4

31 4 0
                                    

Pelita mengerjap-ngerjapkan matanya, dia melihat sekeliling ruangan itu. Ruangan bernuansa putih dengan bau khasnya, bau obat-obatan.

“Lo udah sadar,” ucap seorang cowok yang baru saja masuk, Pelita seperti tidak asing dengan suara cowok itu. Abi, iya itu suara Abi dan sekarang dia berjalan dengan kantong kresek di tangannya menghampiri Pelita.

“Kak Abi?” ucap Pelita, Abi mengambil mangkuk di dalam laci lalu menuangkan bubur ke dalamnya.

“Kepala lo masih sakit?” tanya Abi membuat Pelita refleks memegang kepalanya. Dia sedikit meringis, sepertinya dahinya memar. Abi yang mendengar Pelita merasa kesakitan menatapnya, pasti sangat sakit, pikirnya.

“Maafin gue, tadi gue buru-buru dan gak tau kalau ada lo di belakang pintu,” ucap Abi merasa bersalah.

Oh, jadi Abi yang membuatnya seperti ini.

Abi mendekat pada Pelita lalu duduk di tepi kasur, Abi menempelkan punggung tangannya pada dahi Pelita dengan pelan takut terkena memar akibat terbentur pintu olehnya. Pelita yang mendapat perlakuan itu seketika membeku, jantungnya berdetak tidak karuan karena grogi.

“Demam lo masih belum turun,” ucap Abi, Pelita jadi teringat saat bangun tidur dia merasa badannya demam.

“Lo makan dulu, abis itu minum obat,” ucap Abi memberikan mangkuk yang sudah berisi bubur itu.

“Makasih, Kak.” Pelita menerima mangkuk itu.

“Sekali lagi maaf karena udah buat lo kayak gini,” ucap Abi, Pelita bisa merasakan penyesalan Abi, dia jadi merasa tidak enak.

“Gapapa kok, Kak. Dari pagi emang udah pusing juga, sekarang udah baikan kok,” ucap Pelita.

Abi melihat jam di tangannya, sudah menunjukan pukul sembilan. Sepertinya dia harus segera kembali ke kelasnya karena akan ada ulangan harian, tetapi dia tidak tega meninggalkan Pelita sendiri. Entah kenapa, dia merasa sangat peduli pada cewek ini padahal sifat asli Abi itu sangat cuek dengan siapapun terkecuali adik perempuannya.

“Kalau mau ke kelas gapapa kok, Kak,” ucap Pelita yang menyadari kekhawatiran Abi.

“Gue ada ulangan sekarang, jadi ...” ucapan Abi terjeda karena masih merasa tidak enak pada Pelita.

“Iya sana, Kak, ke kelas aja.” Abi mengangguk.

“Gue ke kelas, ya. Sekali lagi maaf,” ucap Abi, Pelita hanya mengangguk. Setelah itu Abi meninggalkan Pelita sendiri.

Setelah memakan bubur yang Abi berikan, ada petugas uks yang menghampirinya dan memberikan obat kepada Pelita. Setelah itu Pelita meminta untuk diantar ke kelasnya.

Sebenarnya Pelita masih pusing dan demamnya belum kunjung turun, tetapi jika terus di uks untuk apa dia pergi ke sekolah. Dia memaksakan diri untuk sekolah agar bisa ikut absen dan akan ada ulangan juga jadi dia harus segera ke kelas.

--------

“Pelita!” Airin menghampiri Pelita yang diantarkan petugas uks tadi.

“Makasih, Kak,” ucap Pelita kepada petugas uks itu lalu dia pergi, Pelita berjalan dibantu Airin menuju mejanya.

“Ya allah, Ta. Badan lo masih panas gini, lo kenapa ke kelas?” tanya Airin khawatir.

“Sekarang ada ulangan, kan, gue gapapa kok,” ucap Pelita membuat Airin mendengkus kesal.

“Lo lebih mentingin ulangan dari pada kesehatan lo?” ucap Airin.

“Lo juga tau kan gue sekolah-,”

“Ya, ya, ya ... lo sekolah dengan beasiswa dan harus pertahanin nilai dan kehadiran lo. Tapi, Ta, sekarang lo lagi sakit.” Airin memotong ucapan Pelita, dia bisa saja izin dan itu tidak akan masalah. Tapi, bukan Pelita namanya jika tidak rajin dan satu lagi, keras kepala.

REDUPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang