[hjw] - langit biru dan kamu.

461 50 0
                                    

Langit Biru dan Kamu

cw // brief description of color blindness

Jeongwoo as Kale
Haruto as Hildan

Jeongwoo as KaleHaruto as Hildan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Langitnya cerah." Hildan memecah hening sambil paras tampannya menatap langit yang berwarna biru cantik. Kale yang di sebelahnya ikut mendengak pula, namun sedikit kesal sebab yang dilihatnya jelas berbeda dengan milik Hildan yang buat ia mendengus kecil.

"Hijau jelek," tukasnya. Hildan menengok, pandang bingung Kale yang kini bibirnya mencebik lucu.

"Apanya?" ia bertanya. Kale diam, pilih rebahkan diri di rumput tebal yang ditudungi rindangnya pohon angsana tempat mereka berteduh. Ia menatap luasnya angkasa yang siang itu dihias awan putih.

"Langitnya warna hijau jelek, aku gak suka." Kale menjawab dengan intonasi sedikit kesal, tunjukkan rasa tak suka dengan apa yang disuguhkan semesta padanya.

"Kamu lihatnya gitu?" yang sedang berbaring mengangguk. Tangannya ia jadikan bantal sebelum kembali jelaskan apa yang ia lihat.

"Iya. Rasanya seperti kamu lihat hamparan ilalang di angkasa, aneh." Hildan menatap heran, berusaha bayangkan seperti apa langit dengan warna yang sama dengan padang rumput yang tengah mereka kunjungi ini. Dan tak ada kata selain cantik yang bisa Hildan tangkap.

"Bukannya cantik?" tanyanya. Kale menoleh lalu kepalanya digelengkan pelan.

"Enggak. Mungkin buat kamu, tapi buat aku enggak. Warna hijau itu dimana-mana. Langit, cat tembok sekolah, lapangan, hutan, pokonya dimana saja jadi rasanya menyebalkan." Hildan mengangguk mengerti. Ia ikut baringkan pula tubuhnya di samping Kale, pandang luasnya bumantara yang harus ia syukuri indahnya. Dalam batin berpikir, bagaimana cara ia jelaskan betapa eloknya langit ketika sedang membentang dengan warna cerah seperti siang ini.

Dan saat ucapan guru seni mampir lewati ingatan, ia tersenyum. Tangan kurusnya ia angkat guna tunjuk ke arah atas.

"Kamu mau lihat biru?" tanyanya pada pemuda di sampingnya. Kale menengok lalu menatap bingung.

"Bagaimana caranya?" bukan sebuah jawaban, Kale justru lontarkan tanya.

"Ikuti kata aku," titahnya. Kerutan bingung masih ada di kening, tapi si sosok manis hanya patuh mengikuti. Ia berbalik tatap ke arah atas, memandang hijaunya langit.

"Tutup matamu." Kale menurut, ditutupnya kedua netra miliknya. Mengikuti segala instruksi yang diberikan Hildan padanya.

"Sekarang bayangin kamu berdiri di pinggir pantai, mata kamu tutup, dan rasain tiupan angin sama suara deburan ombak lewat pikiran. Kalau kamu bisa, mereka bakal sewarna biru," ujar Hildan yang ikut pula pejamkan mata berusaha berikan titahan terbaik agar Kale rasakan yang sama dengannya.

"Kamu juga bisa bayangin dinginnya es," lanjutnya. Kemudian hening, biarkan Kale sempurnakan visualisasi dalam otaknya, tentang angin, ombak, dan es yang membatu. Pemuda kelas akhir itu meloloskan kata tanda tak percaya pada apa yang sekelebat mampir di kepala.

"Wah.." Hildan pula yang kini dibuat tersenyum saat menoleh dan tatap Kale yang beri ekspresi tak percaya.

"Cantik?"

"Iya. Warna biru secantik itu ya?" Hildan mengangguk, rasa senang mulai merayap hati saat ia tahu Kale sukses dapatkan visualisasinya. Dan pula fokusnya kini sukses diambil penuh pada sosok yang masih bergeming menatap langit itu.

"Tapi ada yang lebih cantik dan indah." katanya memecah lamunan, Kale lantas mengalihkan pandangan.

"Oh ya? Apa?" responnya penuh rasa penasaran. Hildan sendiri ganti menatap hamparan ilalang di hadapannya, kemudian berujar coba jelaskan.

"Warna kuning. Mereka sewarna cahaya matahari, secerah pendaran bahagia, dan satu lagi," jelasnya menggantung yang buat alis menukik ingin tahu.

"Ya?" Hildan tersenyum lalu lepaskan satu suara, "secerah kamu waktu tersenyum," katanya.

Dan Kale hanya bisa tersenyum menahan geli selepas Hildan lontarkan rayuan manis andalannya. Tak habis pikir sebab rasanya pemuda di sebelahnya ini tak lagi ragu lemparkan kata manis yang cukup menggelitik hati.

Lagi, ia hiraukan untuk kemudian tatap lagi langit sambil bayangkan biru yang sekelebat lewat dalam lamunannya tadi. Namun, ia hanya dapat kembali tersenyum kecil saat warna hijau kembali mendominasi disusul warna sepia yang tak ada habisnya.

Dalam hening, Kale bergumam sehalus angin yang berhembus lewati dedaunan, berharap Hildan dapat dengar atau justru tidak. Sebab Kale hanya ingin ucap syukur telah dihadirkan sosok seperti Hildan di hidupnya; yang tanpa rasa canggung jelaskan indahnya dunia lewat sisi normal yang ia punya, juga beri rasa bahagia pada hidup monotonnya. Maka seuntai kata sudah cukup gambarkan seberapa beruntung ia atas ini semua.

"Dan untukmu, hadirmu selayaknya warna merah paling hangat yang aku punya."

dan ini bagaimana kale memandang dunia :

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

dan ini bagaimana kale memandang dunia :

another work yang aku suka bangeeet! soalnya indah aja, how we see the world with different sight gitu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

another work yang aku suka bangeeet! soalnya indah aja, how we see the world with different sight gitu...

- hane

live a little [ • trsr ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang