Pada akhirnya suster lah yang membantu Winter mandi. Rain? Dia tiba-tiba saja berlari keluar, tidak tahu kenapa? Winter saja sampai di buat bingung. Dan lagi wajah Rain tampak memerah saat dia berlari keluar.
Winter memandang pemandangan di luar jendela. Ia bingung setelah keluar rumah sakit apa yang ingin ia lakukan? Kakinya tidak bisa berjalan seperti dulu lagi, gerakannya terbatas. Apakah ia masih bisa bersekolah? Tentang ayahnya, apa dia akan menerima kekurangannya? Pasti ayahnya akan mengecapnya sebagai anak tidak berguna. Winter menghela nafas kasar, kenapa hidupnya bisa sesulit ini?
"Lagi mikirin apa?" Rain baru saja datang. Ia habis membeli makanan di luar, takut jika Winter tidak suka makanan rumah sakit. Selama Winter di rumah sakit, Rain memang selalu menemaninya. Ia bahkan belum pulang ke rumahnya. Tapi tenang saja, ia sudah ijin pada orang tuanya, kalau ia sedang menemani temannya di rumah sakit.
"Gak mikiran apa-apa" Rain berdecak kesal, selalu begitu jawaban yang di berikan Winter.
"Gak usah mikirin yang aneh-aneh, lebih baik sekarang lo mikirin kesehatan lo dulu. Nih gue bawain makanan" Rain dengan telaten menyiapkan makanan untuk Winter, lalu ia memberikannya pada Winter.
"Kakak sampai kapan di sini? Gak mau pulang?" tanya Winter menatap Rain.
"Lo ngusir gue?"
Winter menghela nafas, "Bukan gitu" Rain sangat keras kepala, Winter jadi sedikit kesal pada kakak kelasnya itu. Sudah di suruh pulang, tapi tetap saja tidak mau. Entah terbuat dari apa kepala Rain, sepertinya terbuat dari batu?
"Gue pulangnya bareng lo" ucap Rain.
"Maksud kakak?" tanya Winter yang tidak mengerti.
"Udah gak usah banyak bicara, mending lo cepet makan" Winter yang ingin bertanya lagi jadi tidak jadi.
Melihat Winter menurut Rain tersenyum tipis. Ia duduk di sofa yang ada di ruangan Winter. Membuka handphonenya. Banyak notif yang muncul, kebanyak dari teman-temannya yang menanyakan kebaradaanya, karena ia belum memberitahukan mereka. Mungkin nanti saja. Takut meraka nanti khawatir. Sedang asik membaca pesan-pesan dari teman-temannya, tiba-tiba Kai menelfonnya. Rain melirik Winter sekilas, lalu mengangkat telfon dari Kai.
"Ya Kai ada apa?"
Mendengar Rain menyebut nama Kai, Winter yang sedang makan langsung menoleh ke arah Rain.
"Kamu baik-baik ajakan?" tanya Kai dari seberang sana.
"Iya aku baik-baik aja" jawab Rain.
"Syukur kalo gitu, ya udah aku matiin telfonnya dulu ya, masih ada urusan heh he, kamu jaga diri baik-baik"
"Iya, kamu juga"
"Bye sayang"
"Bye"
'Tuut'
Panggilan itu berakhir. Winter segera mengalihkan pandangannya. Rain dan Kai terlihat cocok. Mereka pasangan ideal. Tidak seharusnya ia mengharapkan Rain. Karena sampai kapanpun itu hanya akan menjadi angan-angannya saja.
"Udah selesai?" Rain menghampiri Winter.
Winter mengangguk. Rain mengambil alih piring di tangan Winter, lalu meletakkannya di meja. Lalu ia mengambil buah-buahan yang tadi sempat ia beli, mengupasnya dan memberikannya pada Winter.
"Makasih" hati Rain menghangat, Winter tidak lagi menolak perhatian yang ia berikan.
~☔❄~
KAMU SEDANG MEMBACA
☔Rain in the Winter❄
Fanfiction~❄ Winter ❄~ Hujan Cinta sangat tak berperasaan Hujan Kenapa cintaku selalu seperti ini? ~☔ Rain ☔~ Musim dingin Aku harap salju akan turun Musim dingin Aku mencintaimu Saat aku melihatmu hatiku seperti salju yang penuh Tidak akan pernah meleleh Mu...