ENAMBELAS

7.5K 241 4
                                    

Jam 7 malam, Sashi tiba di rumah Kaira dan disambut dumelan panjang sahabatnya itu karena sedari tadi harusnya dia jalan dengan pacarnya.

"Ya, sorry. Tadi gue ketiduran, gue baru ingat janji ketemmua ama lo," katanya lalu meletakkankan paperbag yang dibawanya dari penthousenya karena tadi setelah berpisah dengan Langit, dia pergi kepenthousenya untuk beristirahat dan menjernihkan pikirannya.

Sepertinya keputusan Sashi untuk datang kesini setelah istirahat di penthousenya adalah keputusan yang benar karena kalau tidak, hubungannya dan Kaira pasti memburuk. Tingkah Sashi memang semenyebalkan itu kalau dia dalam keadaan yang buruk. Makanya Sashi selalu menghindari orang-orang kalau suasana hatinya ditahap yang sangat buruk.

"Nah, terus buat apa lo bawa baju ganti?"

Sashi melebarkan senyum tanpa rasa bersalahnya, "Gue mau nginap. Bolehkan?" Menyendiri beberapa saat ternyata cukup untuk mengembalikan moodnya.

Wajah Kaira mengerut masam, "Woi lo nggak dengar kalau gue mau pergi sama Al? Kalau lo disini, gimana gue mau perginya?"

"Ya lo pergi aja, gue bisa tidur disini." Jawab Sashi tidak tau mauli.

Kaira memasang wajah datar.

"Darimana ceritanya tuan rumah ninggalin tamunya sendirian? Lo pikir gue seenggak bertanggung jawab itu?" Nyinyir Kaira mengambil hapenya. "Lo udah makan belom? Gue mau pesan makanan dari luar buat marathon film malam ini."

"Maraton film?"

"Hmmm marathon film, lo nggak mikir gue bakal benaran ninggalin lo sendirian disinikan saat gue party diluaran sana?

"Kenapa nggak? Lo takut gue ngerampok dari rumah lo."

Bola mata Kaira berputar malas, "Terserah elo deh mau ngomong apa. Kayak barang gue ada yang deserve buat lo colong. Barang-barang gue mah rongsokan buat lo." Nyinyir Kaira lalu keluar meninggalkan Sashi yang terkekeh senang.

Melemparkan tubuhnya ke ranjang Kaira, mata Sashi langsung berpendar keseluruh penjuru kamar. Bibirnya tersenyum saat dilihatnya foto gila Kaira dengan Altana. Kata Kaira, dia dan Al sudah bersama sejak sahabatnya itu duduk di dibangku SMA, itu artinya hubungan mereka akan menginjak tahun ke-7 tahun ini. Walau tidak pernah mengatakannya, Sashi sebenarnya sangat iri dengan percintaan Kaira yang mulus dan awet. Tidak seperti percintaannya yang penuh dengan kebodohan yang menyedihkan, sampai Sashi muak dibuatnya.

Drrrttt... drrrttt...

Sashi mendengar getaran handphonenya, tapi dia terlalu malas untuk bangun dan mengambilnya dari tas yang diletakkannya di lantai kamar Kaira. Menggulingkan tubuhnya ogah-ogahan, Sashi berusaha sampai di pinggir ranjang tanpa harus bangun dari posisi nyamannya. Malangnya ketika dia berhasil menjangkau tasnya, handphonennya sudah berhenti bergetar. Walau begitu Sashi tetap mengambilnya untuk tau siapa yang baru saja memanggilnya. Tepat ketika handphone itu sudah ada ditangannya, sebuah panggilan masuk kembali kesana.

"Client." Sashi menyebut nama yang muncul di layar handphonenya. "Kenapa pak Langit menelepon aku?" Tanya Sashi sambil menatap hape-nya, tidak berniat mengangkatnya sampai panggilan itu berhenti.

Ketika Sashi pikir Langit akan berhenti melakukan panggilan, sebenuah panggilan masuk kembali dari orang yang sama.

"Halo," sapa Sashi setelah getaran kedua.

"Kamu dimana?" Tanya Langit tanpa membalas sapaan Sashi.

Bola mata Sashi berputar. "Di rumah Kaira. Hari ini aku berencana menginap disini," jawabnya malas-malasan, terlihat tidak peduli bagaimana Langit di seberang sana. Entah itu Langit khawatir atau benar-benar tidak peduli padanya.

"Baiklah, kalau kamu memang menginap malam ini. Besok aku harus ke Semarang dan kemungkinan tidak pulang. Kalau kamu mau, kamu boleh menginap di rumah Kaira sampai besok biar kamu tidak sendirian di apartemen."

"Tidak, aku akan pulang besok." Tolak Sashi kemudian berdiri meninggalkan ranjang dan menuju balkon kamar Kaira. "Aku bukan orang yang penakut, sejak kecil aku bahkan sudah biasa ditanggal sendiri," Sashi tidak bohong karena dalam ingatannya sejak kecil dia memang sering pergi sendiri. Kakeknya sangat sering bepergian untuk mengurus bisnis keluarga mereka dan neneknya harus selalu ikut karena kondisi kakeknya kambuhan.

"..."

"Apakah pak Langit hanya ingin bilang itu?"

"... hmmm." Jawab Langit.

Dan begitu mendapatkan jawaban dari Langit, Sashi langsung mematikan sambungan teleponnya.

Hhhuuufffttt... Sashi menghela napasnya berat, Dilemparnya tatapannya ke taman mini milik keluarga Kaira.

"Sashi, you stupid bitch." Sashi marah pada dirinya sendiri. "Bukankah semuanya sudah clear? Lalu kenapa lo begini." Katanya lagi sambil menyandarkan dagunya di teralis balkon.

Sungguh Sashi sudah tidak marah ataupun kesal lagi pada Langit, intinya dia sudah merasa biasa saja pada pria itu. Hanya saja saat di penthouse tadi, dia menyadari 'sesuatu'. Sashi tidak ingin memikirkannya karena semakin dia memikirkannya, semakin tidak masuk akal pula 'sesuatu' itu menurutnya.

"Elo kenapa di luar? Makan tuk, ini gue udah pesannin mie ayam pak Amin buat lo. Untuk cemilan sambil nonton nanti, gue udah ngegojekin ayam, pie berry dan burger dari MC* dekat rumah."

Mengikuti Kaira masuk, Sashi kemudian menerima semangkuk mie ayam yang Kaira berikan kepadanya. Sashi tidak keberatan memakan semua yang dipesan sahabatnya itu karena dia tidak takut gemuk. Tubuh Sashi dan Kaira itu setipe, sebanyak apapun mereka memakan makanan, tubuh mereka akan begitu-begitu saja, bahkan tanpa olahraga.

"Oh iya Kai, lo nggak jadi jalan sama Altana?"

Kaira menggeleng. "Nggak, gue udah bilang kalau lo mau nginap. Jadi gue nggak bisa ninggalin lo sendiri disini." Kata Kaira sambil mengaduk sambal dan juga kecap di mangkok baksonya.

"Kai menurut lo, mungkin nggak sih kita bisa suka seseorang hanya dalam beberapa minggu saja?" Tanya Sashi tanpa sadar.

Tangan Kaira berhenti bergerak.

"Lo suka sama siapa?" Tanya Kaira menatap lurus pada Sashi.

Kali ini giliran tangan Sashi yang berhenti bergerak. Dia baru sadar kalau dia baru saja menanyakan hal yang aneh.

Hahaha Sashi melepas tawa kaku yang terpaksa. "Kenapa elo bisa berpikir kalau itu gue? Bisa ajakan gue nanya itu buat teman gue?"

Kaira menepuk tangannya pelan-pelan, tanda sahabatnya itu sedang melemparkan sarkasme padanya. "Nice act Sashi Yosephine Kanaka. Sejak kapan lo punya teman yang nggak gue kenal? Terus sejak kapan our selfish princess peduli pada orang lain," Kaira masih dalam mode sarkas.

Bola mata Sashi berputar malas. "Lupain aja apa yang barusan gue bilang. Anggap aja gue nggak pernah ngomong seperti yang barusan." Ketus Sashi lalu menyuapkan sesendok mie ayam kemulutnya.

Namun bukan Kaira namanya kalau tidak bodo amat dengan sikap sinis, menyebalkan dan jutek Sashi. Walau tetap tidak bisa terbuka sepenuhnya diantara teman-teman Sashi, Kaira adalah teman yang paling dekat dengannya. Mungkin karena mereka sefrekuensi atau Kaira yang terlalu simple minded, jadi Sashi nyaman bercerita lebih banyak ke Kaira.

"Jadi, kamu menyukai siapa?" Kaira mengulangi pertanyaannya.

"..."

Kaira menoleh karena tidak kunjung mendapat jawaban. Dilihatnya Sashi sedang mengaduk-aduk mie ayamnya dengan raut wajahnya berpikir-pikir.

"Gue nggak ngerti kenapa lo nanyain soal cowok seserius ini karena seingat gue, elo bukan tipe yang mau pusing soal cowok dan perasaan, tapi kalau elo nanya apakah ada kemungkinan kita punya rasa sama seseorang walau baru dekat beberapa waktu doang, well jawaban gue ya 'mungkin aja'." Ucap Kaira kembali sibuk dengan baksonya, seolah isyarat pada Sashi kalau dia tidak peduli dia mengatakannya atau tidak.

===000====

PLEASE BE MY SUGAR ***** (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang