Dengan kepala yang masih penuh dengan tanda tanya mengenai Bramantio Jayaputra, gue baru saja dapat tugas dari Pak Robby untuk membuat simulasi marketing fee yang akan diterapkan pada sebuah perusahaan yang sedang mengajukan diri sebagai agen dari kantor gue. Sebenarnya hal ini kerjaan tim marketing, tapi Pak Robby lebih senang jika hal seperti ini dikerjakan oleh gue yang memang tahu masalah pelatihan dari hulu sampai hilir. Buat gue sendiri, ini bukanlah pekerjaan yang sulit. Hanya saja, otak cerdas gue ini sedang punya keinginannya sendiri.
"Saya ingin kamu buatkan simulasi diskon seperti yang dulu pernah kamu buat. Misalkan satu sampai tiga peseta yang didapatkan, dia akan mendapatkan keuntungan tiga persen dari harga training yang kita tawarkan. Kalau dia dapat empat sampai enam, dapat sekian persen, tujuh sampai sepuluh orang, dia dapat sekian persen lagi."
Seharusnya gue langsung membuka Microsoft excel. Namun, yang terjadi gue malah membuka google dan menulis nama lengkap pengirim sekeranjang buah it uke dalam kolom pencariaan. Begitu kursos gue mengklik ikon bergambar kaca pembesar, maka membesar pula pupil mata ini.
Gue mencoba meyakini diri bahwa rangkaian nama itu bisa saja dimiliki oleh seribu orang yang tinggal di negara ini. Apalagi dari sepuluh artikel yang gue baca, semuanya menceritakan bahwa Bramatio Jayaputra ini adalah anak sulung dari seorang Direktur Utama di salah satu Bank swasta. Ibunya adalah model terkenal pada masanya dan berdasarkan info dari linkedin, Bramantio ini bekerja sebagai software engineer di sebuah startup yang berkantor di Kawasan SCBD. Duh, ya Allah... masa iya, makhluk macam begini ngirimin gue sekeranjang buah?
Tidak puas hanya mencarinya di website, gue pun mengambil ponsel dan mulai mencari namanya di kolom pencarian pada Instagram, twitter dan juga facebook. Ternyata manusia hanya memiliki instagam dengan keadaan akun yang seperti kos-kos-an putri. Bagaimana tidak, hampir semua followersnya adalah perempuan!
"Jumlah pengikutnya seratus tujuh puluh delapan ribu. Itu kalau dikumpulin, se-GBK cukup nggak sih?" celoteh gue sembari mengerahkan seluruh kemampuan stalking.
Dari foto-foto yang dishare dengan caption minimalis tapi memiliki komentar berjibun, gue nggak menemukan petunjuk berharga apa pun. Lalu gue pun beralih pada bagian yang menunjukkan berapa orang yang diikuti olehnya. Hanya ada 57 orang dan salah satunya bernama Redy Wistara Jayendra! Oh, My God! Sejak kapan Mas gue yang satu itu punya kenalan se-wow ini? Well, bucinnya Mbak Ruri itu memang anak IT, tapi gue nggak nyangka saja kalau dia bisa kenal dengan Bramantio Jayaputra.
Sebelum menutup aplikasi, gue pun menangkap layar dari akun si pria yang tampaknya seusia Mas Redy itu.
Bun, ternyata yang kirimin Shapire buah, masih temannya Mas Redy
Tidak membutuhkan waktu lama, foto dengan keterangan itu pun mendapatkan respon dari Bunda.
Kamu yakin, kalau itu Bramantio yang kirimin kamu buah?
Soalnya supir barunya Tante Meri itu namanya juga Joko Widodo loh.
Bunda merasa kalau orangnya seganteng itu, nggak mungkin kasih Shapire buah, begitu?
Oh, jadi menurut kamu yang kayak gitu, ganteng, Dek?
Baru saja gue akan mengetikkan pesan balasan, seseorang menelepon gue.
"Apakah benar ini dengan Ibu Auristela Shapire Jayendra?"
"Iya, benar. Ini siapa, ya?"
"Saya Danang dari Makan Yuk! Saya mau mengantar pesanan makan siang untuk Ibu Shapire Jayendra."
"Secara pribadi, saya tidak pernah pesan makan di tempat Mas-nya, yang apa tadi namanya? Makan dong?"
"Di sini tertera nama pemesannya adalah Ibu Yuditha untuk Ibu Auristela Shapire Jayendra." Dengan alis yang menaut, gue lantas mengatakan pada sang kurir untuk menitipkan pesanan itu pada resepsionis.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's (Not) Only Me✔️ (Sudah Terbit)
ChickLitAwalnya kehidupan Shapire tenang dan damai. Lalu para teman-temannya berkonspirasi untuk mencarikannya jodoh. Iya, JODOH. Yang keberadaannya masih menjadi misteri untuk Shapire. Kalau kata Rima, si pembaca tarot yang menjadi anggota Geng Telur Gulun...