ミ Hujan dan Luka ミTerhitung sudah 30 menit yang lalu Jeno dan Jaemin baru saja pulang dari vegas, selama 30 menit juga Jeno berada pada posisinya, merebahkan kepalanya pada paha milik Jaemin yang tengah bersandar pada sofa kamarnya. Jeno dengan nyaman menelusupkan wajahnya pada perut Jaemin, tangannya melingkar rapat pada pinggang kekasihnya.
Jaemin menyisir rambut Jeno, sesekali tangannya mengusap lengan atas kekasihnya yang masih enggan berbicara dengannya.
"Makan, ya?" tawar Jaemin namun Jeno masih bergeming.
"Sayang, kenapa?" tanya Jaemin panik saat melihat bahu milik Jeno bergetar.
"Jeno, jangan nangis. Aku gak tau harus apa" ucap Jaemin, pasalnya Jeno tidak pernah seperti ini sebelumnya.
Entah apa yang membuat Jeno seemosional ini. Jeno tidak pernah merasa sekacau ini, Ia tidak pernah merasa sesesak ini sebelumnya.
Terbilang bukan pertama kalinya Jeno mengalami masalah dengan pekerjaannya namun entah kenapa masalah kali ini membuatnya begitu kacau, bukan masalah jumlah uang pribadi yang Ia keluarkan namun karena sudah mengabaikan Jaeminnya.
Seminggu lebih Ia bergelut dengan klien ini, menerima setiap komplain dan berusaha mengatasinya yang tanpa sadar mengabaikan Jaemin, mengacuhkan Jaemin yang peduli dengannya.
"Aku minta maaf, aku enggak tau kalo kerjaan kamu se-chaos itu" ucap Jaemin.
"Maafin aku"
Jaemin menunduk, mengecup pelipis Jeno beberapa kali membuat isakan Jeno semakin intens.
"Jangan nangis, aku bingung, Jen. Aku enggak tau harus apa"
Jaemin terus meracau mengucapkan puluhan kali permintaan maaf, dadanya terasa nyeri setiap suara isakan kekasihnya menyapa indra pendengarannya.
Jika ditanya diantara keduanya siapa yang paling mampu mengatasi setiap salah satunya jatuh tentu saja jawabannya adalah Jeno, bertemu dengan Jaemin pada saat Ia sedang jatuh-jatuhnya dan menemani setiap kali Jaemin berusaha melawan rasa traumanya membuat Jeno tau dengan pasti apa yang Ia lakukan untuk Jaemin. Namun berbeda dengan Jaemin yang selama ini hanya melihat sisi kuat Jeno, sisi kekasihnya yang selalu menjadi pegangan saat Ia jatuh sehingga Ia sekarang merasa takut, panik dan Ia hanya bisa ikut menangis.
"Aku enggak apa-apa kalo kamu kerja lembur, aku enggak apa-apa kalo kamu bawa kerjaan ke apart dan lembur di apart juga, tapi aku cuma takut badan kamu drop kalo kamu enggak istirahat" ucap Jaemin.
"Aku takut kamu sakit dan enggak ada yang jagain aku" final Jaemin.
Bahu Jeno semakin bergetar, rasa bersalah terus menghujam dadanya mendengar kekasihnya merasa bersalah atas apa yang seharusnya salahnya.
Hampir lima belas menit Jaemin terus mengecup pelipis dan mengusap punggung Jeno, tubuh Jeno mulai tenang eratan tangannya pada pinggang Jaemin melonggar bersamaan dengan Jaemin yang mengusap pipi basah kekasihnya yang masih menelusup pada perutnya.
"Mau minum? Aku ambilin, ya?"
Jeno menggeleng, Ia merubah posisinya menjadi terlentang yang otomatis membuat mata keduanya bertemu tatap.
"Sorry" ucap Jeno dengan suara seraknya.
"Kenapa? Enggak apa-apa aku yang salah, Jen"
"No, aku yang salah disini. Aku overworking sampai cuekin kamu padahal hasilnya aja gak ada"
"Kenapa gitu?"
"Klien aku cancel orderan dia, Na. Padahal aku udah kerjain banyak komplain dia, seminggu lebih aku urusin dia doang tapi akhirnya malah gini"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan dan Luka [NOMIN]
FanfictionBagi sebagian besar orang hujan adalah suatu kebahagiaan, leburkan kerinduan atas penantian. Namun bagi Na Jaemin, hujan tidak lebih dari satu makna, yaitu luka. ❝Apa sih yang lo harapin dari gua? Gua gak lebih baik dari sampah, Jen!❞ ❝Lo berharga b...