Perapian itu hampir padam
Aroma hujan masih menguar
Dingin dan rindu mencoba menyusup kedalam selimut
Mengusik tubuh yang duduk meringkuk tanpa suara
Sorot matanya redup, sembap;
Tenggelam dalam ingatan yang berkeliaran bebas di dalam kepala
Hati yang porak-poranda itu
Seperti reruntuhan kotakuTak ada yang tersisa untuk dibangun kembali
Biar saja menjadi legenda
Atau peninggalan sejarah
yang dikenang
Tanpa harus kembaliSebab jiwa dan rindu kini
memutuskan untuk saling berdamaiTak saling menjumpai, melukai;
Karena hati yang tanpa kaki,
Bagaimana bisa ia terus melata mengejarmu?
Perapian itu telah padam
Sedang tubuh ringkih ini masih meringkuk memeluk luka
Menggigil dan mungkin sebentar lagi akan mati.
Majene, 08 Juli 2019