, menatap Yeonjun bersama tangan yang sibuk mengusak mata.

"Kamu ngapain sih Jun? Maksudnya apa bilang mau pergi tadi? Kok kamu masih ada disini? Terus juga... kenapa kamu gak ngomong pakai bahasa Indonesia aja?"

Hadirnya Yeonjun dijalan sini mengundang rayuan emosi pada naluri si gadis.

Kiluna serapuh itu sejak tinggal sendiri, mudah menangis dalam situasi apapun dan mudah takut kehilangan sejak kedua Orangtuanya pergi.

"Hahaha, tidak. Aku cuma bercanda tadi, aku masih disini." Yeonjun terkekeh, bukan maksud tak acuh terhadap keadaan Kiluna saat ini.

"Kamu bohong?"

Yeonjun mengangguk, tersenyum. Sedangkan Kiluna menggeleng tidak mengerti.

"Kil, pulanglah bersamaku."

Katanya merendah, mengajak dengan seruan menenangkan. Kiluna bergeming menafsirkan keadaan.

Di balik sikap Yeonjun yang berbeda dari tadi siang, itu sebabnya karena Bagas memanggilnya, diajak berbicara tentang Kiluna.

Niat hati untuk membawa putri ke kediaman Pamannya semakin menguat karena Bagas menitip sepenggal pesan amanat.

Usai Bagas pergi tadi siang, ia langsung memeriksa jadwal penerbangan.

Mengambil pesawat yang terbang di jam malam, sengaja karena Yeonjun tau Kiluna butuh persiapan kesana.

Yeonjun cuma jahil, mengaku pulang duluan dari Sekolah, pergi ke Korea tanpa sapaan pamit perpisahan dan meninggalkan Kiluna agar si gadis cemas.

Sebenarnya itu tidak benar-benar terjadi, yang Yeonjun mau adalah kembali ke negara ginseng bersama gadis pujaan hati.

"Kamu mau ke Korea, kan? Ayo kita kesana sekarang, bilang kepada Pamanmu kalau kamu sudah berhasil hidup sendiri dan lulus Sekolah."

Kiluna menemui matanya pada binar penuh harapan, meraih beberapa kemuliaan didalam lentiknya meski masih banyak tanya dalam pikiran.

Kiluna tak yakin waktu Yeonjun mengajak pergi, masih meragu.

"Aku butuh penjelasan."

Yeonjun malah senang mendengar cara jawab Kiluna, ia memeluk Kiluna kembali mengelus pucuk rambutnya.

"Nanti pas di pesawat aku cerita, kamu juga harus cerita. Kenapa bisa nangis? Haha dasar, cengeng banget."

"Shibal."

(Persetan.)

"Sst, Kiluna gak boleh ngomong kasar."




































Sabar, masih ada epilogue. Hahaha.

Masih inget aturannya, kan? Dialog yang miring itu bahasa Korea.

Yeonjun ngechat Kiluna pake bahasa Korea, waktu di telepon juga jawabnya pake bahasa Korea.

WAY HOME | YeonjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang