Dikenalkan Lagi dan Lagi

6.1K 511 57
                                    

Seperti judul yang gue tulis untuk bab ini, maka di sini gue mau cerita seluruh penderitaan gue saat dipaksa untuk berkenalan dengan laki-laki yang katanya begini dan begitu. Kalau saja ada olimpiade mengenalkan orang, pasti Mas Redy dan Mas Alfan dapat medali emas bertahta berlian deh! Belum lagi kelakuan Mbak Ruri dan Mbak Uut. Ya Tuhan... kenapa sih dua perempuan itu bisa setali tiga uang dengan suami mereka? Apa iya, definisi berjodoh harus serba sama? Menurut gue nggak begitu deh!

"Sapiiiiiiii!" Nah, baru juga gue ghibahin, Mas Redy sudah berteriak memanggil dengan nama kecil gue. Iya, nama gue yang indah ini, berubah menjadi hewan penghasil susu itu.

"Kamu sudah mandi belum?" tanyanya saat sudah berada di depan gue yang sedang duduk di ruang tengah. Jelas saja matanya melotot hingga mau copot, wong gue masih dalam mode upik abu begini. Ya, meski sudah mandi dan juga sarapan, gue masih betah menggunakan piyama kucel dengan rambut dicepol asal-asalan.

Mengerti ke mana arah pembicaraan Mas Redy, gue langsung bertanya sambil mengambil toples yang sudah diisi ulang oleh Bunda denagn kacang atom kesukaan gue. "Siapa lagi sih yang mau Mas kenalin sama aku? Anak bungsunya Pak Jokowi?"

"Eh, iya, kamu inget sama Mas Imbang, kan?" Mbak Ruri yang sedang menggendong si bontot tiba-tiba berdiri di samping suaminya.

"Uhuk-uhuuuk uhuukk..." Dengan sigap kakak pertama gue itu menyerahkan segelas air yang memang sudah gue letakkan di antara toples-toples kaca koleksi Bunda. Sebenarnya bukan kaget dengan kemunculan kakak ipar gue yang berprofesi sebagai dosen itu. Tapi, nama yang disebutkanya itu yang membuat paru-paru gue terasa dililit usus.

Setelah gue bisa menghirup udara lagi, "Kalau aku masih inget sama dia, memangnya kenapa ya, Mbak?" tanya gue dengan ogahnya. Duh, bisa nggak sih... Hari libur gue ini tidak diganggu oleh siapa pun?

"Orangnya sudah di depan tuh," ucap Mas Redy dan tersedaklah gue untuk yang kedua kali. Kalau tadi dengan kacang atom maka sekarang dengan air. Bahkan sampai masuk idung! Ck!

"Ngapain dia ke sini? Mau narikin uang keamanan komplek? Atau mau nagihin pinjol?" tanya gue sengit.

"Dia cuma mau ketemu sama kamu." Belum juga menolaknya, Mas Redy sudah kembali bertitah. "Sudah sana ganti baju. Nggak baik menolak rezeki."

"Kalau ternyata dia malapetaka bin marabahaya bagaimana?"

"Kami yang jamin kalau dia tidak begitu," jawab Mbak Ruri yang diangguk Mas Redy. Haaah! Kalahlah gue...

*****

Dengan sangat terpaksa, gue memperindah penampilan. Sebenarnya nggak indah-indah banget sih. Gue cuma menguncir rambut panjang gue dengan model ekor kuda dan sedikit menggunakan bedak serta lipbalm.

"Katanya jijik amit-amit tapi, kok, dandan?" Tanpa harus menengok, gue juga tahu kalau sosok yang sedang berdiri di ambang pintu gue adalah Mas Alfan. Dibandingkan Mas Redy, manusia yang lahir tiga tahun lebih dari gue itu memang punya mulut yang ampun deh. Kayaknya sih bukan salah Bunda yang mengandung atau Ayah yang membuahi. Tapi salah makanan yang diidam-idamkan Bunda saat sedang mengandungnya. Katanya, Bunda ngidam tahu genjrot dengan cabai yang nggak boleh kurang dari 50 buah. Kalau kurang, Bunda akan menangis dan Ayah yang menjadi korbannya.

"Daripada dibilang kayak mayat, ya mending aku dandan dong, Mas." Mendengar jawaban gue, Mas Alfan tertawa terbahak-bahak.

"Kayaknya Mas tahu tuh siapa yang ngatain kamu begitu."

"Ya, pasti tahulah! Yang ngenalin juga Mas Alfan!"

Jadi, ceritanya begini. Di dua pekan yang lalu, gue tuh dikenalin dengan seorang pria metroseksual atas rekomendasi Mas Alfan. Katanya, manusia bernama Rama itu sedang mencari pasangan hidup. Papinya seorang anggota dewan dan Maminya sibuk membangun citra diri sebagai ibu-ibu sosialita masa kini. Foto sana sini dengan caption beramal padahal sih sedang berakal agar terus mendapat pujian dari para netizen.

It's (Not) Only Me✔️ (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang