Abi masuk ke ruang rawat Pelita, di sana terlihat Pelita yang sudah telelap di alam bawah sadarnya. Abi duduk di kursi dekat Pelita, menatap dalam gadis itu.
Wajahnya yang tenang, napasnya yang teratur. Cantik, pikir Abi. Tanpa sadar Abi terus memperhatikan wajah Pelita, satu hal yang terus mengganjal di hatinya, apa masalah yang gadis ini hadapi hingga dia berniat mengakhiri hidupnya tempo hari.
Ceklek. Suara pintu terbuka menyadarkan Abi. Terlihat Airin, Arka, Arden, dan Dito, masuk.
Abi segera menempelkan jari telunjuk di bibirnya, memberi tanda agar mereka tidak berisik.
"Ta, lo kenapa sih sering sakit gini," lirih Airin menatap Pelita dengan rasa khawatir.
"Dia baik-baik aja, cuma butuh istirahat," ucap Abi.
Pelita mengeliat kecil mendengar suara mereka, matanya mengerjap-ngerjap. Nyawanya belum sepenuhnya terkumpul, Airin segera memeluk Pelita yang masih terbaring.
"Ahh Pelita, lo gapapa kan? Gue khawatir banget," ucap Airin membuat Pelita tersenyum, dia beruntung memiliki sahabat seperti Airin.
"Gue gapapa, Airin," jawab Pelita melepaskan pelukan Airin.
"Lo sih gak dengerin gue, makanya jangan bandel, gue bilang istirahat ya istirahat, jangan ngeyel jadinya gini, kan!" dumel Airin membuat Arka terperanga, tadi Airin berbicara seolah sangat khawatir sekarang cerewetnya kembali.
"Heh, temen lo lagi sakit, malah dimarah-marahin," tegur Arka membuat Airin mendengkus.
"Abisnya kepala batu, sih," ucap Airin.
"Gue gapapa, Airin," ucap Pelita tersenyum melihat tingkah sahabatnya.
"Kalian bertiga ngapain ke sini?" tanya Abi kepada tiga sahabatnya.
"Nih nganter ni bocah, ngerepotin aja," ucap Arden menunjuk Airin, yang ditunjuk mendelik tidak terima.
"Lah aku gak minta dianter, Kak Arka yang nawarin," ucap Airin. Kini semua pandangan tertuju pada Arka.
"Lo bilang Airin yang minta dianter," ucap Dito diangguki Arden yang mulai curiga, Arka gelapan bingung harus menjawab apa.
"Lah kan Abi di sini, gue ngajak kalian buat ketemu Abi," alibi Arka memuat semua memicingkan matanya.
"Modus," ucap Dito, Arden, dan Abi bersamaan. Pelita terkekeh sedangkan Arka dan Airin terlihat sama-sama salah tingkah.
***
Hari ini pelita sudah diperbolehkan pulang, sebenarnya malam pun dia sudah boleh pulang hanya saja abi yang memintanya untuk tetap di rumah sakit karena Pelita masih terlihat pucat.
"Gak turun?" ucap Abi menyadarkan Pelita, ia tidak sadar jika sudah sampai di depan rumahnya.
Sedari tadi Pelita melamun, dia ragu untuk pulang. Orangtuanya pasti marah besar jika tahu dia tidak pulang kemarin, dia menatap rumahnya dengan was-was.
"Lo kenapa sih?" tanya Abi melihat Pelita yang hanya menatap keluar tanpa berbicara.
"Gapapa, makasih banget ya, Kak. Oh iya uang bekas bayar rumah sakitnya berapa? Biar aku ganti," ucap Pelita, dia merasa tidak enak jika harus selalu merepotkan Abi, lagi pula dia masih punya simpanan uang untuk bulan ini.
"Gak usah," ucap Abi.
"Tapi Kak-"
"Gue bilang gak usah ya gak usah, cepet sana turun." Pelita mengerutkan keningnya, Abi mengusirnya?
"Yaudah kalau gak mau, gak maksa," ketus Pelita segera keluar dari mobil Abi, dia berjalan pergi ke rumahnya tanpa melihat Abi kembali.
Saat hendak membuka pintu rumahnya terdengar suara pecahan benda, lalu terdengar teriakan ibunya. Pelita segera membuka pintu dan benar dugaannya, orangtuanya kembali bertengkar.
"Saya tidak pernah menuntut kamu untuk bekerja!" teriak Ardi kepada Saras, Saras menatap Ardi penuh amarah.
"Saya bekerja karena kamu tidak becus mencari uang, Ardi! Jangan salahkan saya!"
"Halah alasan, itu cuma alasan kamu agar bisa bebas pergi dengan cowok brengsek itu!"
Prangk!
Pelita memejamkan matanya menutup telingnya, Saras melempar vas bunga membuatnya pecah berceceran.
"Jaga mulut kamu, bukannya kamu yang selalu bersama kupu-kupu malam itu? Dia mantan kamu, bukan?!"
"Jangan kurang ajar kamu, saya seperti itu karena kamu yang lebih dulu!"
Ardi menatap Pelita yang sedang berdiri di ambang pintu sekilas.
"Liat anak kamu, semalaman tidak pulang! Anak dan ibu sama saja, jalang. Saya ragu apa jangan-jangan dia bukan anak saya?!"
Deg. Pelita merasakan dadanya sangat sesak mendengar perkataan Ardi, bukan anaknya? Jalang? Apa pantas dia berkata seperti itu pada Pelita?
"Kamu yang tidak bisa mendidik anak, kamu kasih tau dia apa yang benar!"
"Harusnya itu tugas kamu, bukan saya. Kamu yang bertugas mengurus rumah, mengurus suami, mengurus anak. Tapi liat kamu hanya memikirkan kesenangan kamu sendiri!"
"Bukannya kamu selalu menganggap saya tidak becus? Urus saja sendiri, dia anak kamu juga, saya tidak pernah meminta melahirkan anak dari kamu!"
Cukup. Pelita tidak mau mendengarnya lagi. Apa Pelita tidak berharga sama sekali di mata mereka? Selama ini mereka mengganggap Pelita Apa? Kehadirannya tidak diinginkan, apa dia sebuah kesalahan? Kenapa Pelita yang selalu disalahkan, semua anak tidak minta dilahirkan bukan?
Pelita sudah tidak kuat, dia membalikan badan hendak berlari tetapi terhenti saat melihat seorang cowok yang berdiri mematung menatapnya.
Pelita menatap mata sayu penuh rasa khawatir itu, entah mengapa pelita langsung memelukanya.
"Kak, bawa aku pergi."
****
Tiba-tiba muncul ide nghehehe, semoga suka <3Oh iya, kenalin ini visual Pelita
Ini visual Abi
KAMU SEDANG MEMBACA
REDUP
Teen Fiction"Ragaku utuh, tetapi tidak dengan jiwaku yang telah runtuh." -Pelita Anatasya