14

151 17 0
                                    

Hari demi hari mereka lalui bersama hingga membuat kedekatan mereka terjalin lagi. Ana juga sudah mulai terbuka dengan mereka, yang sudah Ana anggap keluarga sendiri.

Saat ini mereka pergi ke kantin, sesampainya di pintu kantin semua orang yang di dalam melihat ke arah pintu masuk. Selalu seperti ini, mereka menjadi pusat perhatian. Dan itu tidak Ana sukai, ia sudah berusaha biasa-biasa saja. Tetapi tidak bisa ia hindari karena salah satu dari teman Ana adalah idola kampus. Huft Ana selalu melupakan fakta tersebut.

"Yah, penuh gak ada yang kosong" ucap Sisil sedih

"Itu" tunjuk Ana kepada bangku panjang yang berada di pojok sedang di duduki satu anak saja.

"Biar gue usir dia" ucap Guntur melangkah mendekati meja tersebut.

"Jangan, kan masih sisa banyak tempatnya" cegah Ana kepada Guntur, karena bangkunya masih muat untuk mereka berlima.

Mereka berjalan mendekati meja tersebut.

"Boleh kami gabung?" kata Rega meminta izin kepada seseorang yang duduk terlebih dahulu di meja ini.

Orang tersebut hanya mengangguk dan melanjutkan makannya.

"Oke, kalian mau pesan apa, gue yang pesenin" ucap Sisil semangat

"Mi ayam sama es teh" kata Ana menjawab terlebih dahulu.

"Sama"

"Sama"

"Sama"

"Ck, gak kreatif lo pada" ujar Sisil kesal

"Makasih udah dibayarin" canda Guntur

"Heh kilat, gue bilang pesenin ya bukan bayarin" geram Sisil langsung pergi memesankan makanan.

"Hahaha, gemes banget sih" ucap Guntur tidak sadar sambil menatap Sisil yang perlahan menjauh.

Semua orang yang di meja itu menatap Guntur heran kecuali orang asing itu.

"Lo suka sama Sisil?" tanya Rega memastikan.

"Hah? Suka? Yaa nggak mungkin lah hahaha" ucap Guntur salah tingkah, ia baru sadar jika keceplosan mengatakan jika Sisil menggemaskan.

Sambil menunggu Sisil, Ana mengedarkan pandangannya, tak sengaja ia melihat orang asing yang berada satu meja dengannya. Hingga mata mereka bertemu beberapa detik.

"Revan" sapa Ana.

Yang di sapa pun hanya mengangguk. Ternyata Rega diam-diam memperhatikan Ana dan cowok tersebut.

Selang beberapa menit Sisil kembali ke meja dan duduk di sebelah kiri Ana. Mereka menyantap makanan dengan hening, sesekali candaan yang dibuat oleh Guntur.

Saking laparnya hingga kuah mi ayam mengenai mata Rega. "Ssstttt" refleks mengucek mata.

Melihat Rega mengucek mata segera Ana mengambil tisu. Ia sangat khawatir. "Jangan di kucek" cegah Ana

Ana sedikit mendekat kepada Rega yang duduk di sebelah kanannya. Ia mengusap perlahan mata Rega dengan tisu, sesekali sambil Ana tiup. Sedangkan Rega hanya pasrah dengan apa yang di lakukan Ana, matanya sangat perih karena ia memasukkan banyak sambal ke mangkuk nya. Rega di buat salah fokus, ia melihat mata indah Ana sangat dalam. Ana pun juga tidak sengaja melihat mata Rega. Mereka diam menyelami mata indah ciptaan Tuhan, hingga sapuan tisu di mata Rega terhenti.

Mendengar keributan di meja pojok membuat semua penghuni di kantin memusatkan perhatiannya kepada Ana dan Rega. Tidak hanya melihat bahkan ada yang merekam adegan mereka.

Selain itu, di meja itu sendiri Revan juga melihat apa yang terjadi, ada perasaan tidak suka dengan apa yang ia lihat. Hingga dehaman Revan membuyarkan lamunan mereka.

Mereka menjadi salah tingkah, sedangkan Guntur dan Sisil terkikik geli.

"Ea ea ea" goda Guntur

"Muka lo merah Na, hahaha" goda Sisil sambil mencolek pipi Ana.

"Apaan sih" ucap Ana dengan memperbaiki posisi duduknya menutupi salah tingkahnya.

Rega menstabilkan wajahnya, ia menahan kuat-kuat agar tidak tersenyum. Guntur yang melihat itu tidak bisa mengontrol ketawanya.
"HAHAHAHA, muka lo Ga, duh nggak kuat gue"

"Saya duluan, permisi" pamit Revan. Ia tidak boleh lama-lama disana karena ia sendiri juga tidak tahu tentang perasaan anehnya, yang tiba-tiba tidak suka melihat kedekatan Ana dan Rega. Mereka bukan mahram, bisa-bisanya berdekatan seperti tadi.

***

Sejak kejadian di kantin, baik Ana maupun Rega merasa tidak nyaman. Salah tingkah jika digoda para sahabatnya. Seperti anak ABG baru kasmaran.

"Udah gas aja, tembak" ucap Guntur mengompori. Mereka bertiga sedang istirahat latihan futsal.

"Dia gak mau pacaran"

"Nikah" timpal Habib tiba-tiba

"Hah? Siapa? Lo mau nikah Bib?"
"Gile, diam-diam menghanyutkan lo" tuduh Guntur tidak percaya.

"Bukan, Rega"

"Ah elah lo kalo ngomong jangan setengah-setengah napa" geram Guntur

Sedangkan Rega hanya tertawa menanggapi.

"Malah ketawa si kunyuk"
"Emang lo ngerti dia ngomong apa?"

Rega hanya mengangguk

"Apa?"

"Habib nyuruh gue langsung nikah sama Ana"

"Hah?" pekik Guntur masih loading mencerna apa yang dia dengar.

"Emang lo udah siap?" tanya Guntur beberapa saat kemudian.

Rega menggeleng, ia belum siap. Belum siap semua hal yang berkaitan dengan rumah tangga. Ia juga tidak ingin pacaran dan  main-main dengan perempuan.

"Saran gue klo lo udah beneran siap hati, jiwa, rega, langsung gass poll jangan sampe diembat orang lain"

"Raga bego"

"Hahaha, pokonya gue dukung pilihan lo" ucap Guntur sambil menepuk bahu Rega.

***

Dirumah Revan tepatnya di kamar, ia sedang fokus mengetik sesuatu. Ia sudah mempertimbangkan dan memutuskan untuk segera melangkah. Tidak lupa ia juga melibatkan Allah dalam hal yang akan dia ambil.

Untuk memberitahu siapa kandidatnya kepada orang tua nanti saja setelah ia mendapatkan jawaban pasti. Tapi jangan salah paham dulu, Revan sudah meminta izin untuk niat baik ini kepada orang tuanya.

"Huh, bismillah"

***

TBC

Terima kasih sudah membaca 🌻

Bagaimana chapter ini???

Lauhul Mahfudz (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang