•• Bonus Lima ••

1.2K 162 51
                                    

"Kak, selesai ibadahnya jam berapa?"

Gue noleh ke arah Dewa yang masih setia duduk di atas motor bebeknya, menatap gue dengan lembut seperti biasa.

Telapak tangan gue gak sadar terangkat tuk sedikit menyampirkan poni yang menjuntai menutupi kedua matanya, kembali mengulas senyum lalu menjawab. "Kurang tau, mungkin agak lama," ujar gue, melirik sesaat ke arah jam tangan. Masih pukul 8 pagi. "Mungkin selesai jam 10 an. Kamu kalo semisal mau pulang dulu gapapa, kok! Daripada nunggu di sini nanti takutnya lama, malah kelewat waktu sholatnya."

Dewa justru tertawa renyah, menunjuk bangunan berkubah emas di seberang jalan dengan ibu jemari tangannya. "Tenang aja, Kak! Deket sama Masjid kok. Kalau keburu waktunya sholat dan Kak Yudha ternyata belum selesai, aku bisa langsung ke sana tanpa takut gak kebagian shaf paling depan," jawabnya dengan senyum lebar, menunjukkan gigi-gigi rapihnya yang menawan.

Akhirnya, gue memilih mengangguk aja. Melambaikan tangan sambil melangkah ke dalam gereja setelah sebelumnya pamitan sama Dewa. Beberapa menit kemudian gue noleh, masih mendapatkan si Dewa yang  ternyata masih ada di sana, tetap melambai sambil nebar senyuman yang selalu bikin hati gue seolah jadi tenang. Adem aja gitu bawaannya kalau ngeliat sosok Dewa. 

Oh ya, sejak kemarin, gue emang rada sibuk. Mempersiapkan ini dan itu buat nyambut hari natal. Mulai dari nyari baju baru buat natal, menghias pohon, sampai buat banyak makanan. Kemudian dilanjut berkumpul sama keluarga, makan, berdoa, menonton film bertemakan natal dan yah banyak lagi deh. Jadilah semalaman gak megang hp. Gak bisa saling bertukar kabar sama Dewa.

Tapi meskipun begitu, untungnya Dewa bisa mengerti. Dia gak banyak protes ataupun ngambek karna di tinggal seharian. Justru, dia jadi yang paling exited gitu, pengen denger kegiatan apa aja yang gue lakuin seharian.

Gue cuma ketawa aja kalau inget gimana suara penuh semangatnya tadi malam lewat sambungan telpon. Dan pagi ini, dia maksa pengen nganterin gue ke gereja. Pengen nemenin. Katanya, "Kemarin kan Kak Yudha udah nemenin aku puasa, udah nemenin aku nyari makan buat buka puasa. Sekarang aku mau nganterin Kakak ke tempat ibadah. Gak masuk, kok! Cuma tunggu di depan aja."

Denger permintaannya yang setengah memelas itu jelas aja ngebuat gue gak tega buat nolak. Jadilah gue mengiyakan kemauannya. Gue gak tau apa aja yang Dewa lakuin saat ini, gak tau juga dia lagi ada dimana. Gue sibuk mengikuti acara di gereja sampai-sampai gak sadar acara udah selesai.

Gue melangkah keluar, nyari sosok Dewa yang gue pikir mungkin lagi nungguin di parkiran depan sambil minum es kelapa segar kesukaannya. Tapi, setelah gue buka hp, gue tau, dimana dia sekarang.

Banget

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Banget. Banget malah.

Tanpa sadar gue berbisik, gak melepas pandangan barang sedikitpun dari layar hp yang dipenuhi sama wajahnya.

Di satu sisi, gue lagi-lagi terpana sama pesonanya. Jujur, dia ganteng. Manis, lumayan humoris, manja, dan gemesin. Semua hal baik rasanya ada di dia, yang ngebuat gue jadi gak bisa gak jatuh hati di setiap harinya. Di setiap kesempatan kita bertemu. Tapi, ngeliat peci yang terpasang di atas kepalanya itu kadang ngebuat gue berpikir. Ada dinding besar yang gak mungkin bisa buat kita lewati.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 25, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BERSATU •CHANBAEK• (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang