Kontrak Nikah

5 4 0
                                    

Setelah menempuh waktu dua jam akhirnya aku sampai di sebuah rumah mewah, mobil kami berhenti tepat didepan pintu nya yang bisa dimasuki lima manusia sekaligus.

Dari dalam rumah keluar beberapa orang dengan pakaian pelayan yang biasa kulihat di komik-komik, mereka membuka pintu mobil untukku dan dia lalu membawakan barang-barang.

Aku menatap takjub bangunan dihadapan ku, dulu aku bercita-cita ingin memilikinya dengan penghasilan ku sendiri, tapi sekarang aku tinggal di rumah impianku dengan orang yang tak ku inginkan.

"Ngapain kau berdiri termenung di sini? mengganggu saja" dia melewati ku dengan angkuh

Apa maksud ucapannya itu? kenapa dia tak bisa memaklumi ku yang tak pernah memasuki rumah semegah ini? Dasar manusia sombong.

Aku berjalan diatas karpet merah dengan beberapa orang yang membungkuk memberi hormat, layaknya seorang ratu.

Tiba-tiba dia berhenti mendadak, dan nyaris membuatku menabrak punggungnya.

"ada apa? kenapa tak masuk?" Lalu dia memutar badannya.

"kau, kenapa mengikuti ku?" katanya dengan tatapan dingin

"bukannya ini juga kamarku?" apa maksudnya mengikuti? aku tak mengerti pola pikir pria ini.

"kamar mu ada di sana" bola matanya berputar 360 derajat melihat ke arah yang dia tuju.

apa artinya kami tidur terpisah? aku senang tapi entah mengapa seperti ada yang aneh. firasat apa yang barusan terlintas dipikiran ku, dan sepertinya akan menjadi kenyataan.

"oh kamar ku ada di sana, baguslah aku pun malas kalau harus berbagi ranjang denganmu" aku menyelonong pergi dari hadapannya, tapi tiba-tiba dia menarik tanganku.

"aku hanya akan bicara sekali, jadi dengarkan baik-baik. kita akan berbagi tempat ruangan ini adalah bagian ku, bagian mu ada di sana. semua kebutuhan mu telah ku persiapkan. dan kalau kau perlu sesuatu ada pelayan yang akan menyediakan nya" dia memberi jeda ucapannya "ingat jangan berbicara padaku, jangan menatapku, jangan pedulikan apapun yang ku lakukan paham?!" Manik mata biru itu seolah menyala nyala mengaskan bahwa dia tak main-main dengan ucapannya.
Tatapan sinis dan tajam itu membuat ku takut langsung menepis tangannya.

"kalau aku tak mau kenapa?" kataku membalas tatapannya,  aku memang wanita kampung tapi aku tak mau direndahkan seperti ini apalagi oleh pria yang telah menjadi suamiku beberapa jam yang lalu.

"untuk apa kita menikah kalau aku tak boleh menatapmu, berbicara dengan mu bahkan aku tak boleh peduli dengan apa yang dilakukan suamiku? aku menikah dengan mu bukan untuk diperlakukan seperti ini!" aku tak bisa mengontrol emosi, rasa lelah yang awalnya menggerayangi tubuhku, kini menghilang.

dia masih saja memandangku rendah, aku benci sekali melihat mata itu, seharusnya aku senang dengan ucapannya, yang menyuruhku tak boleh menatapnya. tapi aku marah karena dia telah menghancurkan harga diri yang ku pertahankan selama ini.

"kau tahu kenapa aku menikahi mu? karena orang tuaku, aku sama sekali tak pernah ingin menikah dengan mu. dan lagi, kau telah ku beli dengan seluruh harta yang ku miliki jadi aku berhak mengatur mu sesuka ku." dia membalikkan badannya dan memutar gagang pintu.

"ah, satu lagi jika kau tak suka besok akan ku suruh sekretaris ku untuk membuatkan kontraknya. jadi kau tunggu saja disana" setelah mengatakan itu dia menghilang dari balik pintu.

aku sama sekali tak menyangka akan mendengar ucapan seperti itu darinya hanya bisa menahan air mata mendengar ucapan pedih dari suamiku sendiri.

DIA HAZELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang