15. Four Seasons🕊

715 90 16
                                    

Winter menggeram kesal karena sampai saat ini ia belum menemukan juga pelaku pelecehan Rain. Ia merasa tidak berguna. Dengan keadaan kakinya yang cacat tidak banyak yang bisa di lakukannya. Belum lagi ia harus mencari si pelaku sendirian. Vienna tidak dapat menemaninya karena dia masih harus menemui Alexa di bar. Winter tentu saja tidak bisa menahan Vienna agar tetap bersamanya.

'Arrgghh aku harus cari pelakunya kemana?'

Mengacak-acak rambutnya. Jika terus seperti ini Winter tidak akan pernah bisa menemui Rain. Mawar pasti akan melarangnya, sebelum Winter membawa pelakunya ke hadapannya. Kakak Rain itu benar-benar sudah membenci Winter. Tidak mengijinkan Winter menemuin Rain barang sedetik pun.

Langit sudah mulai menunjukkan akan turun hujan. Winter buru-buru mendorong kursi rodanya menuju tempat yang bisa melindunginya dari guyuran air hujan.

Seharian belum makan apa-apa, membuat perutnya keroncongan. Winter lupa, ia tidak memiliki uang sepeser pun untuk membeli makanan. Alhasil ia harus rela hari ini tak makan.

Hujan sudah mulai turun. Beruntung Winter menemukan tempat yang pas untuk berteduh. Di depan toko yang sudah tutup.

'Apakah jalan hidup ini hanya ada untuk menelan air mata?'

Memandang rintikan air hujan yang sudah membasahi jalanan. Tangannya terangkat, menyentuh air hujan yang berhasil membasahi kulit tangannya.

'Kau berada di depanku lalu mengapa ada jarak di antara kita?'

Entah sejak kapan, matanya mulai berkaca-kaca. Dadanya terasa sakit, amat sakit. Lelah dengan jalan hidupnya yang terus berliku. Seakan tersesat di labirin hingga tak dapat keluar.

'Ini sangat kejam, duniaku adalah dirimu yang indah'

~❄~

Rain mengerjapkan matanya beberapa kali. Menyesuaikan cahaya yang masuk ke retinanya. Tubuhnya terasa mati rasa, hingga tak dapat di gerakkan. Begitu pun dengan mulutnya, yang kesusahan hanya untuk berucap satu kata.

"R-rain kamu udah sadar?" rupanya sang kakak menyadari jika ia memang sudah membuka matanya. Baguslah, dengan begitu Rain tak perlu berusaha terlalu keras. Tubuhnya benar-benar sakit untuk di gerakkan.

Mawar langsung memanggil dokter untuk memeriksa keadaan adiknya.

Alat-alat medis yang semula menempel di tubuh Rain mulai di lepas satu per satu. Membuat Rain sedikit bisa bergerak. Walau masih agak susah. Mungkin butuh waktu untuk tubuhnya bisa pulih seperti semula.

"Jika ada keluhan, anda bisa memanggil saya kembali" ujar dokter yang menangani Rain. Mawar mengangguk setelah itu dokter tersebut pamit keluar.

"Rain" Mawar sangat terharu melihat adik kesayangannya sudah bangun dari tidur panjangnya. Air matanya menetes tanpa bisa di cegah.

"K-k-kak"

"Iya ada apa Rain? Ada yang sakit? Apa perlu kakak panggilin dokter lagi?" tanya Mawar berturut-turut. Raut wajahnya mendadak menjadi khawatir. Melihat Rain tampak kesakitan. Sungguh Mawar tak tega melihatnya. Hatinya hancur. Melihat adik kesayangannya harus kesakitan seperti ini.

"K-kak R-rain kotor hikss hikss" tangisan itu pecah. Bohong jika Rain tidak mengingat kejadian yang sudah menimpanya. Ia masih ingat dengan jelas detik-detik tubuhnya di jamah oleh Key. Semua ingatan itu benar-benar membuat hatinya sakit. Ia merasa hina sebagai manusia.

☔Rain in the Winter❄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang