[Chapter 7] Pamit.

50 15 9
                                    

"Lu mau ngomong apa?" Tanya Yeonjun begitu Bagas terduduk di anak tangga ketiga sebelah lorong.

Yang ditanya menaikan ujung dagu, Yeonjun ikut terduduk dekat bagas, menunggu wira mengutarakan panggilan sembari memandang halaman Sekolah.

"Gak ngomong apa-apa, cuma mau bilang..." gantung Bagas menjeda, membiarkan Yeonjun sampai meliriknya.

"...tolong jaga Kiluna."

Yeonjun hanya mendengar tidak membalas, dirasa Bagas masih punya beberapa pesan kepadanya.

"Dulu dia suka di panggil Luna sama Ayahnya, itu nama kesayangan."

"Dia suka denger musik waktu main sepeda, gua sering ngajak dia main keliling kota."

Samar terpandang senyum penikmat kenangan dari sudut bibir pemuda, membayangi masa-masa bahagia bersama Kiluna sebelum perpisahan.

"Dari mana lu tau?" Tanya Yeonjun penasaran.

"Gua pacarnya Kiluna, tapi itu dulu." Balas Bagas, memberi sinyal kalau ia masih memiliki perasaan yang sama.

Yeonjun cuma diam, tak lama Bagas terkekeh.

"Haha, si Kenzo sering ngomporin gua kok lu gak sadar? Kenzo emang suka bercanda, tapi bagi gua, itu gak lucu sama sekali."

Bagas masih berseri, memandang lorong Sekolah yang memanjang dipenuhi para anak pelajar berkeliaran.

"Kiluna minta udahan karena dia sibuk ngurusin diri sendiri, gua ngerasa gagal udah berani hadir tapi gak bawa efek yang baik."

Bagas mulai berdiri, menghadapi Yeonjun lalu menepuk dua sisi pundaknya, menguatkan.

"Dulu gua sempet kepikiran buat anterin Kiluna ke Korea demi nemuin Pamannya, tapi gak mungkin..."

"...sekarang ada lu, jadi tolong titip Kiluna ya bre, lu kan orang sana." Final Bagas melepas tangannya, selangkah menjauhi Yeonjun, kembali berkata.

"Siapapun itu, yang bisa bikin Kiluna bahagia, gua ikut seneng." Bagas mulai pergi 'tuk meninggalkan Yeonjun bersama berbagai pikiran hati.

Yeonjun bergeming di buatnya setelah menghilangkan diri, hari menjelang senja ia lekas merogoh saku celana.

Memeriksa jadwal jam terbang ke negaranya, menimang-nimang cuma sebentar lalu tak lama meninggalkan wilayah Sekolah.



























>><<



























"Kil, aku sudah mau pulang ke Korea, maaf mendadak."


Pesan tersebut berbahasa Korea, baru saja dikirim Yeonjun.

Bak kejutan dan ilusi semata sewaktu Kiluna dapatkan notifikasi tersebut.

Lekas si gadis menelepon, cemas kalau benar Yeonjun tiba-tiba pergi tanpa ada kabar pamit terlebih dahulu.

"Halo? Yeonjun? Kamu dimana?" Tanya Kiluna.

"Pulang saja Kiluna, aku baik-baik saja."

Derauan Yeonjun merendah, baru kali ini Kiluna dengar Yeonjun menggunakan bahasa dari tempat asal.

Karena paham, pikiran Kiluna semakin berantakan.

"Yeonjun, jangan bercanda." Tekannya, takut terjadi hal apapun pada Yeonjun sampai dia tidak menggunakan bahasa lokal.

"Aku tidak bercanda, kamu paham bahasaku, kan?" Kiluna menghela nafas panjang, sampai gemuruhnya terdengar dari tempat Yeonjun disana.

Gadis itu masih diam, belum percaya.

"Aku minta maaf, aku mau pamit. Tadi siang aku sudah meninggalkan Sekolah, kamu tidak sadar ya?"

Kiluna menggeleng lalu mematikan panggilan, lekas menaiki sepeda, mulai meninggalkan lingkungan Sekolah.

Ia lirik kebelakang, Sekolahnya telah menyepi lantaran semua siswa siswi telah berpulang.

Kiluna mengalihkan pandangan, menggoes pedal sepeda untuk kembali ke kost-an, bersama perasaan penuh tanya bekas tadi Yeonjun memberi kabar.

Kenapa Yeonjun? Rasanya seperti baru kemarin mereka bercerita banyak sampai Kiluna bosan menangis.

Tapi senja saat ini sudah terasa jauh, aneh.

Padahal tadi keduanya banyak tertawa, senang dengan pencapaian mereka selama di Sekolah.

Dengan kostum kemeja putih yang di coret banyak nama, hari ini hari kelulusan mereka.



























Bersambung...

WAY HOME | YeonjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang