Curhat

3.4K 587 31
                                    

"Ngapain kamu duduk di sini, Li?"

Teguran dari Mbak Maya membuatku yang sedang termenung di depan laptop seketika tersentak. Melihat Mbak Maya masih memakai setelan kantornya membuatku tahu jika dia baru saja pulang kerja.

Dan sekarang dengan tatapan penasaran Mbak Maya melongok laptopku, bagi seorang yang mengenal seorang Julia akan sangat aneh mendapatiku sedang bengong, aku bukanlah orang yang suka menyimpan atau memendam perasaan.

Entah itu rasa suka atau tidak suka aku akan langsung mengungkapkannya, kecuali rasa suka diam-diamku pada Mas Hamka, aku belum berani mengutarakan hal ini pada siapapun. Mas Hamka memang bersikap selayaknya pria yang ingin mendekati seorang wanita, dia memberikanku perhatian, bersikap manis, dan selalu ada waktu untukku, segala sikapnya tersebut membuatku begitu nyaman hingga terjerat dalam perasaan yang tidak bisa aku cegah muncul begitu saja.

Entah aku yang kegeeran atau bagaimana, tapi bagiku sikap Mas Hamka adalah wujud flirting seorang pria pada wanita.

Dan kejadian kemarin di lapangan Tembak membuatku semakin yakin jika Mas Hamka juga mempunyai perasaan yang sama terhadapku, gimana aku nggak semakin yakin kalau yang aku lihat hanya aku dan Mbak Maya putri Komandan yang dekat dengan Mas Hamka, bahkan dengan Mbak Maya pun Mas Hamka jarang bertemu.

Tapi walaupun aku begitu yakin, 2% sisi lain hatiku tetap saja meragu karena Mas Hamka tidak menjawab tanyaku kemarin secara langsung, ya atau tidak.

Jika dia benar mendekatiku karena menyukaiku, kenapa dia tidak kunjung menembakku? Aku sudah di buat kebaperan setengah mati terhadapnya, apa lagi coba yang di tunggunya? Jika dia memintaku untuk jadi pacarnya, aku pasti akan menjawab iya.

Sungguh seorang Hamka Sanjaya sukses menjungkirbalikkan hidup dan perasaan Julia Halim dengan begitu dahsyatnya, karena memikirkan hal ini beberapa hari ini aku susah tidur dan nggak nafsu makan saking penasarannya dengan perasaan sebenarnya seorang Mas Hamka.

Andaikan tidak tabu seorang wanita mengutarakan perasan lebih dahulu, mungkin aku yang akan maju mengungkapkan jika aku baper dengan semua sikapnya. Hisss, gemas sekali rasanya dengan seorang Hamka Sanjaya ini.

"Ini di tanyain kenapa malah bengong lagi?" Untuk kedua kalinya aku tersentak dengan teguran dari Mbak Maya yang terlihat penasaran, "Bengong ngelamunin apa sih sampai deadline tugas di anggurin?"

Merasa aku sudah akan gila jika bertanya-tanya sendiri aku mendekat pada Mbak Maya, memutuskan untuk menceritakan pada Mbakku ini. "Menurut Mbak, Mas Hamka itu gimana, Mbak?"

Seraut keterkejutan terlihat di wajah Mbak Maya, hanya sekejap, hingga aku tidak yakin jika aku benar-benar melihatnya. Untuk sejenak Mbak Maya melihatku, tidak langsung menjawab tanyaku barusan, hingga akhirnya lama dia terdiam, Mbak Maya justru melemparkan pertanyaan balik kepadaku.

"Kamu suka sama Hamka, Li? Memangnya dia suka gitu sama kamu? "

Aku merasakan pipiku memanas saat langsung di tembak Mbak Maya dengan pertanyaan tanpa basa-basi ini, jika orang lain yang bertanya mungkin aku akan enggan mengakuinya, tapi ini yang bertanya adalah Kakakku, nggak ada alasan buat aku nutupin semua hal ini.

Hingga akhirnya aku memutuskan menceritakan semuanya pada Mbak Maya, di mulai bagaimana sikap Mas Hamka yang membuatku nyaman, hingga akhirnya aku terbiasa dengan semua kenyamanan dan perhatian yang di berikan Mas Hamka sampai perasaan cinta itu muncul tanpa bisa aku cegah. Aku menceritakan semuanya, bahkan hingga keraguanku yang muncul karena Mas Hamka kemarin tidak menjawab tanyaku soal siapa Putri Komandan spesial yang dia sebut istimewa di hatinya.

Selama aku bercerita, Mbak Maya mendengarkan dengan begitu seksama tanpa menginterupsi sama sekali, dia seperti tahu yang aku butuhkan sekarang adalah telinga untuk mendengar keraguanku, bukan mulut yang terus menerus memotong saat kita belum selesai menceritakan kegelisahan kita.

"Menurut Mbak, aku yang kebaperan atau gimana, Mbak? Wajar nggak sih sikapnya Mas Hamka untuk ukuran seorang ajudan ke seorang yang seharusnya dia jaga?"

Mbak Maya menatapku serius, aku yakin dia akan memberikan saran yang sanggup menengahi masalahku ini dengan bijaksana, selama ini dia menyayangiku dan berbagi segalanya denganku, lagi pula mana ada seorang Kakak yang ingin menjerumuskan adiknya?

"Saran Mbak sabar dulu saja, Li. Kalau memang benar Hamka mendekatimu karena menyukaimu, cepat atau lambat dia akan mengungkapkannya. Tapi kalau pada akhirnya dia tidak menyukaimu, kamu juga harus menyiapkan hati. Nggak semuanya yang kamu inginkan bisa kamu dapatkan dalam hidup ini."

Awalnya aku tidak mengerti dengan maksud perkataan Mbak Maya barusan, tapi seiring waktu yang berjalan semuanya akan terjawab dengan begitu menyakitkan.
Aku tidak tahu jika bercerita tentang perasaanku pada Kakakku ini adalah kesalahan terbesar dalam perjalanan cintaku kedepannya yang akan membawaku pada penyesalan.

Tidak mau terus menerus bercerita tentang aku dan perasaanku yang menggalau karena Mas Hamka, yang hanya membuatku semakin terngiang-ngiang dengan ajudan Ayah tersebut, aku mencoba mengalihkan pembicaraan, lagi pula berbicara berdua seperti sekarang sangat jarang kami lakukan.

"Kalau Mbak Maya sendiri, udah ada calon Kakak ipar buat Julia nggak?"

Tawa terdengar dari Kakakku ini mendengar pertanyaanku, percayalah, di saat Mbak Maya tertawa seperti sekarang, wajahnya yang memang cantik menjadi bertambah menjadi berkali-kali lipat, karena itulah aku heran kenapa Kakakku yang tiga tahun lebih tua dariku ini hingga sekarang belum mengenalkan pacarnya pada orang rumah, aku penasaran apakah Kakakku ini punya pacar atau tidak sebenarnya.

Aku tidak tahu kenapa Mbak Maya tertawa begitu geli seperti sekarang, entah di mana letak lucunya tanyaku hingga perlu waktu lama untuk Mbak Maya menghentikan tawanya.

"Sebelumnya Mbak nggak ada pikiran buat nikah, apalagi orang yang Mbak taksir sepertinya sama sekali nggak balas perasaan Mbak, tapi setelah dengar curhatan kamu barusan, Mbak jadi mikir buat nerima pernyataan cinta seseorang!" Senyuman terlihat di wajah Mbak Maya saat menjawabnya, bukannya menatapku, Mbak Maya justru tampak menerawang jauh, seolah sedang membayangkan seorang yang dia sebut baru saja menyatakan cinta padanya ada di depan matanya sekarang.

Aku beringsut mendekat, penasaran pada reaksi Kakakku yang aneh ini, dalam beberapa hal aku merasakan jika Mbak Maya begitu penuh teka-teki dan ada banyak hal yang dia sembunyikan, sama seperti sekarang, tapi apa yang dia sembunyikan, itu yang tidak aku tahu. Aku takut itu hanya sekedar prasangka burukku saja.

"Memangnya siapa yang baru saja nyatain cinta ke Mbak Maya? Julia bingung mau kasihan atau senang cintanya akhirnya mau Mbak terima gara-gara ceritaku yang galau karena baper di gantung orang yang kita taksir."

Mbak Maya tersenyum kecil sembari bangun, usapan lembut dia berikan pipiku sembari mencubitnya pelan.

"Nanti kamu juga bakal tahu, kamu kenal dia, kok!"

Belahan Hati Julia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang