10

21 2 1
                                    

Abi menghentikan motornya di depan rumah Pelita, rumahnya sangat gelap sepertinya tidak ada siapapun. Pelita turun dari motor Abi, Abi juga ikut turun untuk menemani Pelita.

"Kakak tunggu aja di sini," ucap Pelita.

"Enggak, gue temenin aja sampe dalem," ucap Abi, Pelita hanya pasrah tidak mau mempermasalahkan itu.

Mereka masuk ke dalam rumah dengan menggunakan senter dari handphone. Pelita mendekati saklar dan menyalakannya.

Rumahnya masih berantakan dengan pecahan vas bunga dan gelas, sepertinya orang tuanya tidak ada yang pulang.

"Kak aku ke kamar dulu, Kak Abi tunggu di sini," ucap Pelita lalu meninggalkan Abi sendiri.

Abi melihat sekeliling, pecahan vas bunga dan kaca. Bagaimana bisa Pelita bertahan dengan kondisi seperti ini, pasti orang tuanya tidak sekali dua kali bertengkar. Terlihat jelas perilaku orang tuanya pada Pelita dengan kata kata yang mereka lontarkan padanya.

Apa mungkin Pelita sakit juga karena disiksa orang tuanya? Tidak mungkin kan orang tuanya sampai main fisik? Tapi, bekas memar di pipi Pelita yang mungkin sedikit orang yang menyadarinya itu bisa jadi karena tamparan. Ah Abi tidak boleh suudzon.

Abi berjongkok melihat satu benda tergeletak, figura foto yang terbalik. Tangannya hendak mengambil figura itu.

"Kak Abi, ngapain?" Pelita menghampiri Abi.

"Oh enggak ini—"

"Ayok Kak cepet kita pergi, kita gak tau orang tua aku pulang kapan, bisa jadi mereka pulang jam segini." Pelita menarik Abi pergi keluar, mereka pergi meninggalkan rumah Pelita.

***

Pagi harinya di rumah Hana sudah sangat sibuk, Hana yang menyiapkan sarapan, Natalie yang bertengkar dengan Abi. Nata yang berkutat dengan dokumen-dokumen di mejanya.

Sedikit informasi selain menjadi dokter, Nata mengurusi bisnis di perusahaan keluarganya juga. Walaupun tidak besar mengambil andil karena profesi dokternya yang tidak memiliki banyak waktu, tapi dia memiliki tanggung jawab juga memeriksa apakah perusahaan berjalan dengan lancar atau tidak.

Pelita yang baru saja keluar dari kamarnya bingung harus apa, dia sangat canggung berada diantara keluarga yang asing ini.

"Bun liat Abi, Bun. Dari tadi Abi main kasar ih," adu Natalie.

"Abi, Natalie, udah. Kalian ini ya, Natalie umur kamu berapa sih? Masih aja berantem sama adik kamu?!" bentak Hana.

"Tuh denger inget umur," ucap Abi meledek.

Natalie yang mendengar itu mengerucutkan bibirnya lalu duduk di samping Nata, "Pa, denger Bunda kan? Jahat banget bawa-bawa umur. Aku masih putri kecil Papa kan?" rengek Natalie.

Nata membuka kacamatanya lalu mengelus kepala Natalie. "Iya putri kecil Papa, kamu masih kecil kok jangan dengerin Bunda kamu ya."

Natalie tersenyum lebar, sedangkan Hana menggelengkan kepalanya tidak mengerti dengan sifat anaknya yang sangat manja.

Pelita yang melihat kehangatan itu tersenyum miris, keluarga yang hangat yang selalu dia dambakan ada di depan matanya. Suasana ramai bukan dengan pertengkaran orang tuanya, suasana hangat, dan humoris.

"Dih, gimana pasiennya kalau tahu dokternya manja gitu," ucap Abi.

"Sirik aja lu, wleee." Natalie tidak mau kalah.

"Pelita, udah bangun? Sini sayang." Pelita menghampiri Hana yang langsung merangkul pundaknya dan membawanya ke meja makan.

"Tuh pacarnya datang tuh," bisik Natalie pada Abi yang sudah duduk di depannya, Abi menatap dingin.

"Pa, ini Pelita temennya Abi yang kata Bunda semalem." Hana memperkenalkan Pelita pada Nata.

"Oh iya, sini Nak kita sarapan."

"Iya, Om," jawab Pelita, jodoh memang cerminan diri, Nata sama ramahnya dengan Hana baik dari prilaku dan tutur katanya.

"Sini, Ta." Natalie menarik kursi di sampingnya, Pelita duduk di sebelah Natalie.

"Bun, Abi sama Pelita pulangnya sore soalnya ada latihan buat pentas," ucap Abi.

Pelita yang sedang makan menatap Abi, latihan? dia juga? Pentas? Ah semalam Arka bilang ada yang mau dibahas untuk pentas, tapi sepertinya karena dia tertidur mereka jadi pulang duluan.

"Oh yaudah, jagain Pelita ya," ucap Hana. Pelita tersenyum mendengar itu, dia merasakan pipinya hangat. Hana memiliki sifat Ibu yang sangat penyayang, padahal dia baru kemarin mengenal Pelita, tetapi sangat baik terhadapnya.

***

Abi membawa mobil, dia berangkat sekolah bersama Pelita. Suasananya cukup canggung, baik Abi maupun Pelita tampak sama-sama bingung untuk memulai percakapan.

"Emm ... Kak, soal pentas itu gimana, ya?" tanya Pelita pada akhirnya.

"Oh iya, jadi sekolah kita mau adain pensi gitu untuk merayakan ulang tahun sekolah, nah setiap tahun ekskul musik selalu dipercaya untuk menampilkan bandnya dipuncak acara," jelas Abi.

"Jadi?"

"Band yang baru kan gue, Arka, Dito, Arden, Cesyil, sama satu lagi vocalis cewek Mauren. Tapi, Mauren pindah sekolah, jadi kita gak ada vokalis cewek. Bisa aja sih vocalisnya cuma gue tapi kayaknya kurang aja gitu. Nah kebetulan suara lo bagus, jadi lo akan jadi vocalis nya bareng gue," jelas Abi.

"Tapi apa gapapa, Kak? Aku kan anak baru, mungkin senior yang lain bisa gak terima," ucap Pelita, dia merasa tidak enak kepada anggota senior lainnya.

"Bagi gue gak ada senior-junior, lo punya bakat ya itu udah jadi alasan kuat buat milih lo, yuk turun udah sampe." Pelita melihat keluar, ternyata mereka sudah sampai di sekolah.

Pelita turun bersama Abi, beberapa siswa menatap tidak suka ada juga yang telihat tidak peduli. Gosip kedekatan mereka memang sudah tersebar, Pelita sudah jengah dan tidak mau mempedulikan hal apapun yang orang lain katakan.

Abi orang baik dan sudah banyak membantunya, tapi apa dia risih jika ada gosip tentang mereka? Kasihan Abi jika harus mendapat banyak masalah karenanya.

"Ta," panggil Abi menyadarkan Pelita dan menghentikan langkahnya.

"Eh-Iya, Kak?"

"Kelas lo bukannya ke sana ya?" Tunjuk Abi ke arah tangga.

"Ah iya, kok aku lupa ya." Bodoh! Pelita malu sekali.

"Lo lagi mikirin apa? Lo sakit dari tadi kayaknya banyak ngelamun?" Abi menempelkan punggung tanggannya di dahi Pelita.

"Eh enggak, Kak. Aku ke kelas dulu ya, makasih Kak." Pelita berlari meninggalkan Abi yang masih menatap punggung Pelita. Aneh, pikir Abi. Tanpa sadar tersenyum melihat tingkah Pelita yang lucu.

"Bi, ngapain lo senyum-senyum sendiri." Entah dari kapan Arden berdiri di sebelah Abi, mengikuti arah pandang Abi. Beruntung Pelita sudah tidak terlihat.

"Ck! Siapa yang senyum." Abi membalikan badannya melanjutkan langkahnya menuju kelasnya.

"Orang aneh, temen siapa sih?" gumam Arden segera menyusul Abi.

-
-
-
-

Sampurasun guys, makasih udah mampir. Semoga suka, jangan lupa tinggalkan jejak<3

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 04, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

REDUPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang