"Kamu sudah selesai?" Tanya Langit pada Sashi yang baru keluar dari kamar mandi.
Sashi menoleh dan mengangguk. "Hmm..." jawabnya hanya dengan deheman.
Langit menghela, lalu mendekat dan menyerahkan sebuah papperbag pada Sashi. "Aku membeli ini saat kamu mandi tadi." Katanya kemudian berlalu menuju kamar mandi hotel.
Melihat papperbag pemberian Langit, Sashi merasakan perasaan bersalah. Walau tidak menunjukkannya, Sashi bisa tau kalau Langit mengkhawatirnya. Kalau bukan karena khawatir, Langit tentunya tidak akan mencarinya. Apalagi Langit tidak tau kemana perginya Sashi dan tidak alat yang bisa digunakan pria itu untuk menghubungi Sashi. Langit hanya mengikuti instingnya untuk menemukan Sashi yang saat itu sudah duduk seperti orang linglung di pinggiran jalan yang tidak jauh dari mall tempat mereka membeli buku tadi.
Ketika Langit menemukannya dan membawanya ke hotel terdekat, Sashi masih terlihat linglung, panik dan ketakutan. Sampai akhirnya Langit memintanya untuk mandi agar bisa segera beristirahat. Saat itulah akal Sashi kembali kekepalanya dan tersadar kalau dia baru saja merusak apa yang selama ini coba dia sembunyikan. Siapapun yang melihat reaksi Sashi setelah bertemu Ardha tadi akan tau kalau keduanya ada masalah. Termasuk Langit karena pria itu bukanlah orang bodoh, hanya saja dia memilih tidak bertanya karena mungkin merasa kalau itu bukanlah urusannya.
Bertepatan dengan Sashi yang selesai mengganti kimono hotelnya dengan piyama, Langit keluar dari kamar mandi. Pria itu menggunakan piyama yang model dan warnanya yang sama dengan Sashi gunakan. Sepertinya ketika membelinya Langit terlalu malas dan lelah untuk membeli piyama berbeda, jadi Langit langsung membeli sepasang.
"Sebaiknya kamu langsung tidur, besok kita harus cepat check out karena aku ada kelas pagi." Kata Langit langsung menghempaskan tubuhnya di sofa hotel.
Sashi diam, tidak menjawab iya ataupun tidak. Dia terus berdiri di sisi ranjang menatap Langit yang saat ini sedang mencoba tidur.
Hingga beberapa saat Sashi masih tetap begitu, sampai Langit mengangkat lengannya yang tadinya menutup matanya.
"Kenapa?" Tanya Langit.
"Apakah pak Langit marah?" balas Sashi bertanya karena merasa sedikit perubahan sikap Langit kepadanya
Kepala Langit berputar ke samping. Menatap Sashi dengan wajah remeh, "Kenapa aku harus marah? Apa yang terjadi tadi tidak ada hubungannya denganku." Jawab Langit datar yang entah kenapa semakin menjelaskan ke Sashi kalau pria itu memang marah.
Benar apa yang dikatakan langit, hubungannya dan Arda tidak ada hubungannya dengan Langit dan Sashipun tau kalau bukan itu yang membuat Langit marah kepadanya. Kenyataannya dia yang pergi tanpa arah, tidak membawa dompet dan handphonenya lah yang mungkin membuat marah kepadanya. Bagaimanapun Langit pasti merasa bersalah dan bertanggung jawab kalau ada sesuatu yang terjadi padanya.
"Maaf," ucap Sashi pelan dengan kepala tertunduk.
...
Langit tidak menjawab, malah menatap Sashi sebelum kembali mengalihkan pandangannya. Menutup matanya dengan lengannya seperti yang tadi dia lakukan sebelumnya.
"Sebaiknya kamu tidur. Aku serius ketika aku bilang tidak marah. Aku hanya kesal karena kamu selalu tidak berpikir jernih dan panjang ketika emosi sedang menguasai kamu." Ucap Langit tenang terasa sudah kembali seperti Langit yang Sashi kenal.
Sashi termangu mendengar kata-kata Langit karena dia juga pernah mendengar perkataan yang sama dari seorang yang dulu membantunya. Putusnya Sashi dengan Arda memang meninggalkan tekanan psikologis yang begitu besar padanya, bukan hanya karena perasaannya yang harus dia paksa buang, tapi juga tekanan rasa bersalah yang tidak Sashi sadari sangat besar menghantuinya. Ditambah lagi dengan beredarnya rumor tentang dia yang menjadi orang ketiga disekolahnya, Sashi masih ingat jelas bagaimana mata-mata orang melihatnya saat itu, mereka melihat Sashi dengat tatapan mencela, jijik dan merendahkan. Bahkan diantara teman-temannya ada yang terang-terangan menghina dan mencelanya dan Sashi yang bisa lakukan hanyalah diam. Beruntung saat itu Sashi sudah akan lulus, jadi dia tidak mengalaminya begitu lama.
Walau terjadi begitu cepat dan sebentar, semua itu membuat Sashi terkena depresi, anexiety disorder dan panick attack secara bersamaan. Hanya kakek dan nenek Sashi yang tau seburuk apa kondisinya saat itu dan beruntung keduanya segera mengambil langkah yang cepat, jadi kondisi Sashi tidak semakin parah. Ditahun pertama Sashi mendapatkan bantuan profesional secara rutin setiap bulannya, sampai dia dinyatakan baik. Sampai sekarang Sashi masih mendatangi psikiater setiap kali dia merasa ada yang salah dari dirinya. Dan sepertinya itulah yang harus Sashi lakukan besok karena pertemuannya dengan Arda tadi sangat mengguncangnya.
"Pak Langit... apa pak Langit sudah tidur?" Tanya Sashi yang sudah membaringkan tubuhnya di ranjang dengan selimut yang sudah menutup tubuhnya sampai ke dada.
Sudah hampir sejam berlalu sejak terakhir Langit bersuara dan Sashi tidak kunjung tidur. Makanya dia ingin mengobrol dengan pria itu, berharap dengan begitu kantuk segera menjemputnya.
Langit tidak menjawab.
"Terimakasih sudah mencari aku tadi." Katanya tidak peduli Langit bisa mendengarnya atau tidak. "Aku tidak tau apa yang akan terjadi pada aku kalau pak Langit tidak segera menemukan aku." Lanjutnya berbicara satu arah.
"Aku serius ketika meminta maaf tadi karena aku tau kalau sudah membuat pak Langit khawatir. Meski kita mungkin belum sedekat itu untuk saling peduli, aku tau kalau pak Langit pasti takut terjadi apa-apa padaku. Kemudian Sashi tersenyum. "Aku senang yang menjadi sugar daddy aku adalah pak Langit. Aku tidak bisa membayangkan kalau orang lain yang ada diposisi itu, mungkin aku akan menyesal seumur hidup. Pak Langit benar tentang aku yang selalu bertindak tanpa berpikir banyak setiap kali emosi menguasai aku. Hari itupun aku ketika memutuskan untuk bertemu dengan Danik, aku dalam keadaan marah. Yang ada dipikiranku saat itu adalah bagaimana aku bebas dari kungkungan papa aku dan jalan tersingkatnya adalah dengan membiayai diriku sendiri." Sashi tampak asik bermonolog. "Mungkin aku terdengar sok dekat kalau bilang begini, kenyataannya setelah malam aku mengacaukan dapur pak Langit aku merasa lebih dekat dengan pak Langit. Mungkin karena kita bicara banyak setelah itu, makanya aku merasa lebih tau tentang pak Langit. Padahal malam itu pak Langit tidak banyak bicarakan ya?" Tanya Sashi tentu tidak berharap jawaban dari Langit. "Well it doesn't matter, kenyataan pak Langit tidak seburuk yang aku bayangkan, cukup untukku feeling ease menunjukkan diriku yang sebenarnya ke pak Langit." Sashi tersenyum kecil dan menghela napasnya pelan. Kemudian dia memutarkan tubuhnya agar menghadap sofa dimana Langit berbaring.
"Pak Langit itu orang baik." Katanya pelan karena perlahan kantuk mulai menghampirinya. "Aku berharap suatu hari nanti bisa membayar semua kebaikan pak Langit..." Ucap Sashi sebelum kantuk benar-benar menjemputnya.
Dan ketika Sashi benar-benar terlelap dalam tidurnya, Langit mengangkat tangannya dan meletakkannya di sebelah tubuhnya. Sedangkan kepalanya berputar sedikit untuk menatap Sashi yang masih dalam posisi menghadapnya.
"Baik huh?!?"
KAMU SEDANG MEMBACA
PLEASE BE MY SUGAR ***** (REPOST)
ChickLit(21+) Menjadi sugar baby? Dengan semua yang dimilikinya, Sashi tidak pernah berpikir akan pernah melakukannya karena selama ini Sashi bisa mendapatkan apapun tanpa melakukan apa-apa. Tapi apa jadinya kalau sesuatu memaksa Sashi untuk melakukannya? T...