Day 1: Our First Meet

652 68 8
                                    

Saat itu malam sudah cukup larut, tapi Taeil tidak mau langsung pulang ke rumah. Ia menyusuri trotoar dekat taman yang biasa ia lewati ketika pulang bekerja. Entah kenapa rasanya hari ini begitu berat.

Pertama, tadi pagi Taeil mendapat telpon dari dosennya kalau ia harus ke kampus untuk melakukan bimbingan. Maklum, sudah mahasiswa tingkat akhir. Tapi ketika sudah sampai di kampus, dosennya membatalkan bimbingannya. Alhasil percuma tadi Taeil mengejar bus dan berlarian demi mengejar waktu.

Kedua, saat ia bekerja part time di sebuah café. Ada seorang pelanggan yang meminta ganti rugi akan minumannya. Padahal itu bukan salah Taeil, tapi pelanggan itu malah memarahinya sehingga si pemilik café datang dan meminta maaf atas kelalaian pegawainya. Masalahnya, minuman si pelanggan itu tumpah karena ulahnya sendiri, tepat setelah Taeil menaruh piring berisi sepotong kue. Minuman itu jauh dari jangkauan Taeil, tapi si pelanggan malah menyalahkan Taeil. Ya sudah, daripada masalah bertambah rumit, mereka meminta maaf ke si pelanggan.

Ketiga, saat Taeil mau membeli makan malam. Karena kejadian tadi siang, membuat Taeil harus sedikit lembur. Singkatnya, Taeil menjadi pegawai yang terakhir pulang. Sebelum pulang niat membeli makan, tapi berakhir dompetnya dicuri. Ketika dikejar, si pencuri hanya mengambil uangnya saja dan melempar dompetnya.

Intinya, hari ini Taeil tidak jadi bertemu dosen, mendapat masalah dengan pelanggan, dan kecopetan.

Kruyukk~

"Ah~ aku lapar~" Taeil mengusap perutnya. Terakhir dia makan adalah pukul 2 siang tadi saat istirahat pegawai.

Dan sekarang sudah pukul 11 malam. 11:16 malam lebih tepatnya.

Taeil mengistirahatkan dirinya di bangku taman. Menatap ke arah langit malam yang-- mendung.

"Astaga, apakah akan hujan?"

Tak lama setelah itu, rintik kecil yang berangsur menjadi derasnya hujan pun turun. Taeil mencari perlindungan dengan langsung lari ke arah halte yang tidak jauh dari tempatnya duduk.

Entah masih ada bus yang beroperasi jam segini atau tidak.

Taeil menatap guyuran air hujan di depannya. Ia sedikit merenung. Pikirannya kembali memutar kejadian hari ini. Ia menghembuskan nafas lelah, dan beralih menatap sepatunya.

"Ah~ sepatuku hampir rusak."

Sol sepatunya sudah sedikit lepas. Tidak salah memang, karena selama hampir 2 tahun ini, Taeil tidak membeli sepatu baru.

Ia merantau. Lebih tepatnya Taeil mendapat beasiswa untuk kuliah di kota. Taeil memang lumayan cerdas. Tapi walaupun begitu, Taeil tidak mau membebani keluarganya untuk biaya sehari-harinya di kota. Sekalipun dia mendapatkan beasiswa penuh. Maka dari itu Taeil memutuskan untuk bekerja part time. Beruntung salah satu teman kampusnya mempunyai kenalan seorang pemilik café, tempatnya bekerja sekarang.

Taeil bukanlah berasal dari keluarga kaya ataupun tersohor. Keluarganya hanya keluarga sederhana. Sang ayah adalah seorang petani sayur dilahan milik keluarganya, dan ibunya mempunyai usaha ikan bakar. Dia mempunyai seorang adik perempuan yang masih duduk di bangku SMA. Keluarga Taeil juga cukup harmonis. Ayah dan ibunya sesekali akan menelpon Taeil, menanyakan kabarnya di kota. Atau terkadang sesekali ibu dan adik perempuannya akan berkunjung ke apartemen sederhananya dengan membawa beberapa ikan makarel bakar buatan sang ibu.

Tidak kaya, tapi cukup. Dan Taeil sangat bersyukur.

Hujan masih mengguyur permukaan bumi, tapi sudah tidak sederas sebelumnya. Hanya menyisakan rintik kecil, yang kalau terlalu lama di bawahnya akan basah juga. Tapi Taeil tidak punya pilihan selain menerobos gerimis itu. Jam sudah menunjukkan hampir jam 12 malam setelah Taeil mengecek ponselnya. Padahal gedung apartemennya masih cukup jauh, walaupun hanya tinggal melewati satu persimpangan, tapi itu sekitar 1 kilometer lagi.

7 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang