TUJUH

13.6K 314 2
                                    

An: Pertama-tama aku mau minta maaf karena nggak bisa nepatin janji aku karena jujur aku masih sibuk dengan urusan yang sama. Untuk itu aku nggak akan janji update lagi yang pasti aku pasti akan update dan akan menyelesaikannya sesuai dengan janji aku. Sebagai gantinya aku akan kasih giveaway 1 buku cerita ini karena seperti aku bilang cerita ini udah selesai. Untuk S&Knya aku pikirin dulu ya karena aku bingung S&K di wattpad. Thank u.


Setelah memastikan semua tubuhnya tertutup dari leher hingga matakaki-nya, Sashi memutuskan untuk keluar dari kamarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah memastikan semua tubuhnya tertutup dari leher hingga matakaki-nya, Sashi memutuskan untuk keluar dari kamarnya. Sashi merasa harus ikut membersihkan dapur Langit karena dialah yang menyebabkan kekacauan disana. Sangat tidak bertanggung jawab rasanya kalau Sashi membiarkan Langit membersihkan semua, saat dialah yang membuat ulah.

Namun saat Sashi sampai disana, semuanya sudah kembali rapi dan bersih. Kecuali untuk kerannya karena sepertinya Langit perlu menghubungi ahlinya untuk memperbaiki kerusakan yang itu. Haruskah Sashi bertepuk tangan sekarang untuk kecakapan Langit yang bisa membersihkan semuanya dalam waktu yang singkat. Atau dia seharusnya merasa malu karena seharusnya Sashilah yang tau basic mengurus rumah tangga, bukannya Langit.

Mengernyit kesal pada dirinya sendiri karena tersadar betapa menyedihkannya dirinya, Sashi kemudian mengedarkan pandangannya ke penjuru dapur. Dia mencari keberadaan Langit karena dia pikir pria itu tidak akan pergi lagi mengingat di luar sana hujan masih turun dengan derasnya.

"Kamu sudah selesai?"

Sashi segera memutar tubuhnya saat mendengar suara tersebut dan disana dia mendapati Langit yang baru keluar dari kamarnya dengan kondisi rambut yang basah. Memasang wajah pokerface-nya untuk menutupi rasa malunya karena teringat kembali adegan di dapur tadi, Sashi kemudian mengangguk. Sepertinya percuma saja dia mempersiapkan dirinya untuk menghadapi Langit, di kamar tadi karena hasilnya otak dan tubuhnya langsung bereaksi hanya dengan keberadaan pria tersebut. Padahal Sashi sudah repot-repot berbicara pada dirinya melalui bayangannya di cermin di kamar agar melupakan semua insiden di dapur barusan.

"Aku tadi membawa makanan dari restoran, apakah kamu mau ikut makan bersamaku?" Tanya Langit sambil menunjukkan 2 paper bag ditangannya.

Sashi menatap paper bag di tangan Langit dan kemudian mengangguk. Dia sudah kelaparan, tidak mungkin dia sok jual mahal lagi saat perutnya sudah kelewat kelaparan. Lagipula Sashi tidak yakin bisa mendapatkan makanan kalau dia menolak tawaran Langit mengingat kondisi buruk diluaran sana.

"Baiklah, kamu duduk disana. Aku akan memanaskannya dulu." Ucap Langit sambil menunjuk arah meja makan dengan dagunya. "Dan kamu tidak perlu melakukan apapun karena aku hanya perlu memindahkan ini semua ke microwave." Lanjut Langit seolah Sashi mau membantahnya saja.

Setelah yang terjadi di dapur tadi, manalah Sashi berani membantah Langit. Serius, efek yang diberikan Langit padanya tadi sangat berpengaruh besar.

Duduk dengan tenang, Sashi memperhatikan setiap pergerakan Langit. Melihat bagaimana lihainya pria tersebut di dapur, dia langsung tau seberapa mandirinya pria tersebut. Sangat berbanding terbalik dengannya yang jelas kagok setiap kali masuk dapur. Dia biasanya selalu membutuhkan waktu yang banyak untuk bisa mengenali dapur seseorang. Selama ini Sashi selalu dilayani dari mulai hal terkecil hingga terbesarnya, makanya sulit buatnya untuk langsung terbiasa dengan yang namanya dapur ataupun pekerjaan rumah tangga lainnya.

"Maaf aku sudah membuat dapur pak Langit berantakan." Katanya secara sadar saat Langit datang dengan 2 piring spagethi ditangannya.

Langit melihatnya sebentar lalu mengangguk. "Tidak apa-apa. It's my fault after all. Aku tau kamu tidak bisa memasak dan aku tidak menyiapkan apa-apa untuk makan malammu."

...

Kening Sashi mengernyit tipis. "Bagaimana pak Langit tau kalau aku tidak tau memasak?" Tanyanya sadar kalau seharusnya kemampuan masaknya bukanlah info yang dimuat dalam pengenalan dirinya.

Mata Sashi tidak meninggalkan Langit, jelas menunggu jawaban karena Langit tidak langsung menjawabnya. Pria tersebut malah mengambil posisi duduk terlebih dahulu dan balas menatap tatatapan Sashi beberapa saat terlebih dahulu. Kemudian menjawab, "Tangan kamu bukanlah tangan orang yang biasa bekerja di dapur."

"Huh?!?" Sashi kebingungan ikut memperhatikan tangannya sampai akhirnya mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Langit. Dari mulai kulit dan kukunya sangat menunjukkan kalau dia bukanlah orang terbiasa dengan pekerjaan dapur.

"Selain itu, bukankah sangat wajah seorang tuan putri tidak tau pekerjaan dapur."

"..." Langit tau tentang dirinya. Walau tidak mengatakannya secara gamblang, pria itu jelas tau siapa dia.

"Apakah pak Langit mencari tau tentang aku?" Tanyanya seketika kehilangan nafsu makannya. Sungguh dia sangat tidak ingin siapapun tau tentang dirinya.

Kepala Langit mengangguk, tidak berusaha menyembunyikan apapun walau dia tau Sashi tidak senang. "Hmm aku memang sudah mencari tentang kamu sejak awal. Bukankah sudah terlambat untuk terkejut? Seharusnya sejak aku tau dimana kamu berkuliah, kamu sudah bisa menduga kalau aku sudah mengetahui info lebih banyak tentang kamu."

Well Langit benar, sangat terlambat kalau dia terkejutnya sekarang. Tapi kalau dipikir lagi, kalau Langit sudah tau siapa dirinya kenapa dia tetap memilih Sashi? Bukankah itu nekat namanya? Sashi tidak bisa membayangkan akan se-chaos apa nantinya media kalau sampai ada yang tau hubungan mereka. Bukannya apa-apa, setelah tau kalau Langit ternyata keturunan dari Aditama, Sashi bisa membayangkan bagaimana media nantinya akan menggoreng berita tentang mereka.

"Setelah tau aku Kanaka, apakah pak Langit tidak takut?"

Langit menopangkan tangannya, balas menatap Sashi lama. "Tidak. Kenapa aku harus takut?" Tanya dosennya itu santai.

Bibir Sashi menipis, gemas dengan tingkah santai yang Langit tunjukkan. "Pak, pak Langit itu Aditama. Aku itu kanaka. Apakah pak Langit bisa membayangkan seheboh apa nantinya orang-orang kalau mereka tau apa hubungan kita?"

"Memangnya hubungan kita apa?"

Mulut Sashi terbuka, lalu menutup dan terbuka kembali, namun tidak ada suara yang keluar darisana. Terakhir yang bisa dilakukannya hanyalah menggembungkan bibirnya karena dia memang kesal. Entah kenapa Sashi tiba-tiba saja merasa malu mengatakan kalau Langit adalah sugar daddy-nya.

"Ah sudahlah terserah pak Langit saja." Ucapnya kesal sambil melahap spagethinya. "Kalau nanti ada apa-apa, jangan salahkan aku kalau tidak mengingatkan pak Langit sejak awal." Katanya lagi tidak menyadari kalau Langit sempat memberikan senyuman kecil karena geli kepadanya.

"Oh iya pak Langit karena pak Langit sudah mencari tau tentang aku, akupun tidak akan segan lagi."

Sebelah alis Langit terangkat mendengar pernyataan Sashi karena tidak mengerti dengan perkataan Sashi. Namun daripada menjawab kebingungan Langit, dia malah kembali melahap spagethinya dan tersenyum membayangkan apa yang bisa dilakukannya mulai bessok dan hari kedepannya tanpa harus khawatir dengan penilaian Langit.

***

PLEASE BE MY SUGAR ***** (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang