Kulihat ibu pertiwi....
Sedang bersusah hati....
Air matanya berlinang....
Mas intannya terkenang....
Indonesia kembali bersedih.
Indonesiaku, tanah airku tercinta sedang terluka.
Belum selesai masa pandemi yang panjang dan membawa lara ini, sekarang Indonesiaku kembali harus berjuang melawan bangsanya sendiri, melawan sebuah ketidakadilan dari mereka yang suka menindas.
Dari mereka yang mengaku sebagai wakil rakyat.
Dari mereka yang seharusnya bisa sejalan dengan rakyat.
Bukankah seharusnya mereka mensejahterakan rakyat? Bukan malah menindas.
Sedih, kecewa dan marah.
Gue rasa, bukan cuma gue yang merasakan itu.
"Kak, jaga diri, ya! Kalau ada apa-apa segera hubungi! Aku harus berkumpul dengan yang lain, biar mereka tertib!"
Dengan lembut, Dewa mengusap kepala gue lalu tersenyum manis. Setelahnya Dewa membenarkan letak masker yang gue pakai lalu mengambil kedua tangan gue buat dibuka telapaknya, setelah itu dia netesin handsanitaizer di telapak tangan gue. Dewa kembalu ngulas senyum. "Jangan sampai niat kita yang ingin membantu Negara ini malah berbalik mengecewakan para tim medis yang udah dulu berjuang di garda depan ya, Kak! Protokol kesehatannya harus tetep diingat."
Dewa nangkup tangan gue, seolah nyuruh gue buat membalurkan gel seluruh gel itu di kedua tangan. Gue tentu mengikuti, setelahnya ikut netesin ke telapak tangannya. "Jangan anarkis, oke?" kata gue.
"Tergantung gimana merekanya nanti ya, Kak! Kalau mereka udah mulai nyerang kalian, kami yang bakal bertindak! Kami meskipun mungkin masih kurang dalam ilmu, tepi kami siap pasang badan untuk kakak-kakak Mahasiswa."
"Terima kasih."
Walapun posisinya sekarang gue dan Dewa punya hubungan, tapi itu gak ngebuat kita diharuskan buat berdua terus. Pacaran gak selamanya harus kemana-mana berdua bareng pacar, gak harus 24 jam dalam seminggu barengan. Baik gue maupun Dewa sama-sama mengerti akan hal itu dan dalam keadaan yang genting ini kita berdua bergerak di kelompok yang berbeda tetapi dengan tujuan yang sama.
Benar.
Masih dengan alasan yang sama kita semua bergerak maju, melawan mereka yang berpendidikan namun tanpa hati nurani, menyuarakan dengan lantang, membakar semangat tanpa peduli terik menyengat bahkan tanpa peduli segala rintangan yang udah siap menghadang di depan mata. Kita semua tau, watercanon dan gas air mata yang menyakitkan itu udah pastinya siap di depan sana, siap menutup jalan.
Tapi itu bukanlah menjadi alasan untuk berhenti dan menyerah begitu aja. Semua kita lakukan dengan satu tujuan yang pasti,
Untuk Indonesia.
Untuk Negeriku tercinta.
Gue berteriak bersama mahasiswa yang lain, masih dengan Sehun yang menjadi ketua orasi dari kampus gue. Sedangkan Dewa bersama kawan-kawannya yang lain berteriak dan berkumpul dengan ciri khasnya sendiri, berteriak lantang tanpa gentar dan seolah menjadi penjaga buat kita-kita anak mahasiswa. Mereka saling berbaur, bertos ria layaknya dengan para sahabat dekat. Dan para Mahasiswa pun menerima mereka dengan baik.
Siapa memang yang tak tau bagaimana tingkah anak STM? Mereka yang selalu dipandang buruk dan meresahkan, pada kenyataannya yang paling tinggi solidaritasnya.
Gue akuin itu.
"Bangsat emang, emosi banget gue pas nonton videonya. Bukannya didenger dulu, malah di mute! Kan anjim bat!" Chen di samping gue masih berkoar-koar, kesel. "Jangan sampai dah tuh manusia di mute juga nafasnya sama sang pencipta."
KAMU SEDANG MEMBACA
BERSATU •CHANBAEK• (END)
Truyện NgắnAnak STM itu melekat sama image urakan, bandel dan suka tawuran. Tapi, gue gak nyangka kalo di balik image mereka yang kayak gitu tersimpan sifat yang luar biasa. Mereka sukarela ngebantuin kita, anak Mahasiswa yang lagi memperjuangkan masa depan In...