BIANCA || 04

564 37 12
                                    

Happy Reading!

Tok tok tok

Bianca yang sedang mempersiapkan barang-barang untuk keperluan sekolah besok, mengalihkan pandangannya pada pintu yang tadi diketuk.

"Masuk," Ujar Bianca. Mendapat respon dari dalam, Brylian membuka kenop pintu dan melangkah masuk.

"Lagi apa bidadari nya, kakak?" Tanya Brylian pada adiknya.

Bianca memutar bola matanya malas. Bidadari? Aish, kakaknya alay sekali. Ya, memang ia akui dirinya memang cantik.

"Buat sekolah besok," Jawab Bianca. Brylian yang mendengarnya mengangguk.

"Satu sekolah sama kakak, kan?" Tanyanya lagi.

"Iya." Jawabannya sembari melihat-lihat pulpennya.

Brylian menghela nafas panjang. Matanya tak sengaja melihat gelang dengan ukiran huruf D sebagai bandulnya. Brylian tahu inisial itu, ia menatap dalam adiknya yang masih berkutat dengan kegiatannya.

"Sampai kapan?" Ucap Brylian tiba-tiba membuat Bianca menghentikan kegiatannya. Ia mematung sesaat, ia tahu maksud dari pertanyaan kakaknya.

"Sampai kapan? Kamu gak bisa kaya gini terus!" Ujarnya lagi.

"Kamu harus buka lembaran baru, jangan bergantung sama masa lalu terus! Dia udah tenang disana, jangan bikin dia berat buat melangkah. Ini udah lima tahun, Bi. Kamu juga punya masa depan, dan masa depan kamu bukan dia! Coba deh kamu pikirin gimana kedepannya kalo kamu kaya gini terus, kam—," Belum sempat Brylian melanjutkan kalimatnya, Bianca lebih dulu memotong.

"KAK!" Sentak Bianca. Matanya sudah berkaca-kaca.

"Aku gak bisa, udah sepuluh tahun sama-sama. Dan sepuluh tahun buka waktu yang sebentar." Ujar Bianca. "Aku gak bisa," Lanjutnya lirih.

Brylian merasa bersalah, ia tak bermaksud untuk tadi. Saat tangannya terangkat untuk memeluk adiknya, gadis itu malah memundurkan langkahnya.

"Lima tahun emang udah berlalu, tapi dia tetep gak bakal selesai." Kata Bianca.

"Bi—,"

"Susah kak," Potong Bianca.

Brylian memejamkan matanya, ia sungguh merasa bersalah. Brylian tak bermaksud untuk membuka luka lama adiknya. Ia hanya ingin adiknya lepas dari masa lalu.

Brylian menarik tangan Bianca dan memeluk tubuh rapuh itu. Sebelah tangannya mengelus rambut adiknya, sementara tangan satunya memeluk erat pinggang Bianca.

"Maaf," Ucap Brylian sesal. Setelahnya, tangis Bianca pecah dipeluk kan kakaknya. Tangannya meremas erat baju yang dikenakan Brylian, guna menyalurkan rasa sakit yang menjalar dihatinya.

"Maaf, Bi. Kakak minta maaf, kakak gak bermaksud buat nyakitin hati kamu. Maaf." Kata Brylian. Sesekali mengecup pucuk kepala adiknya.

Brylian melonggarkan pelukannya saat mendengar dengkuran halus. Ia menunduk dan melihat adiknya yang sedang memejamkan matanya, ternyata adiknya tertidur. Cantik, batinnya sambil tersenyum tipis. Ia menggelengkan kepalanya saat tersadar. Aish, ingatkan Brylian jika yang berada di pelukannya itu adalah adiknya sendiri.

Brylian mengangkat tubuh Bianca membawanya ke ranjang, dan langsung meletakkan tubuh adiknya disana. Setelah mengecup kening gadis itu, Brylian keluar dari kamar Bianca.

***

Saat ini, satu keluarga tengah menyantap makan malam mereka di meja makan.

"Kapan kamu punya pacar?" Celetuk pria dewasa disana.

"Apa sih, Yah? Itu mulu pembahasan nya," Ujar lelaki tampan menjawab.

Andy. Pria itu berdecak malas. "Jangan-jangan kamu udah punya pacar, tapi gak mau di kenalin ke ayah sama bunda?" Andy menatap anaknya menyelidik.

Beckham menatap ayahnya jengah. "Aku gak punya pacar, Yah!" Tekan Beckham.

"Ya cari dong!" Ujar Andy.

"Entar juga dateng sendiri, aku kan ganteng," Ucapnya percaya diri. Ia menarik turunkan alisnya.

"Ya kalo ganteng, pasti sekarang udah punya gandengan. Lah ini, gak ada satu pun yang dibawa ke rumah." Kata Andy.

"Y-ya kan aku nya yang gak mau." Ungkap Beckham. "Aku mau yang sesuai hati." Lanjutnya lagi.

"Halah, bilang aja gak laku." Cetus Andy. Beckham yang mendengar itu melotot tak terima. Baru saja hendak membalas tapi sebuah suara menghentikannya.

"CUKUP!" Teriaknya jengah. "Ribut terus, lagi makan juga!" Katanya.

Bella. Wanita itu menatap suami dan anaknya dengan tajam. Sudah jengah mendengar perdebatan yang isinya hanya itu-itu saja.

"Makan!" Titahnya.

Kompak, suami dan anak itu mengangguk dan melanjutkan makan nya. Tidak berani membantah perintah ibu negara. Bisa-bisa, yang satu gak dapat jatah dan yang satu gak dapat izin keluar rumah.

Mereka melanjutkan makan malam itu dengan hening. Sesekali anak dan ayah itu saling menatap tajam. Bela yang tau hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

***

See you in the next chapter!

@nurul.1013_

BIANCATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang