Pergi

4.7K 794 92
                                    

Kata orang cinta pertama itu indah dan nggak terlupakan, iya benar nggak terlupakan, tapi sama sekali nggak indah untukku.

Kata orang juga seburuk apapun keluarga kita di mata dunia, mereka adalah orang-orang yang nggak akan pernah nyakiti kita, sayangnya di aku, ada satu yang buruk dan dia tega menyakitiku.

Semua kalimat puitis-puitis tersebut seperti hanya sebuah kalimat kosong tanpa arti sama sekali, melihat dua orang yang sekarang tengah saling membagi tawa, begitu serasi bersanding satu sama lain membuatku merasakan sakitnya walau sekuat tenaga aku menahannya.

Aku tahu aku tidak berhak marah karena dia bukan siapa-siapaku, tapi cara mereka mendapatkan kebahagiaan dengan memanfaatkanku, cara mereka berbahagia tanpa menjaga hatiku yang patah karena mereka, membuat perasaan benciku terhadap mereka semakin menjadi.

Aku benci kakakku yang munafik dan sengaja menyakitiku.
Dan aku juga benci Kakak iparku yang memanfaatkan diriku hanya untuk menjadi batu pijakan untuknya.

Di depan sana di ruang makan aku bisa melihat bagaimana Kakakku tengah tertawa riang, menyiapkan sarapan untuk Suaminya yang menunggu dengan tatapan yang tidak pernah lepas, bagi mereka berdua seluruh dunia adalah milik mereka berdua, tidak ada yang penting kecuali kebahagiaan mereka. Pemandangan yang aku lihat sekarang adalah mimpi kecil yang pernah terlintas di benakku saat aku merasakan jatuh cinta pada pria berseragam loreng yang ada di depan sana. Mimpi yang hanya sekedar menjadi khayal belaka.

Sama seperti Ayah dan Bunda, di mana Bunda selalu menyiapkan seragam Ayah dan menyediakan sarapan saat Ayah hendak berangkat berdinas, aku pun ingin melakukan hal yang sama dengan Hamka, kebahagiaan sederhana yang dulu di dalam bayanganku terlihat begitu manis, sayangnya angan itu patah, dan cinta yang aku miliki berubah menjadi luka setiap detiknya.

Yang di katakan Bang Akmal benar, cinta akan bahagia saat bersama, tapi hanya akan menjadi luka saat tidak berbalas.
Aku hanyalah pemeran pendukung yang tidak berhak kecewa saat cinta yang aku miliki hanya di manfaatkan pemeran utama.

Dengan langkah malas aku menuruni tangga, menuju lantai bawah ke tempat dua pasang manusia tengah berbahagia itu berada, sama seperti semalam di mana telingaku hampir tuli dengan suara manja Kakakku, sekarang suara manja itu pun berisik memenuhi ruang makan. Aku sampai heran, bagaimana bisa Hamka tahan dengan Kakakku yang mendadak berubah menjadi menyebalkan seperti ini.

Berusaha menganggap mereka berdua mahluk tidak kasat mata, aku menyiapkan sarapan untukku sendiri. Sedari awal aku turun menuju ruang makan aku memang ingin sarapan, bukan untuk melihat kemesraan dua orang yang tengah berbahagia ini.

"Tumben amat nggak rapi pakai setelan kantor, Li! Nggak kerja lo?"

Tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel yang sedang aku lihat aku menjawab dengan acuh, "nggak, mau ngejar penerbangan ke luar kota."

"Mbak Julia mau kemana?" Suara dari Hamka yang menegurku membuatku menghentikan kunyahanku, sungguh aku membenci mereka berdua, tapi aku lebih membenci hatiku yang masih bergetar karena pria yang ada di hadapanku.

"Nggak usah sok perhatian deh Mas sama adikku, yang ada ntar dia makin kebaperan sama Mas! Cuma di manfaatkan buat PDKTin aku saja GRnya sampai mau meninggal."

Mendengar ucapan tidak mengenakan dari Kakakku ini sontak membuatku membanting pisau selaiku dengan keras, aku tahu Mbak Maya mendapatkan cinta Hamka, aku tahu Hamka sama sekali tidak mempunyai perasaan terhadapku, aku tahu aku menyedihkan karena mencintai sepihak, tapi haruskah perasaanku menjadi tertawaan untuk Kakakku? Apa belum cukup aku merasakan patah hati hingga cintaku yang bertepuk sebelah tangan harus di ungkit?

"Bisa nggak sih Mbak nggak ungkit semua hal itu lagi! Apa yang Mbak Maya lakuin ini keterlaluan tahu, nggak!"

Hilang sudah selera makanku, aku sudah berusaha keras tidak memancing masalah dan bersikap biasa saja demi menjaga perasaan Ayah dan Bunda, tapi Kakakku justru menyulut sakit hati yang berusaha aku sembunyikan.

"Nggak jadi sarapan, Li?" Pertanyaan dari Bunda yang baru saja turun dari lantai atas menghentikan langkahku. Aku enggan menjawab pertanyaan Bunda, sayangnya percakapan semalam di mana aku berjanji pada beliau jika tidak akan ada yang aku sembunyikan lagi membuatku harus menjawab.

"Nggak minat sarapan lagi, Bun! Kenyang sama celaan Kakakku sendiri yang sedang berbahagia pamer mainan barunya."

Tepat di saat aku menjawab demikian Bang Akmal datang, mengambil alih koper yang sudah siap di bawah tangga menyelamatkanku dari situasi yang nggak mengenakan ini. "Mari berangkat Mbak Julia. Sebelum ketinggalan pesawat."

"Ayo, Bang. Bantuin bawa koper Julia, ya!" Tidak tahu bagaimana caranya, tapi aku sungguh berterimakasih pada Bang Akmal, jika tidak mungkin Bunda akan menyeretku kembali ke depan Mbak Maya dan memaksaku untuk berdamai. Damai yang pasti tidak akan menghentikan Mbak Maya untuk terus menerus pamer hubungannya yang sedang berbahagia.

Dalam langkahku keluar rumah aku bisa mendengar Bunda yang sedang menegur Mbak Maya atas tindakannya, entah apa reaksi Mbak Maya dan Hamka, aku tidak ingin mengetahuinya, yang pasti teguran dari Bunda pasti akan membuat Mbak Maya semakin membenciku. Kebencian yang selama ini tidak aku sadari sama sekali.

Aku kira Mbak Maya menyayangiku, nyatanya semua perbuatan baik Mbak Maya padaku hanyalah sebuah keterpaksaan atas status Kakak yang tidak dia inginkan.

"Jangan melihat ke belakang lagi kalau memang menyakitkan, Mbak Julia!"
Ucapan dari Bang Akmal yang ada di sampingku membuatku yang terpaku di depan pintu rumah kembali beranjak. Senyuman yang ada di wajah seorang yang aku anggap Kakak ini menyiratkan jika semuanya akan baik-baik saja. "Patah hati sama kecewa itu wajar, Mbak. Nggak ada kisah cinta yang sempurna seperti di dalam dongeng. Dengan kita bertemu luka, kita akan lebih menghargai cinta yang akan datang."

Cukup sedihnya, Julia.
Mulai hari ini kamu nggak akan merasakan patah hati lagi melihat kebahagiaan mereka. Kamu sekarang di izinkan Bunda pergi sejauh mungkin dalam waktu selama yang kamu butuhkan untuk menyembuhkan lukamu.
Pelajaran yang harus kamu ambil, Julia.
Jangan menaruh harapan dan cintamu pada seorang yang hanya baik kepadamu.
Jangan mengharapkan cintamu akan berbalas dari seorang yang sama sekali tidak menyatakan perasaannya terhadapmu.

Belahan Hati Julia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang