8. You ♥️ I

903 127 2
                                    

Winter sudah siuman, namun Rain belum siap menghadapi Winter. Apa yang akan ia katakan padanya nanti soal kondisinya itu? Rain duduk termenung di luar ruangan, pikirannya kacau. Takut setelah ini Winter akan membencinya, karena secara tidak langsung ialah penyebab kelumpuhan kaki Winter. Andai ia tidak ceroboh menyebrang, mungkin kejadiannya tidak akan seperti ini.

Taeyeon yang baru saja keluar dari ruangan Winter melihat Rain yang masih betah di posisinya sekarang. Wajahnya terlihat berantakan, dia pasti tidak berhenti mengkhawatirkan Winter sedari tadi. Tidak tega melihatnya, Taeyeon lalu menyuruh Rain agar menemui Winter, agar dia tidak terus-terusan mengkhawatirkannya. Kondisi Winter sudah cukup membaik. Jadi tidak perlu ada yang di khawatirkan lagi, walaupun kondisi kakinya tetap sama.

"Sebaiknya kamu masuk saja. Dia sudah siuman" ujar Taeyeon. Namun Rain hanya menggeleng tanpa mau menoleh ke arahnya. Taeyeon menghela nafasnya. Anak muda memang sangat keras kepala pikirnya.

"Dia yang menyuruhmu masuk" ucapannya kali ini berhasil membuat Rain langsung menatapnya. Seakan tahu arti tatapan Rain, Taeyeon mengangguk sebagai jawaban.

Dengan ragu Rain berdiri dan mulai masuk ke dalam ruangan Winter. Tangannya tidak berhenti mengepal, ia dilanda rasa gugup sekarang. Pandangannya terus menunduk, tidak berani melihat wajah Winter.

"Kakak kenapa jalannya terus nunduk gitu?" Winter sudah senyum-senyum sendiri melihat tingkah konyol kakak kelasnya itu. Rain terlihat sangat menggemaskan sekarang.

"W-win-ter, g-gue minta maaf. Lo pasti benci gue" Rain berdiri di depan Winter. Namun kepalanya masih menunduk.

"Kenapa aku harus benci kakak?"

"Karna kan gue penyebab kaki lo gak bisa jalan lagi" Rain sudah siap jika Winter menghujaninya dengan berbagai kata makian. Winter berhak memakinya dan menyalahkannya atas semua yang terjadi padanya itu.

"Aku gak benci kakak kok, mungkin udah nasibnya aku kek gini hehe he. Jadi kakak gak usah ngerasa bersalah lagi" Rain yang mendengarnya, semakin dilanda rasa tidak enak. Kenapa Winter bisa sebaik itu? Dengan mudahnya dia memaafkannya begitu saja. Tidakkah dia marah dan benci padanya yang telah menyebabkan kakinya tidak bisa berjalan dengan normal lagi? Akan lebih baik jika Winter memakinya saja, daripada dia memaafkannya seperti ini.

"K-kenapa lo bisa sebaik ini sama gue Win? Dari dulu lo selalu bantuin gue tiap kali gue dalam masalah, kenapa?! Gue gak deket sama lo begitupun sebaliknya, kita bahkan jarang ngobrol. Terus kenapa lo selalu mau bantuin gue bahkan gak gue minta sekalipun? Kenapa?!" kali Rain mengangkat wajahnya dan menatap Winter tepat di matanya. Ingin mencari kebenarannya langsung dari matanya.

Winter tersentak kaget mendapat pertanyaan mendadak dari Rain. Ia bingung harus menjawabnya seperti apa. Tidak mungkin jika ia mengatakan kalau ia memiliki perasaan lebih pada Rain. Tentu tidak mungkin. Ia cukup sadar dengan posisinya.

"kakak udah aku anggap sebagai kakak aku sendiri, jadi gak ada alesan aku gak bantuin kakak heh he" tawa canggungnya. Ia mencoba menghindari kontak mata dengan Rain.

"Lo pasti bohong?" Rain masih belum percaya.

"Kakak tau dari mana kalo aku bohong?"

"Lo gak natap mata gue pas lo bilang kek gitu"

"Oh ya?" Winter mendekatkan wajahnya. Matanya menatap Rain intens. Rain yang di tatap seperti itu tentu sangat gugup. Tidak pernah ia sedekat ini dengan Winter. Jarak mereka semakin menipis karena Winter terus mengikis jarak. Rain hanya terdiam menatap wajah Winter yang ternyata sangat cantik jika di lihat dari jarak sedekat ini. Matanya indah, kulitnya seputih salju, sempurna. Rain di buat terpesona dengan wajah sempurna Winter. Sedangkan Winter masih mengikis jarak mereka.









☔Rain in the Winter❄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang