Sashi keluar dari ruangan dosen pembingbingnya dengan wajah puas karena akhirnya berhasil menggangti judul skripsinya. Dia berhasil mengubah judulnya sesuai saran Langit setelah mendapatkan ijin dari ketiga dosen pembingbingnya. Padahal rencananya dia hanya sebentar saja hari ini di kampus, tapi gagal karena dia mengurus penggantian judulnya secepat mungkin. Dan kebetulan ketiga dosennya tidak keberatan bertemu dengannya hari ini, jadi Sashi bisa menyelesaikan perubahan judul dalam satu hari.
"Shann, dimana?" Tanya Sashi begitu sambungan teleponnya terhubung dengan Shanny.
"Udah di kantin. Lo kesini aja, gue tungguin di depan Red n Berry." Shanny menyebut salah satu warung di kantin kampusnya.
"Oke, tungguin gue disana ya karena gue baru mau turun." Katanya lalu mematikan sambungan teleponnya.
Tepat ketika Sashi mengembalikan hp-nya ke dalam tas, pintu lift terbuka. Sashi sudah akan melangkah masuk saat didapatinya Langit ada di dalam sana bersama Nayla. Untuk sesaat dia terdiam antara terkejut atau memang tidak ingin masuk karena sudah membayangkan secanggung apa di dalam lift nanti. Atleast buat Sashi karena dia tidak tau harus bagaimana menghadapi Langit. Apakah dia harus pura-pura tidak kenal, sekedar kenal sebagai dosen dan mahasiswa atau bertingkah layaknya kenalan kebanyakan. Ah no, the last one bukanlah pilihan yang akan Sashi pilih karena itu hanya akan memunculkan kecurigaan saja.
"Kamu tidak masuk?" Teguran Naysila menyadarkan Sashi.
Sashi menatap dosen wanitanya itu, lalu mengangguk dan tersenyum kecil. Sedangkan untuk Langit, dia hanya membungkukkan sedikit kepalanya bentuk sapaan hormatnya pada pria itu. Akhirnya Sashi memutuskan untuk bertingkah seperti biasa, berpura-pura hubungan mereka hanya sekedar dosen dan mahasiswa saja.
Toh Langit juga melakukan hal yang sama. Langit hanya diam menatapnya dan memberikan gesture yang sama dengan Sashi untuk membalas sapaannya.
Begitu Sashi berada dalam lift, Sashi segera membalikkan tubuhnya dan membelakangi keduanya. Lebih normalkan kalau dia bersikap seperti itu?
"Jadi, apakah pak Langit bisa menemani aku nanti malam?"
Mungkin karena ruang lift yang kecil atau memang bu Nayla yang tidak berusaha mengecilkan suaranya, Sashi bisa mendengar dengan jelas apa yang dia katakan. Saking jelasnya, Sashi bisa tau dari nada suaranya kalau Nayla sangat mengharap Langit memberikan jawaban 'iya' kepadanya. Sungguh Sashi tidak ada niat mencuri dengar pembicaraan keduanya karena dia tidak peduli urusan mereka awalnya, tapi Nayla yang membuatnya bisa mendengar juga.
TING...
Bunyi lift berbunyi tanda sampai di lantai tujuan berbunyi sebelum Langit memberi jawabannya.
'Shit...' tanpa sadar Sashi mengumpat dalam hati. Sebal karena dia terlalu cepat sampai di lantai satu, lantai tujuannya. Walau tidak mau mengakui, Sashi memang sedikit penasaran jawaban yang akan diberikan Langit.
"Sorry Nay, aku tidak bisa. Malam ini aku berjanji menemani seseorang ke toko buku." Jawab Langit tepat ketika Sashi akan melangkah ke luar lift.
Tanpa sadar Sashi tersenyum kecil mendengar jawaban Langit. Padahal jelas sekali seseorang yang dimaksud oleh Langit itu bukan dia, tapi entah kenapa dia merasa puas Langit menolak Nayla. Sashi merasa begini bukan karena dia jealous, tapi karena senang saja melihat dosen wanitanya itu tertolak. Tidak hanya buat Sashi, mungkin kalau ada mahasiswa/i lain yang mendengar percakapan Langit dan Nayla akan bereaksi sama seperti Sashi. Track record Nayla yang sombong karena bisa bergonta-ganti laki-laki membuat dia banyak tidak disukai orang. Statusnya sebagai dosen tidak menhentikannya sebagai playgirl.
"Shann..." Panggil Sashi sambil menepuk pundak Shanny.
Shanny menoleh dan tersenyum. "Hei, tumben banget lo sumringah setelah bimbingan. Bisanya wajah lo masam semasamnya."
Sashi semakin tersenyum lebar. "Khusus hari ini nggak karena semuanya lancar jaya." Jawabnya.
"Lancar?"
"Yups. lancar."Sashi menjawab cepat setelah menyeruput juice blue berry yang sudah dipesankan Shanny buatnya. "Tapi suasana hati gue secerah ini nggak sepenuhnya karena urusan skripsi gue."
Wajah Shanny terlihat bingung. "Kalau bukan karena skripsi, terus karena apa dong?"
"Tadi gue ngelihat pak Langit nolak ajakan jalan bu Nayla."
...
Kenyataan bu Nayla ditolak terlalu sulit untuk diterima Shanny sepertinya hingga butuh beberapa detik buatnya untuk merespon info Shashi.
"Serius bu Nayla ditolak?" Tanya Shanny untuk memastikan kalau dia tidak salah dengar.
Sashi mengangguk yakin. "Iya, gue ngedengar sendiri tadi di lift."
"Woah," Shanny menepuk tangan. "May be it was the first time she rejected by men."
Sashi mengangguk setuju. Selama ini dari yang mereka lihat Nayla selalu berhasil mendapatkan pria yang didekatinya, tidak peduli pria itu dosen atau mahasiswa, single ataupun memiliki kekasih, yang pasti dia selalu mendapatkan apa yang dia mau. Tidak hanya cantik, dengan tubuh yang montok ditempat yang tepat, memang wajar kalau setiap pria yang didekatinya mau menerimanya. Makanya ketika melihat dan mendengar Nayla ditolak sedikit menyenangkan buat beberapa orang, termasuk Sashi dan Shanny.
"Pak Langit pasti punya selera yang sangat tinggi, sampai wanita seperti bu Nayla saja ditolaknya." Ucap Shanny masih dengan bertepuk tangan.
Alis Sashi mengkerut. "Huh? Memangnya bu Nayla sudah pasti bakal ditolak pak Langit? Kan pak Langit hanya nolak diajak jalan?" Tanya Sashi karena dia pure tidakk mengerti kenapa Shanny bisa menarik kesimpulan sepanjang itu.
Shanny menopang tangannya dan memutar sedotan dalam minumannya. "Iya sih pak Langit hanya menolak diajak jalan, tapi bukankah dengan menolak ajakan jalan tersebut artinya pak Langit tidak tertarik dengan bu Nayla?"
Sashi menggedikkan bahunya karena dia memang tidak tau, Langit itu terlalu sulit dibaca dan ditebak cara berpikirnya. Bahkan tinggal bersama dan semakin dekat dengan pria tersebut tidak membuat Sashi bisa menebak bagaimana isi pikiran Langit. Selama bersama Langit, pria itu hanya membaskan Sashi melakukan apa maunya dan mengatakan apa mintanya. Selama Langit tidak merasa ada yang salah dengan kelakuan dan permintaan Sashi, dia memberikan kebebasan sebesar-besarnya. Tapi kalau Langit merasa ada yang salah dengan kelakuan dan permintaan Sashi, pria itu biasanya hanya diam atau mengatakan tidak. Kalau seperti itu Sashi biasanya langsung patuh dan menuruti apa yang dikatakan oleh Langit. Kepribadian dan aura Langit terlalu kuat untuk Sashi lawan.
Drrttt...
Handphone Sashi bergetar dan sebuah pesan muncul di layarnya.
'Sepulang dari kampus, apakah kamu punya acara?'
Kening Sashi berkerut. Kenapa Langit tiba-tiba mengiriminya pesan begitu. Walau bingung dia tetap membalas pesan Langit.
'Nggak ada. Rencananya sepulang dari kampus mau langsung pulang. Ini lagi nunggu Shanny selesai makan karena aku mau nebeng dia buat pulang.'
Setelah memastikan pesannya terkirim dan dibaca Sashi melihat piring sahabatnya itu. Sampai sebuah pesan kembali masuk ke hape Sashi.
'Kalau pulang bersama aku bagaimana? Tapi kita ke toko buku terlebih dahulu karena aku harus membeli beberapa buku.'
Sashi termangu membaca pesan Langit. Jadi Langit memang ingin ke toko buku malam ini. Pria itu tidak berbong hanya demi menolak Nayla.
Tapi pertanyaannya, apakah seseorang yang Sashi maksud di lift tadi memang Sashi... atau malah orang lain.
===000===
KAMU SEDANG MEMBACA
PLEASE BE MY SUGAR ***** (REPOST)
Literatura Kobieca(21+) Menjadi sugar baby? Dengan semua yang dimilikinya, Sashi tidak pernah berpikir akan pernah melakukannya karena selama ini Sashi bisa mendapatkan apapun tanpa melakukan apa-apa. Tapi apa jadinya kalau sesuatu memaksa Sashi untuk melakukannya? T...