pernikahan

5 4 0
                                    

"Saya terima nikahnya Hazel Callista binti Rahman sayyid dengan maskawin seperangkat alat sholat dibayar tunai..."

kata sakral barusan tersebut terdengar nyaring dari balik kerudung panjang yang menutupi wajahku, membuatku tak berdaya dalam menghadapi kenyataan bahwa sekarang aku telah menjadi istri orang.

Rela tak rela aku harus menerimanya, panggilan nona akan segera tersemat dalam nama ku, siapa yang menyangka aku menjadi istri CEO.

"nak ayo duduk bareng suami mu" ibu sangat ceria, dia begitu gembira karena anak perempuan nya telah menikah.

ibu menggandeng tanganku, menuju tempat suamiku berada, untuk duduk bersebelahan.

Raut wajahnya yang tak senang dengan pernikahan ini tertutupi senyum palsu, sungguh tuhan sangat baik sehingga memberinya wajah yang begitu sempurna.

Aku tak thu mengapa tapi kurasa dia sangat handal dalam mengatasi situasi apapun.

CEO dari sebuah perusahaan yang sudah menggurita, tak mungkin mau memperistri wanita kampung sepertiku.

hidupnya yang bergelimang harta, pulang pergi luar negeri setiap hari, adalah sebuah hal yang biasa. dan pasti banyak wanita cantik disekelilingnya.

aku sama sekali tak merasa bangga karena telah menjadi istri CEO, bahkan menikah dengannya adalah sebuah aib bagiku.

jepretan kamera, mengelilingi kami. beribu orang berada dalam sebuah ruangan megah. yah seperdua dari orang orang itu adalah keluarga dan kenalanku, yang ku harap mereka tak datang di acara ini.

"ada apa nak? kau terlihat seperti kurang sehat, istirahat saja dulu kalau sakit." mama mertua menghampiri ku, raut wajahnya sangat khawatir.

"aku baik baik saja ma" ku pasang senyum terbaik yang ku miliki.

"baguslah, kalau kau perlu apa apa panggil mama ya" mama berlalu, dari hadapan ku. dia lah wanita paruh baya yang masih kelihatan muda, walaupun usianya sudah kepala lima.

wanita yang terlihat cantik dengan balutan kebaya biru itu sangat menyayangiku, dia menganggap ku seperti anaknya sendiri.

aku sangat senang karena mama mertuaku menyayangi menantunya yang penuh kekurangan ini.

malam semakin larut, dan aku sangat lelah sekali. tapi pesta pernikahan ini terlihat seperti takkan berhenti.
Aku tak bisa menahan kantuk dimataku, aku tertidur sesaat sebelum akhirnya kepalaku terjatuh ke pundak, lelaki ini. aku tersadar dan langsung terbangun.

"kalau kau ngantuk, lebih baik tidur saja." katanya melirik ku sejenak, lalu kembali berpaling.
"aku gak ngantuk" ku kedip kedip kan mata dan menggerakkan tangan untuk menghilangkan pegal.

tapi tiba-tiba dia bangkit dan langsung menggendongku, kami menuruni tempat duduk pengantin, keluar dari ruangan resepsi menuju mobil yang terparkir didepan.

semua mata menyoroti kami. takjub.
ada pula, yang mengarahkan kamera ponselnya untuk memotret dan mengambil video.

aku tak bisa menolak karena dia menggendong dengan tiba-tiba, aku yang malu hanya bisa tersenyum miris.

setelah sampai di mobil, aku menatapnya heran tak menyangka dengan apa yang dia lakukan barusan.

"pak, ke rumah ya" dia melepas jas dengan santai, seperti tak ada kejadian.

"apa maksudmu, acara pernikahan belum selesai kenapa kita pulang?" tanyaku bingung, dia menatap ponselnya. tak peduli.

Sebelum akhirnya dia menjawab "orang yang menjatuhkan kepalanya ke pundak orang lain karena ngantuk jangan banyak bicara" ucapannya yang singkat padat jelas, membuatku terdiam sesaat.

"Wah wah yang benar saja, kan aku sudah bilang gak ngantuk." tak ada salah nya aku membela diri kan? Dia melirikku sekilas, lalu menatap ponselnya kembali.

"tak perlu menutupi fakta dengan kebohongan, kalau kau gak ngantuk tak mungkin kepala mu jatuh tanpa kau sadari" 

"Yah.. itu karena aku..."

Mata besarnya melotot ke arahku seolah menyuruhku berhenti untuk tak memprotes nya lagi, karena ini dia lakukan untuk ku juga, begitulah maksudnya.

Aku yang mengerti isyarat itu, akhirnya memutuskan diam. Dan mengalihkan pandangan ke luar mobil, melihat pekatnya malam yang seperti pekatnya hidupku saat ini.

DIA HAZELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang