3

25 9 15
                                    


Pagi-pagi sekali El datang kerumah Senja, dikarenakan dia dapat kabar jika gadisnya itu sedang tidak enak badan. El disambut hangat oleh kedua orang tua Senja, membuat El merasa aneh di antara mereka.

Bagaimana tidak, jika kebanyakan orang tua melarang anaknya menjalin hubungan berbeda keyakinan, tetapi orang tua Senja justru menyambut nya penuh sukacita.

"Nak, El, diminum dulu teh nya," ucap ayah yang dibalas anggukan oleh El. "Sebentar ya, bunda lagi beresin kamar Senja, takut nanti kamu baru langkahin kaki langsung mundur pulang," sambung ayah Senja disertai gelak tawa. El yang mendengar nya pun terkekeh.

"El," panggil ayah Senja setelah terdiam cukup lama

El menoleh ke arah ayah gadisnya itu, "Ya, om?"

"Kamu sayang banget, ya, sama putri saya itu," dengan mantap El mengangguk. "Tapi, cepet ato lambat kalian berakhir," lanjut ayah Senja sedikit lirih.

El tersenyum, menguatkan hati, dia berkata dengan pelan, "Iya, om. Cepet apa lambat pasti begitu. Mungkin bakal susah bagi El buat lupain Senja dan Senja mungkin begitu juga. Tapi, saya harap setelahnya Senja dapat berbahagia dengan lelaki yang sama dengan nya."

Ayah Senja menepuk pundak El, "Lo cowok baik, El! Jangan pernah tinggalin Tuhan demi cewek lo, ya!," jawaban serta gaya bahasa ayah Senja tersebut membuat El kaget dan reflek tertawa.

"Saya takut kalo kalian pisah yang galau malah saya. Soalnya saya baru nemu dan kenal kamu," ucapan ayah gadisnya itu semakin membuat El tertawa hingga sedikit kram perut.

Dari arah tangga, terlihat perempuan paruh baya, berjalan ke arah keduanya. Mengalihkan atensi dua lelaki beda generasi tersebut.

"El, kamu disuruh Ara langsung ke kamar nya aja," titah bunda pada El, "Katanya dia kangen dipeluk kamu," sambung bunda dengan nada menggoda.

Wajah El merah padam, dia malu.

Akhirnya El mengangguk, dan sedikit ragu dia bertanya pada bunda, "Emang boleh, tan, aku ke kamar nya Ara?"

"Boleh, asalkan kamu tidak aneh-aneh. Kamu tidak mungkin menyakiti Ara mu kan, El?" bukan bunda yang menjawab, tapi ayah. Entah kenapa, nada suara ayah tiba-tiba terdengar mengerikan di telinga El.

Mengangguk, dengan senyum kikuk, El berpamitan kepada keduanya dan berjalan menuju kamar Senja.

*****

"El, aku kangenn," rengek Ara setelah El melepaskan pelukan mereka. Tidak tau saja dia, El sudah menahan gemas sejak mereka berpelukan.

"Heem, iya sayang. Kamu mau apa, Ara?," Suara El, candu bagi Senja.

"Aku mau peluk, yang lama. Kalo perlu kamu nginep aja disini."

Jawaban Senja membuat El menatapnya, "Mana bisa gitu, sayang ku," jawab El dengan gemas.

"Eh, El. Temen ku masa pacarnya jadi mualaf. Kisah mereka mulus ya, El," tiba-tiba saja, Senja sudah mengalihkan topik yang terbilang cukup sensitif bagi mereka.

El tersenyum, dengan lembut bertanya, "Bagus dong, ya. Kamu mau aku jadi mualaf juga nggak? Kalo iya nanti ak-,"

Belum sempat El menyelesaikan ucapannya, Senja lebih dulu memotong dengan nada sedikit marah.

"Aku nggak nyuruh gitu ya, El. Aku cuma cerita. Aku sering bilang, jangan tinggalin Tuhan mu! Karena dia selalu ada buat kamu, belum tentu aku bisa gitu."

"Aku sayang kamu, Ara."

"Tu kan, kamu ngalihin topik. Tapi, aku juga sayang kamu, El!"

*****

"Sekuat apapun kita meminta, nyata nya kita tetap tidak sama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sekuat apapun kita meminta, nyata nya kita tetap tidak sama. Temboknya begitu tinggi, begitu tebal. Apa maksud Tuhan mempertemukan kita? Apakah sebuah ujian berakhir kesedihan?"
-Immanuel Renjuanta.

******

hello pren, apa kabar?

yang udah ngevote,  komen dan share, aku ucapkan terima kasih!!

salam sayang,
Jingga.

- 29 Desember 2021

DIFFERENT || HUANG RENJUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang