7

1.6K 223 14
                                    

Jeno dengan langkah gontai, berjalan menuju kamarnya- ah dan istrinya. Dengan menyiapkan hati dan pikiran dia memantapkan tubuhnya seakan menyemangati diri. Tidak mungkinkan Renjun akan meninggalkannya hanya karena kejadian siang tadi? Tidak mungkin 'kan Renjun akan marah berkepanjangan? Pikiran pikiran buruk terus menghantui pikiran Jeno.

Pintu terbuka oleh tangan Jeno yang mendorongnya. Dilihatnya Renjun diatas ranjang tengah meminum vitamin rutinnya. "Sayang...?"

Jeno terus mengikis jarak antara keduanya tak mengindahkan semua panggilannya yang tak Renjun jawab.

Suara decitan ranjang yang bergerak karena Jeno merangkak kearah Renjun mengisi keheningan.

"A-aku minta maaf."Lirih Jeno dengan menggenggam tangan Renjun yang telah kosong dari obat obatan.

"Minta maaf untuk apa?"Tanya Renjun mengawali kekosongan.

Genggaman keduanya terlepas saat Jeno beralih merengkuh tubuh Renjun. Malam tak merenggut kesadaran keduanya yang tengah mengadu kasih yang tak tersampaikan dengan baik.
Seaakan mengetahui suasana dikamar pasangan itu, angin berhembus dengan suhu sedikit dingin pertanda bahwa hujan akan datang cepat atau lambat.
Kini Jeno dengan segala penyesalannya entah terlambat atau tidak menyelimuti hati Jeno sendiri."Untuk semuanya, aku minta maaf kalau kau terlalu sakit karena semua perbuatanku Renjun."

"Aku tengah berusaha Jeno.. aku berusaha. Apa yang tidak aku mengerti didunia ini?kenapa kau tidak menjelaskan saja apa yang terjadi?aku lelah seperti ini."

Jeno menangkap wajah yang membuatnya jatuh cinta, tidak ada binar yang pertama kali ia lihat, hanya raut lelah disana."S-sungguh aku tidak mungkin bermain di belakangmu, aku tidak mempunyai hubungan apapun dengan Sora. Kita hanya rekan kerja."

Renjun mengusap tangan yang berada diwajahnya."Kau sudah mengatakan itu teru menerus, aku bosan tapi tetap menyakitkan."

"Lalu apa yang harus kulakukan agar kau mengerti?"

Gelengan seakan mengakhiri kegiatan Renjun meladeni Jeno yang berusaha meyakinkan dengan berkata tidak terus menerus, dia menahan dadanya yang terus merasa sesak. Setelah kedatangan Jeno yang meminta maaf dengan kata kata yang keluar dari mulutnya itu, bukannya Renjun memaafkan malah dia semakin merasa kecewa dan sedih.

Jeno menatap punggung Renjun yang tertidur membelakanginya tak mengerti. Apa yang harus dia lakukan?apa yang harus dia perbuat agar Renjun merasakan cintanya? Disaat seperti ini
entah meluap kemana sisi romantis Jeno, entah kemana sifat Jeno yang selalu menenangkan.

Mengakhiri segala kegelisahannya Jeno memilih ikut merebahkan dirinya dan memeluk Renjun dari belakang. Dia sesekali mengecup puncak kepala Renjun, dia tidak memejamkan matanya rasa kantuknya seperti tak ingin keluar.

Beberapa menit Jeno menghentikan kegiatan mengusap puncak kepala Renjun saat mendengar suara erangan dari mulut mungil itu, detik kemudia dia membelakan matanya saat Renjun langsung berlari kearah kamar mandi dan mengarahkan wajahnya kewashtafel, Renjun yang tengah fokus menghilangkan rasa mualnya dikejutkan sebuah tangan mengurut lehenya dan kepalanya dipijat lembut.
Renjun kembali mengeluarkan rasa yang bergejolak diperutnya saat mual kembali terasa.

"Sejak kau begini? pusing? kita kedokter ya?"Pertanyaan Jeno bertubi tubi itu hanya dibalas gelengan oleh Renjun dia menurunkan tangan Jeno dari tubuhnya dan merebahkan kembali tubuh Lelahnya diikuti Jeno yang kesal dibelakangnya.

"Renjun jangan mengabaikanku, aku tau aku salah sayang."

"Apa salahmu?"Tanya Renjun tanpa menatap Jeno.

"Sebelum itu tatap aku dulu!"Sentak Jeno dengan membalikan tubuh Renjun kasar, hal itu membuat jantung Renjun berdegup kencang. Ada apa dengannya kenapa tiba tiba sangat kasar?

"Ya! Aku tau beberapa Minggu ini tidak pernah meluangkan waktu untukmu! Aku seperti terlihat berselingkuh dengan asistenku Sora! Sudah cukup! Aku lelah sehabis pulang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup kita, bukannya menyambutku dengan baik kau malah semakin membuatku pusing dan lelah!"Sentak Jeno saat emosinya sudah meluap dengan mata nyalang menatap Renjun yang terdiam,

Renjun memundurkan tubuhnya menjauh dari Jeno,"K-kau lelah Jeno..?"

Nafasnya seakan tercekat dia menahan tangis yang membuat dadanya sesak bukan main. Kakinya pelan dia berdiri
dan menatap Jeno dengan pandangan terluka kalau saja semua orang bisa melihat.

"K-kalau begitu, a-aku akan tidur dikamar lain, aku tidak akan mengganggumu."

Renjun memundurkan langkahnya saat Jeno hendak meraih tubuhnya.

"Kau lelahkan?j-angan! ganggu aku, istirahatlah."

Jeno meremad tangannya hingga terkepal keras, hatinya ikut nyeri saat melihat Renjun seakan ketakutan olehnya."Tidak.. aku hanya emosi tadi jangan pikirkan perkataan ku tadi.
Ayo tidur lupakan apa yang terjadi.",

Renjun menggelengkan kepalanya kuat, dia terisak. Dadanya bergemuruh menahan sakit. Jeno panik melihatnya.

"Jangan ditahan, menangis saja Renjun!"

Suara sentakan dengan pelukan ditubuhnya membuatnya langsung menumpahkan tangisnya yang ia tahan, suara tangisan memilukan itu akan menyakiti siapa saja yang mendengarnya. Jeno mengusap punggung ringkih Renjun dengan pelan tanpa sadar air matanya ikut mengalir saat mendengar suara tangisan Renjun yang begitu menyesakan.

Malam yang diiringi suara gemericik air hujan yang lumayan deras itu seakan menjadi saksi pertengkaran keduanya, entah pertengkaran yang membuat mereka semakin erat atau malah membuat hubungan keduanya semakin retas...

Our Story [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang