Ucapan Selamat

3.1K 646 63
                                    

"Aaaah, Calon Abang Iparku rupanya mau ngobrol sama aku!"

"..............."

"Atau mau bilang terimakasih, karena berkat manfaatin kebodohan, Anda berhasil mendapatkan apa yang Anda inginkan."

Aku menunggu Hamka berbicara, berbeda dengan Julia yang beberapa hari lalu masih meledak-ledak karena kecewa, maka sekarang aku hanya bersandar santai menunggunya bicara. Ingin mengetahui apa yang sebenarnya ingin dia sampaikan.

Helaan nafas panjang terdengar dari Hamka yang kini berdiri di sampingku, sungguh aku tidak menyangka jika pria yang membuatku jatuh hati ini ternyata bisa melakukan hal yang begitu menyakitkan untukku.

Lama aku menunggunya bicara, tapi tidak ada yang keluar dari bibirnya, Hamka hanya diam menatap lurus ke langit malam yang begitu kelam, sama seperti hatiku yang penuh dengan kekecewaan. Tentu saja diamnya Hamka sekarang membuatku merasa tidak nyaman, tidak cukupkah dia mempermainkanku hingga sekarang dia masih bersikap seenaknya seperti ini? Menahanku di sampingnya tanpa ada apapun yang dia ucapkan.

"Apa yang ingin Anda sampaikan ke saya, Letnan Hamka? Kalau nggak ada sesuatu yang penting, lebih baik saya pergi dan menikmati pesta pertunangan Kakak saya ini! Saya sudah terlalu lama berada di luar."

Cekalan aku rasakan di tanganku saat aku hendak beranjak, kuatnya pegangan Hamka yang menahan tanganku membuatku menghela nafas panjang, dari jarak sedekat ini aku bisa mencium wangi musk khas seorang Hamka, ingatan tentang dia yang menemaniku berbelanja dan berakhir dengan aku yang memilihkannya parfum beraroma musk yang sedang di pakainya sekarang.

Untuk sejenak aku memejamkan mata, menata hatiku yang kembali berkecamuk karena setiap detail kecil yang ada di diri Hamka membuatku teringat betapa pria ini pernah begitu mengistimewakan diriku.

Istimewa yang ternyata hanya aku yang merasakan. Miris sekali diriku ini.

"Saya nggak pernah ada niatan untuk mempermainkan, Mbak Julia." Suara lirih tersebut membuatku tertawa kecil yang terdengar begitu janggal di suasana yang sepi. "Saya memang ingin mencari tahu segala hal tentang Maya, tapi nggak pernah ada niatan saya untuk memanfaatkan Mbak Julia atau pun membuat Mbak Julia terluka. Percayalah, menyakiti orang sebaik Mbak Julia adalah hal yang nggak mungkin saya lakukan."

Aku melepaskan tangan yang menahanku perlahan, sudah cukup untuk Hamka berbicara, sekarang dia yang harus mendengarku, mengabaikan jika dia akan menjadi kakak iparku, aku mendekat padanya hingga nyaris tidak ada jarak yang memisahkan kami berdua, dari jarak sedekat ini aku bukan hanya bisa mencium wangi musknya yang menggoda, tapi aku juga bisa menatap wajah sempurna dengan hidung tinggi tersebut.

Ku angkat jari telunjukku, seperti sebuah pisau aku menusukkan jemariku sekuat tenaga pada dadanya yang busuk tersebut hingga tubuh tinggi tersebut terdorong mundur. "Nggak ada niat manfaatin aku kamu bilang? Nggak ada niat nyakitin katamu! Setelah semua yang kamu perbuat, ucapanmu cuma angin lalu di telingaku yang sama sekali nggak bisa di percaya, Hamka Sanjaya. Terang-terangan kamu menggodaku, semua perlakuanmu ke aku bukan perlakuan normal layaknya Bang Akmal ataupun ajudan Ayah lainnya, semua hal itu kamu lakuin cuma buat nyari tahu segala hal untuk deketin Mbak Maya." Kini aku bukan hanya menusuk-nusuk dadanya dengan jariku, tapi juga mendorongnya sekuat mungkin, andaikan aku bisa mungkin aku akan melemparkan pria menyebalkan tukang PHP ini dari balkon rumah. "Kamu pikir kamu nggak nyakitin aku, kamu salah! Kamu nyakitin aku, dan apa yang kamu lakukan dengan berkilah seperti sekarang semakin nyakitin aku! Jika dari awal kamu memang menyukai Mbak Maya, katakan sejujurnya dan bersikaplah normal seperti yang lain!"

Aku berdesis sinis melihatnya kehilangan kata dan hanya bisa menyugar rambut cepaknya dan bertahan dengan wajah bersalahnya tanpa bisa mendapatkan maaf dariku. Tanganku tergerak, menyentuh rahang tegas pria yang sudah membuatku jatuh hati dan juga menghancurkannya untuk menatapku, memastikan jika dia akan mendengar setiap kata yang aku ucapkan.

"Percayalah, Hamka Sanjaya! Aku sungguh menyesal menjatuhkan hatiku pada seorang yang ternyata hanya memanfaatkanku! Kamu dan Mbak Maya mungkin sekarang bisa berbahagia karena akhirnya bersama, tapi percayalah, kebahagiaan kalian tidak akan bertahan lama, karena kebahagiaan tersebut kalian raih dengan menyakitiku."

Aku tersenyum kecil sembari menepuk pipinya pelan, menikmati wajah tegang dari calon Kakak iparku ini mendengar umpatanku, ku mencintai sikap manis seorang Hamka Sanjaya, tapi aku sungguh membenci sosoknya yang ada di depanku sekarang ini, sebelum akhirnya berbalik dari hadapannya.

"Jangan harap aku akan memberikan maaf untuk kalian berdua!"

Tanpa menoleh ke belakang lagi dimana Hamka masih tetap bertahan di tempatnya berdiri aku melangkah pergi, menuju ke dalam rumah di mana acara yang sama sekali tidak menarik untukku tengah berlangsung.

Dan seperti sudah aku duga, acara ini mengundang banyak rekan dari Mbak Maya, baik rekan kantor, maupun beberapa orang yang aku kenali sebagai teman kuliahnya, dari dekorasi yang banyak di puji oleh para tamu sudah bisa aku perkirakan jika dua orang brengsek tersebut niat sekali membuat acara ini.

Yeah, tentu saja mereka berdua akan memberikan hal terbaik untuk acara memuakkan ini. Hiiiss, aku benar-benar tidak bisa lagi berpikiran baik menyangkut dua orang itu.

Beberapa orang yang mengenalku, baik temannya Mbak Maya maupun rekan Ayah menyapaku sekilas, berbasa-basi bertanya kepadaku kenapa aku tidak ada di saat acara inti sedang berlangsung, membuatku mau tidak mau harus terjebak di situasi yang tidak nyaman untukku.

Niat hatiku ingin melarikan diri dari rumah dan mungkin saja akan mengungsi di apartemen Dewi hinga euforia pertunangan ini selesai harus aku kubur dalam-dalam.

Selama berbicara tidak jarang beberapa rekan Ayah secara tersirat menyodorkan putra mereka kepadaku, hal yang langsung aku tepis dengan sopan, di saat hatiku sedang patah seperti sekarang, jangankan untuk berkenalan dengan pria lain, bahkan aku mulai overthinking setiap ada yang mulai baik denganku.

Sikap baik Hamka yang berakhir menyakitkan benar-benar membuatku trauma.

Aku pikir berbicara dengan Hamka dan sekarang di tahan oleh rekan Ayah sudah cukup buruk,  ternyata sesuatu yang lebih buruk lagi baru saja datang menghampiriku.

Dengan kebaya hijau emerald yang serasi dengan batik Hamka, warna yang sebenarnya paling di benci oleh Kakakku dan justru merupakan warna favoritku, Mbak Maya tampak memukau dengan riasan dan senyumnya yang mengembang lebar di wajahnya yang biasanya pendiam.

Tidak tahu hanya perasaanku atau memang itu adanya, tapi aku melihat senyuman tersebut sarat kemenangan yang mengejekku.

Hal yang hanya aku balas dengan senyuman yang sama tipisnya, sungguh aku ingin menertawakan Kakakku ini yang demi meraih cintanya dia memilih untuk tidak jujur kepadaku, di depanku dia tampak mendukungku, dan di belakangku dia justru menusukku. Lalu sekarang dia mau pamer karena bisa bersanding dengan orang yang aku cintai?

Tidak, aku justru kasihan dengannya.

"Kamu nggak ngucapin selamat atas pertunangan Kakakmu, Li?"

Belahan Hati Julia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang