"Ayah, Julia juga mau latihan!"
Suasana sore di lapangan Tembak kali ini tidak begitu ramai seperti biasanya di mana banyak orang berkumpul menyalurkan hobinya. Sore ini arena tembak hanya berisi beberapa orang yang mendampingi para petinggi Militer yang menghabiskan sore sembari latihan tipis-tipis.
Mereka para petinggi tidak datang sendirian, beberapa dari mereka membawa anggota keluarga, salah satunya Julia. Walaupun Julia sedari tadi hanya menekuk wajahnya malas, enggan untuk bergabung dengan obrolan yang bagi Julia hanya ajang pamer anak-anak para Perwira, tapi Julia sama sekali tidak bisa menolak permintaan Ayahnya.
Alasan Ayahnya kenapa Julia yang di ajak sangatlah simple, yaitu menurut Ayahnya walaupun Julia memasang wajah ketus, tapi setidaknya Julia mau berbicara, bukan seperti Maya, kakaknya yang begitu pendiam nyaris seperti orang bisu.
Tapi tetap saja, bagi Julia acara kumpul-kumpul seperti ini sangatlah membosankan, walaupun usia Julia baru 24 tahun, tapi Julia merasa dia sudah terlalu tua untuk menjadi ekor yang membuntuti Ayahnya.
Tidak ingin terjebak lebih lama dengan obrolan para gadis-gadis di bawahnya yang heboh membicarakan Pama mana yang di incar mereka, atau betapa hebatnya pacar mereka saat pendidikan, Julia lebih memilih untuk meminta izin Ayahnya turut latihan.
Latihan menembak untuk Julia bukan hal yang baru, karena seorang Andri Halim tidak memiliki anak laki-laki, akhirnya keinginan Andri untuk mengajak anaknya latihan di salurkan pada kedua putrinya walau hanya Julia yang berminat.
Awalnya Andri Halim tidak setuju Julia meninggalkan obrolan dengan anak-anak lainnya begitu saja, tapi melihat wajah Julia yang tertekuk dan mungkin saja putri bungsunya tersebut akan membuat ulah jika tidak di izinkan, maka Andri Halim hanya bisa mengangguk.
"Minta Hamka buat nemenin!"
Mendengar nama Hamka di sebut oleh Ayahnya membuat senyum Julia mengulum senyum diam-diam, terlebih saat salah satu Ajudan Ayahnya tersebut mendekat kepada Julia, tidak bisa di elak Julia jika dia sangat senang.
Sama seperti Julia yang tersenyum senang, senyuman tipis yang membuat dada Julia berdegup kencang tersebut juga tersungging di wajah tampan perwira muda berpangkat letnan satu yang ada di hadapan Julia ini
Sungguh setiap kali bertemu tatap dengan Hamka, debaran jantung Julia seolah menggila, bagi Julia efek kehadiran Hamka, ajudan Ayahnya, yang sering kali mengantar jemputnya dari kantor tersebut sangatlah luar biasa. Bagi Julia, Hamka bukanlah sekedar Ajudan Ayahnya, tapi Hamka juga bisa menjadi teman yang mendengarkan keluh kesahnya dengan baik, sahabat yang menemaninya di kala Julia sedang puyeng dengan tuntutan deadline kantor dan juga kuliah S2nya yang baru di mulai, Hamka juga bisa menjadi seorang pelindung dan penyayang seperti Ayahnya.
Setiap sikap dan perlakuan Hamka itulah membuat Julia yang awalnya sama sekali tidak tertarik dengan anggota Ayahnya bahkan terkesan risih dengan mereka, menjadi semakin nyaman hingga berkembang menjadi perasaan sayang lebih dari sekedar Putra Komandan dengan ajudannya.
Ya, Julia jatuh hati kepada Ajudan Ayahnya.
"Mari, Mbak Julia! Saya temenin!"
Hanya dengan senyuman yang terlihat menenangkan di depannya sekarang, membuat semua kekesalan karena rasa bosan yang di rasakan Julia sebelumnya menguap tidak bersisa.
Julia merasa asalkan ada Hamka di sampingnya, segala sesuatu yang tidak menyenangkan di dunianya bisa berubah menjadi warna warni yang indah.
Cinta memang bisa membuat orang benar-benar gila. Termasuk Julia, hingga dia lupa, jika cinta tidak membuat pelakunya bahagia, maka dia hanya akan meninggalkan lara yang mendalam.
*****
"
Doorrr.... Doorrr... Dorrr"
Tiga peluru melesat cepat, meluncur ke arah face target yang menjadi obyek tujuan tembakanku, walaupun tidak sempurna, setidaknya sudah mendekati target.
Melihat hasilnya membuatku tersenyum puas, dengan bangga aku menepuk dadaku sendiri, dan melihat sosok yang ada di belakangku, seorang yang sedari tadi menemaniku latihan.
"Gimana, mendekati sempurna, kan?" Tanyaku pada pria yang tampak mengesankan dengan seragam dinas hariannya, di bandingkan dengan seragam lainnya, bahkan PDUnya, aku lebih menyukai Mas Hamka mengenakan seragam loreng yang tengah dia gunakan sekarang. Tidak tahu kenapa, tapi Mas Hamka menjadi begitu manly saat seragam loreng tersebut membentuk dadanya yang bidang.
Usapan pelan aku dapatkan di rambutku, jika biasanya aku akan mencak-mencak pada Ayah jika beliau melakukannya padaku, satu hal yang membuatku seperti anak kecil, maka saat Mas Hamka yang melakukannya, aku merasa tidak keberatan.
Terlebih saat senyuman terlihat di wajahnya sekarang, rasa kesal karena bosan menghabiskan waktu dengan anak-anak rekan Ayah langsung menguap hilang tidak bersisa.
Sebegitu besar efek seorang Hamka Sanjaya kepada seorang diriku yang sebelumnya antipati pada Anggota Ayah.
"Sudah lebih baik sekarang, Mbak Julia?" Tanyanya yang langsung aku balas dengan anggukan bersemangat. Walaupun usiaku sudah 24 tahun, menjadi bungsu seorang Andri Halim membuatku begitu manja, dan sekarang seorang Hamka Sanjaya juga berhasil memanjakanku tanpa mencibirku seperti orang lain kebanyakan.
"Bosan tahu Mas ngabisin waktu sama mereka, obrolannya nggak jauh-jauh dari perwira muda mana yang mau mereka gebet buat jadi calon suami!" Mengingat obrolan tadi, seketika aku teringat hal yang membuatku kesal hingga memutuskan untuk pergi dari obrolan, "Mas Hamka tahu, Mas juga masuk daftar Pama yang di incar buat di jadiin calon mantu, loh!"
Aku menatapnya serius, ingin tahu reaksi seorang Hamka yang aku taksir ini saat mendengar jika dia di inginkan para Pati untuk di jadikan menantu, bagi sebagian prajurit, cara terbaik mengamankan karier mereka dan mempermulus jalan kedepannya adalah menikah dengan putri para Komandan, dan aku ingin tahu bagaimana tanggapan dari pria tampan berbadan tegap yang ada di hadapanku ini.
Sorot mata tajam yang menjadi favoritku dan seolah tidak pernah bosan untuk aku lihat ini balas menatapku, selain matanya, segala hal yang ada di diri Mas Hamka adalah hal yang aku sukai, terutama bibirnya yang selalu membentuk senyuman hangat.
Tubuh tinggi tersebut sedikit menunduk, hingga akhirnya wajahnya sejajar denganku, dari jarak sedekat ini, aku bisa melihat bayangan diriku di matanya, dan aku berharap jika aku bukan hanya ada di matanya, tapi juga ada di hatinya seperti dia yang ada di dalam hatiku.
Berbeda dengan raut wajahku yang begitu serius menunggu jawabannya, senyuman seorang Hamka justru terlihat begitu geli sekarang.
"Biarkan saja aku ada di daftar menantu idaman mereka, Mbak Julia. Toh hati nggak bisa di paksa, sudah ada putri komandan spesial yang mendiami hati saya."
Deg, jantungku yang sebelumnya berdegup begitu kencang kini mendadak berhenti berdetak, perasaanku menjadi campur aduk tidak karuan mendengar jawaban yang menggantung tersebut.
"Siapa?" Akukah orangnya, lanjutku dalam hati, aku tidak punya cukup keberanian untuk mengungkapkan jika aku menyukainya.
Bukan jawaban yang aku dapatkan dari Mas Hamka, tapi Mas Hamka justru memutar tubuhku tepat mengharap face target di depan sana.
"Waktunya kembali latihan, Mbak Julia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Belahan Hati Julia
AdventureJika ada dua orang yang di benci oleh Julia, orang itu adalah Maya dan juga Hamka, Kakak dan juga Kakak Iparnya. Julia membenci Hamka karena Letnan Satu anggota Ayahnya tersebut memanfaatkannya untuk mendekati Maya. Hamka mendekatinya dengan penuh...