Side story Agel

632 68 2
                                    

"mau kemana lagi kamu?" Farel berdiri tegap menghalangi jalan keluar. Dia menatap tajam kearah sang istri yang sedang memutar matanya jengah.

"Ayolah, aku ada pemotretan. Kamu jangan mulai deh."

Farel menahan emosinya, dia semakin menatap tajam Nia.

"Agel lagi sakit. Dan kamu sebagai ibunya harusnya mengurus dia. Bukan malah keluyuran gak jelas kaya gini."

Nia tertawa sinis, "apa urusanku? Kamu kan yang mau seorang anak? Jadi urus aja anak si*lan mu itu." Setelah itu Nia keluar dengan paksa sambil menabrak bahu Farel.

Farel menghela nafasnya, dia menutup pintu dengan sedikit kencang.

"Babeh...." Suara serak Agel terdengar. Anak yang baru saja menginjak usia 5 tahun itu mencari-cari keberadaan sang ayah.

Farel menoleh, dia menghampiri sang anak yang baru datang sambil mengucek matanya. Farel tersenyum lalu mengangkat sang putra kedalam gendongannya.

"Baru bangun hm?" Tanyanya sambil mengecek suhu tubuh Agel.

Panasnya sudah turun. Farel bersyukur dalam hati.

"Emak kemana lagi?" Agel bertanya menghiraukan pertanyaan sang ayah.

Farel terdiam, karena sejujurnya dia tidak tau dimana lokasi pemotretan Nia. Bisa saja didalam kota, luar kota, bahkan luar negeri.

"Agel mau main keluar gak? Jevan, Agam sama sapi dari kemaren nyariin Agel loh." Farel mengalihkan pembicaraan.

Mata Agel langsung berbinar, dia segera berontak minta diturunkan.

Kaki kecilnya berlari kearah luar diikuti Farel.

Mata bulat Agel mencari keberadaan ketiga kawannya. Kemudian dia bisa mendengar suara grasak-grusuk dari balik semak-semak. Agel menghampiri asal suara itu. Disana dia bisa melihat ketiga sahabatnya sedang berjongkok seperti mencari sesuatu.

"Kalian ngapain disitu?" Tanya Agel kepo.

Agam, Jevan dan Savier langsung terlonjak kaget.

"Gustii..... Ngapain pada disitu hah? Nanti kalian gatel." Omel Farel ketika menyadari ada tiga bocah dibalik semak-semak.

"Kita ladi nyali bayi, beh." Jawab Jevan.

"Hah?!"

"Bayi kucing." Jelas Agam.

Farel mengelus dadanya lega, dia kira ada orang gila yang buang bayinya sembarangan.

Miaw

Miaw

Miaw

Suara kucing kembali terdengar disusul dengan suara gesekan antar semak-semak. Dan tak lama muncullah seekor anak kucing yang memiliki bulu putih corak hitam. Kucing itu memiliki bulu yang lembut juga lebat.

Agel menatap anak kucing itu dengan berbinar. Dia segera berjongkok untuk mengamati kucing itu yang sedang berjalan kearahnya.

"Lucu. Agel mau pelihara boleh?" Rayunya pada sang ayah. Farel mengangguk mengizinkan. Dia harap dengan adanya kucing itu Agel tidak lagi merasa kesepian jika sedang berada dirumah.

"Wahhh Agel mau pelihala? Namana sapa?" Tanya Jevan dengan semangat.

Agel terdiam sebentar, "Caroline." Jawabnya mantap.

Farel tertawa kecil, ada-ada aja.

"Clolin?" Jevan baru mendengar nama seperti itu.

"Caroline." Koreksi Agam.

"Kaloni?"

"Caroline, Jevan..." Savier ikut mengoreksi.

"Caloin?"

"Ka..."

"Ka..."

"Ro..."

"Lo..."

"Lin..."

"Lin..."

"Caroline."

"Kaloin."

Farel tersenyum tabah. Sabar.... Anak orang ini.

"Yaudah panggilannya oli aja." Putus Agel. Lama-lama kasian dia liat Jevan yang gak bisa nyebut nama Caroline.

"Wahh kelen, dali kaloin panggilana oli." Jevan bertepuk tangan.

"Ngapain nih?" Tanya Romeo yang baru saja pulang kerja. Dia dibuat bingung melihat para anak-anak dan Farel yang sedang berjongkok di dekat semak-semak.

"Daddy!! Agel nemu kucing... Namana kaloin tapi dipanggilna oli!" Lapor Jevan sambil berlari kearah Romeo.

Romeo segera mengangkat sang putra.

"Kaloin?" Tanyanya bingung.

"Caroline. Cuma anak Lo gak bisa sebutnya." Jelas Farel sambil berdiri.

Romeo tertawa. Dia mengangguk mengerti.

"Ayo masuk kedalam rumah Daddy, Daddy bawa pizza sama martabak." Ajaknya pada anak-anak.

"Asik!!"

Namun Farel yang lebih dulu berlari masuk sambil berteriak semangat.

"Babehna nyebeyin dad, usil aja dali lumah." Jevan mengatakan hal itu dengan polosnya.

Romeo terkekeh kecil lalu mengecup pipi sang putra, "jangan, nanti babeh nya nangis."

"Babeh nanis? Babeh tan udah tua."

"Astaghfirullah Juliet! Anak Lo berdosa sekali!" Pekik Farel yang tak sengaja mendengar perkataan Jevan.

"Babeh! Jangan diabisin ih! Agel belum makan!" Agel merengek melihat sang ayah yang sudah memakan 3 potong pizza.

Farel tertawa, dia segera menggendong Agel.

"Tenang, kalau abis babeh beliin Agel 3 box. Tapi nyicil bayarnya."

Agel mengerucutkan bibirnya kesal.

"Santai aja gel, Daddy beli banyak kok." Ujar Romeo sambil menurunkan Jevan didekat meja. Anak itu dengan sigap melahap satu potong martabak keju.

Romeo melirik kearah Agam. Anak itu nampak diam sambil memandang kearah Farel dan Agel yang nampak sedang bercanda bersama. Romeo tersenyum sendu, dia segera mengangkat Agam keatas pangkuannya.

"Agam kenapa diam aja? Sakit gigi?" Canda Romeo sambil menciumi pipi Agam.

Agam tertawa kecil, dia menggeliat karena merasa geli.

"Kenapa hm?"

Agam tersenyum lebar, dia menggeleng.

"Agam gak apa-apa." Jawabnya.

Romeo menatap kagum wajah Agam. Anak sekecil ini sudah memiliki wajah yang rupawan. Apalagi besar nanti?

"Anak Daddy kok ganteng banget sih?" Romeo memeluk tubuh Agam dengan erat. Dia menggoyang-goyangkan tubuhnya ke kanan dan kiri.

Tak lama terdengar ringisan dari Agam. Romeo langsung melepaskan pelukannya. Dia menatap kearah Farel yang ternyata sedang menatap kearahnya juga.

(Berlanjut di side story Agam.)



See you......

JASA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang