Dibalik bingkai jendela bercat merah, kuhitung rintik hujan yang senantiasa jatuh diteras rumah
Setahun lalu kita duduk disana dengan cahaya temaram yang ragu-ragu
Sembari memetik gitar dan menyanyikan lagu dengan suara sumbangBenda persegi panjang itu bergetar di saku celana abu-abumu
Menginterupsi canda yang baru saja berusaha menawarkan gelak di wajah lugu
Seperti angin malam yang dingin tak bertuan kau berlalu
Entah tersesat atau menghilang dan enggan berlabuh.Tapi aku masih saja pagi yang menantimu pulang.
Pun senja yang mengukir jingga di kaki langit
Purnama tak ingin terbit lagi pada malam yang menutup matanya dengan awan kelabu
Sedang aku harus menempuh hutan-hutan yang jauh untuk bersembunyi dari rinduLelah tak mungkin mematahkan kaki-kakiku yang teguh Berlari sepanjang waktu.
Sepasang sayap yang meringkuk dibalik punggung yang dibalut jubah berwarna biru, enggan membentang lalu terbang berkelana menjelajah angkasa
Sebab Hatiku masih terpenjara disebuah kota.~Di balik Bukit, 30 Januari 2021